Hanya Babu

1124 Words
Tiada lagi asa yang ingin Ajeng gapai dalam hidupnya. Jiwanya terkurung dalam belenggu derita yang tak berujung. Ia bagaikan cangkang yang dinikmati sesuka hati oleh Meneer Cornelis. Ajeng berandai-andai dalam pikirannya. Seandainya dia memiliki keluarga yang lengkap. Seandainya ada yang melindungi dirinya. Seandainya bapak dan ibu masih hidup. Akankah hidupnya seperti ini? Malam-malam sepinya tergantikan dengan erangan demi erangan yang keluar dari mulutnya dan Meneer. Tiada hari tanpa bercinta diantara mereka. Dibawah sinar bulan mereka memadu kasih. Entah sampai kapan Meneer akan bosan dan meninggalkannya. Meneer tidak akan mau tidur berdua dengannya. Setelah puas memakainya Meneer Cornelis akan pergi masuk kedalam kamarnya. Ajeng hanya menatap langit-langit kamarnya yang mulai berdebu. Sudah satu bulan dia menjadi Nyai dan memuaskan nafsu Meneer. Orang memandangnya buruk dan mencap dirinya seperti p*****r. Setiap hari pekerjaan Ajeng adalah sebagai babu mulai dari membersihkan rumah, mencuci baju, mencuci piring, dan masih banyak lagi. Tiada istirahat baginya. Malam harinya Meneer akan masuk kedalam kamarnya dan mulai menyentuhnya lagi. " Ajeng" panggil Cornelis. "Iya Meneer" Ajeng langsung menghadap saat Cornelis memanggilnya. "Mana bajuku? tolong siapkan sekarang" perintahnya. "Baik Meneer" Ajeng memilihkan baju yang akan dipakai oleh Cornelis. Diam-diam Cornelis menatapnya. Satu bulan bersama Cornelis merasa terikat dengan Ajeng. Hanya saja rasa gengsinya mengalahkan segalanya. Cornelis bahkan kadang lupa untuk mengirim kabar ke istri dan anaknya di Belanda. Pesona Ajeng benar-benar membuatnya bertekuk lutut. Tapi pantang baginya untuk menikahi gadis pribumi. Mereka hanya seorang kacung dan babu baginya. "Ini pakaiannya" Ajeng menaruh pakaian Cornelis di atas ranjang. Tiba-tiba saja Cornelis menarik tangannya dan mendekapnya dalam pelukannya. "Kenapa kau selalu bicara tanpa menatap mata saya? apa dibawah sana lebih menarik? " tanya Cornelis. Ajeng tak menjawab. Dia bukannya malu atau memiliki perasaan pada Cornelis. Tapi dia hanya ingin menatap mata suaminya saja. Mata yang halal untuk dia lihat. " Saya hanya babu Meneer. Seorang babu sangat lancang jika menatap langsung mata tuannya" ujar Ajeng dengan bijak. Meneer Cornelis hanya tersenyum mendengar jawaban Ajeng. "Baguslah jika kau sadar diri. Saya akan pergi ke kebun kunci pintunya jangan biarkan orang lain masuk selain saya" Cornelis akhirnya pergi meninggalkan Ajeng seorang diri di rumah. Selama ini Ajeng tidak pernah keluar rumah lagi setelah tinggal bersama Cornelis. Ia kembali ke belakang untuk memasak masakan sederhana yang disukai oleh Cornelis. Sayur asem, ayam goreng, dan sambal terasi. Dia jadi teringat mendiang suaminya Diman yang suka makan makanan ini. Sudah satu bulan Ajeng tidak mengunjungi makam suami dan anaknya. Dia juga rindu dengan Sulastri dan Mbok Darmi. "Bagaimana kabar mereka ya? " gumam Ajeng. Setelah selesai memasak, Ajeng menyajikan makanan dia atas meja makan. Tinggal menunggu Meneer Cornelis pulang kerumah. Dia melanjutkan pekerjaannya yang lain. Ajeng menyapu halaman rumah dengan sapu ijuk. Sebenarnya perutnya sudah lapar tapi dia tidak boleh makan sebelum Cornelis selesai makan duluan. Setelah selesai dia duduk menunggu Cornelis di depan rumah. Tumben matahari sudah meninggi Cornelis belum pulang juga. Dia bersandar di tiang rumah dan tanpa sadar memejamkan matanya. Tak lama kemudian Cornelis pulang dan melihat Ajeng tertidur di depan rumah. Dia menyenggol badan Ajeng dengan sebelah kakinya. "Hei bangun!! kenapa malah tidur disini?! " suasana hati Meneer kurang baik saat ini. Tepatnya ada masalah di kebun yang membuatnya menjadi marah. Kebun tehnya diserang oleh hama ulat hingga membuatnya rugi dan tidak bisa panen dengan jumlah yang banyak. Biasanya dia bisa panen 2 ton tapi kini hanya 1,5 ton karena banyak