_____
Alaric yang baru saja menukar pakaiannya dengan pakaian tidurnya, bergegas melangkah menuju jendela kamarnya ketika mendengar suara-suara dari luar rumahnya. Dia singkap tirai jendela ingin mengetahui sumber suara tersebut. Dilihatnya Rania sedang memindahkan motor kecilnya menuju garasi. Dia terlihat menolak bantuan Pak Jono dan ingin memindahkan motornya sendiri.
Alaric menutup kembali tirai jendela kamarnya sambil menutupi kancing-kancing piyamanya yang masih terbuka.
Entah kenapa Alaric tiba-tiba merasa gamang. Sepertinya akan ada drama panjang dalam beberapa hari ke depan. Hampir setiap hari Alea selalu menyinggung Rania dan menekan perasaannya.
***
Sudah berhari-hari Bu Narti tidak memperhatikan gerak gerik Rania. Pagi ini dia ingin sekali menghampiri istri majikannya tersebut. Kata Pak Jono Rania sebenarnya sangatlah cantik dan baik dalam kesehariannya. Apalagi kalo sudah akan berangkat mengajar di pagi hari. Pak Jono bilang penampilan rapi Rania sangat cantik dengan pakaian yang modis-modis dan kasual. Senyum dan sapa Rania bagai vitamin dalam hidupnya. Suara Rania bak nyanyian indah di pagi hari di telinga Pak Jono. Sampai Pak Jono bilang, kalo belum punya istri, lebih baik dia saja yang membahagiakan Rania, daripada disia-siakan Alaric. Ah, ada-ada saja Pak Jono.
Bu Narti setengah terkejut melihat penampilan Rania pagi ini. Wajah Rania dipoles make up tipis sehingga terlihat segar, pakaiannya sangat sopan meski bercelana jins. Motif bunga-bunga pink di bajunya dipadu kerudung broken white. Tak dapat dia pungkiri kekaguman dalam hatinya saat melihat wajah Rania dari dekat.
Rania juga setengah kaget melihat wajah bingung Bu Narti. Mata Bu Narti seperti menginvestigasi seluruh tubuhnya.
"Aku pamit, Bu. Mau ngajar," ucap Rania seramah mungkin. Dia kepit erat helmnya di bawah ketiak kirinya sambil menenteng sepasang sniker putihnya.
Bu Narti mencebik melihat Rania yang melangkah di hadapannya.
"Kenapa mau kawin sama Pak Alaric? Ngincer hartanya ya?" desis Bu Narti yang tiba-tiba berubah sinis.
Rania menghentikan langkahnya. Dia tatap wajah Bu Narti lamat-lamat. Dia menduga pertanyaan Bu Narti tidak sungguh-sungguh, seperti ada yang membimbingnya. Menurut Rania, Bu Narti sebenarnya baik dan bekerja sangat professional di rumah Alaric. Terbukti rumah Alaric yang selalu bersih dan rapi. Rania tidak mempedulikan sikap jutek Bu Narti saat berhadapan dengannya.
"Nggak, Bu," jawab Rania pelan. Pertanyaan yang sangat menyakitkan perasaannya. Namun Rania berusaha untuk tidak menggubrisnya. Dia tidak ingin awal harinya terganggu dan membuat suasana hatinya rusak. Dengan cepat dia melangkah menuju pintu depan tanpa mengacuhkan Bu Narti.
Bu Narti tampak cepat-cepat melangkah menuju dapur setelah memastikan Rania sudah berada di luar rumah.
Rania duduk di atas tangga teras rumah. Dia hendak mengikat tali sepatunya.
"Ke mana kamu?"
Sebuah suara mengagetkan Rania dari arah belakangnya.
Rania menoleh ke belakang. Cepat-cepat dia menyelesaikan ikatan tali sepatunya, lalu berdiri dan menghadap suaminya yang ternyata berdiri di belakangnya.
Alaric tampak sudah gagah dan rapi dengan pakaian kerjanya.
"Oh. Maaf, Mas. Aku ngajar di sekolah alternatif. Maaf, aku lupa izin ... hm ... aku nggak mau ganggu Mas," jawab Rania sambil berusaha menghindar menatap wajah Alaric. Dia terlihat sangat cemas.
Alaric menghela napas pendek. Dia tatap motor kecil Rania yang sudah terparkir di dekat pagar rumah.
"Setiap hari?" tanya Alaric lagi.
"Ya. Kecuali Minggu. Hm, aku pulang sore sebelum Magrib," jelas Rania tanpa ditanya.
Ada gerakan anggukkan kecil dari kepala Alaric.
Menyadari tidak ada lagi pertanyaan dari suaminya, Rania menunduk hormat sejenak dan melangkah dengan cepat menuju motornya.
Alaric tampak memperhatikan gerak gerik Rania dengan seksama sampai Rania menghilang bersama motor kecilnya.
***
Saat istirahat makan siang, Rania mendapat panggilan dari Greta, sahabatnya yang tinggal di Bandung. Sebuah kabar yang sangat menggembirakan perasaan Rania. Greta akan pindah ke Jakarta dalam waktu dekat. Dia lulus program master di salah satu Universitas Negeri kenamaan di Jakarta Selatan.
"Kapan pindah ke sini?" tanya Rania dengan mata binarnya. Dia senang sekali hingga lupa dengan kejadian tadi pagi yang cukup meresahkannya.
"Minggu depan, Rani," jawab Greta dengan nada malas.
"Haha. Kok kayak sedih gitu. Semangat dong,"
Rania tertawa kecil. Greta memang tidak menyukai hidup di Jakarta yang sangat sumpek dan penuh polusi udara yang menyebalkan. Ditambah sikap papanya yang sangat protektif. Greta lebih nyaman tinggal bersama keluarganya yang ada di Kota Bandung. Tapi apa daya, fasilitias terbaik untuk program studi yang dia dalami hanya ada di kota Jakarta.
"Iya. Tapi tetep aja kepikiran Papa tuh. Belum pindah udah banyak aturan. Sebel deh,"
"Yah. Namanya juga kesayangan Om Varo,"
Terdengar helaan kecewa dari Greta.
"Eh, gimana kabar kamu, Ran? Kata Mama kamu nggak hubungin Mamaku. Alaric gimana?"
Rania tertawa kecil.
"Aku sehat kok, Gre. Aku ngajar sekarang di sekolah alternatif anak-anak jalanan,"
"Ha? Aduuuuh senaaaang. Di mana, Ran?"
"Lokasinya nggak begitu jauh dari rumah Mas Alaric,"
"Mas Alaric? Alaric aja ah. Pake mas mas segala. Nggak pantes dia dipanggil mas sama kamu,"
"Yeee. Gimana sih, masa ujug ujug aku panggil Alaric aja. Mami mertuaku aja nyuruh aku panggil dia mas. Kamu ih,"
"Hm, trus dia gimana?"
Rania terdiam sejenak. Mana mungkin dia menceritakan bahwa Alaric baru pulang dari liburan seminggu di Lombok bersama Alea.
"Yah. Begitulah," desahnya.
"Begitulah gimana? Satu kamar kan? 'Kejadian' nggak?" tanya Greta dengan nada menggoda. Dia pikir ada sedikit perubahan dari diri Alaric karena mendengar suara Rania yang sangat ceria di telinganya.
"Ya nggaklah. Gimana mau 'kejadian'. Kamarku pisah dari kamar dia,"
"Apa?"
"Nggak usah khawatir, Greta. Aku ok kok. Seneng tinggal di Jakarta. Banyak pengalaman,"
"Ran...."
"Udah, Greta. Aku baik-baik aja,"
"Ah. Kamu,"
"Iya. Nggak usah terlalu dipikirkan. Ntar kalo udah di Jakarta jangan lupa kita meet up ya? Aku kenalin juga sahabat baruku di sini. Namanya Steffie, baik banget orangnya,"
"Ok, Ran. Nanti aku kabari ya? Take care, Sis,"
"Mmmuaaah. Salam buat keluarga di Bandung,"
"Iyaaa,"
Rania benar-benar senang dengan kabar Greta yang cukup mengejutkan sekaligus menggembirakan.
_____
Karena ada pengarahan mengenai sumber pelajaran baru dari ketua Yayasan di sekolah hari ini, Rania pulang agak malam. Dia pun buru-buru mengendarai motornya, khawatir dia pulang berbarengan dengan Alaric.
Pernah dia mendengar percakapan antara Pak Jono dan Bu Narti mengenai kegiatan Alaric setiap harinya. Alaric biasanya tiba di rumah pukul setengah delapan jika tidak lembur. Dan pulang tengah malam jika ada pekerjaan tambahan di kantornya. Rania berharap Alaric lembur malam ini, supaya dia tidak bertemu suaminya itu. Ditegur suaminya tadi pagi saja sudah membuatnya resah. Rania sudah nyaman dengan kehidupannya sekarang.
Dan kekhawatiran Rania sepertinya terjadi. Tak lama setelah Rania memarkirkan motornya, tiba-tiba saja mobil Alaric memasuki garasi dengan cepat. Lampu sorot mobil Alaric sampai membuat silau mata Rania, sehingga Rania harus menunggu lampu itu mati agar dia bisa melangkah ke luar garasi.
Rania cepat-cepat melangkah ke luar garasi saat mesin mobil sudah dimatikan.
Tampak Alaric yang masih duduk di dalam mobil memperhatikan Rania yang buru-buru. Kemudian dia dengan cepat pula ke luar dari mobil dan melangkah sambil terus mengamati Rania yang sudah melangkah masuk ke dalam rumahnya.
Betapa terkejutnya Alaric saat Rania memasuki sebuah ruangan yang berada di dekat ruang utama rumahnya. Rania memasuki sebuah ruangan tepat di sisi toilet khusus tamu.
Alaric menunda langkahnya yang hampir saja menyentuh tangga menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Dia berbalik ke arah ruangan yang dimasuki Rania barusan.
Alaric mengetuk pintu ruangan tersebut.
Tak lama pintu pun terbuka.
"Ya, Mas?" tanya Rania dari balik pintu kamarnya.
_____