daun yang berlubang. Ini diakibatkan oleh kemarau panjang dan belum turun hujan. Ajeng terbangun dan langsung bangkit dari tidurnya. Cornelis masuk duluan ke dalam rumah mendahuluinya. Ajeng segera masuk mengikutinya dan melayaninya saat makan. Ajeng mengambilkan nasi dan lauk untuk Cornelis. Pria Belanda itu hanya diam saja tanpa kata sedikitpun. Setelah itu Ajeng duduk di bawah lantai menunggu Meneer selesai makan. Perut Ajeng bergemuruh sampai mengundang perhatian Meneer. "Kau lapar? " tanyanya. "Maaf Meneer" Ajeng tertunduk malu sambil menutupi perutnya. "Jawab pertanyaan saya dengan benar. Kau lapar? " "Iya Meneer" " Ambillah makanan disana. Kalau lapar jangan tunggu saya pulang lain kali" Meneer melanjutkan kembali makannya. Ajeng dengan ragu mengambil piring lalu mengisi nasi dan lauk di atasnya. Setelah itu dia makan dibawah lantai seperti orang yang tidak makan seminggu. Ajeng benar-benar lapar saat ini. Meneer hanya tersenyum meremehkan. Ajeng memang cantik tapi jika dilihat-lihat sama saja dengan penduduk pribumi lainnya. Selesai makan Meneer kembali ke kamarnya. Ajeng membereskan semua piring kotor dan mengelap mejanya. Setelah itu Ajeng memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Cornelis. Dia ingin meminta izin untuk keluar sebentar mengunjungi makam suami dan anaknya sekaligus melihat keadaan Sulastri dan Mbok Darmi. "Ada apa?! " tanya Cornelis ketus. "Maaf Meneer saya ingin keluar sebentar. Saya ingin mengunjungi makam anak dan suami saya" ucap Ajeng sambil menunduk. "Baiklah tapi kembali sebelum Magrib tiba! " Cornelis menutup pintunya tepat di hadapan wajah Ajeng. " Astaga hampir saja jantungan " Ajeng mengelus dadanya kaget. Ajeng keluar dari rumah Meneer dan berkunjung ke pemakaman suami dan anaknya. Ajeng menyiramkan air dan menaburkan bunga di atas makam mereka. Tak lupa Ajeng memanjatkan doa-doa untuk suami dan anaknya. "Mas kapan kita berkumpul bersama lagi. Aku rindu pada kalian. Aku rindu tawamu mas, aku rindu pelukanmu, aku rindu saat-saat kita bersama. Aku juga merindukan Bayu. Apa dia nakal disana? apa dia merepotkanmu jika menangis pada malam hari? kenapa kalian cepat sekali pergi. Aku disini sendirian mas. Kenapa kalian meninggalkan aku disini? " Ajeng banyak bercerita disana. Entah mendiang suami dan anaknya mendengar atau tidak. Dia tidak peduli jika dicap sebagai orang gila. "Mas Ajeng pulang dulu ya. Jaga Bayu ya mas. Nanti Ajeng kembali lagi kesini" Ajeng beranjak meninggalkan pemakaman itu. Dia berjalan menuju rumah lamanya yang sudah tak terurus. Ajeng bermaksud untuk menemui Sulastri dan mbok Darmi. "Assalamualaikum" ucap Ajeng di depan rumah Mbok Darmi. " Walaikum salam, Ajeng!! kamu pulang nak?! " Mbok Darmi langsung memeluk Ajeng sambil menangis. Sudah satu bulan ini Ajeng tidak ada kabar sama sekali. "Mbok maaf Ajeng baru datang. Ajeng kerja di rumahnya Meneer Cornelis sekarang. Mana Sulastri Mbok?" tanya Ajeng. Raut wajahnya Mbok Darmi berubah sedih. Dia menangis memikirkan nasib Sulastri anaknya. " Sulastri... dia dinikahi Sugeng jadi istri kelimanya. Sampai sekarang Mbok belum bisa bertemu dengannya. Setiap kesana mbok selalu diusir. Sulastri sedang hamil sekarang. Banyak yang bilang Sulastri disiksa oleh istri tuanya Sugeng hiks hiks hiks" tangis Mbok Darmi. "Apa?! bagaimana Sulastri bisa nikah sama Mandor Sugeng? bukannya Sulastri akan menikah dengan Ujang pemuda desa sebelah mbok! " Ajeng tak menyangka Sulastri menikah dengan Sugeng p****************g yang suka melecehkan mereka di kebun. "Sugeng memperkosa Sulastri nak hiks hiks hiks. Ujang membatalkan pernikahan dan Sugeng yang menikahinya karena hamil" jawab Mbok Darmi sambil menangis. Mendengar hal itu Ajeng hampir limbung. Sulastri sudah seperti saudara baginya. Dia tidak akan membiarkan Sulastri menderita. " Ayo kita kerumah Sugeng mbok" ajak Ajeng.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD