Prolog
"Meja nomor lima," ucap seorang wanita kepada Renee. Dengan sigap Renee langsung bergegas membawa nampan berisi minuman untuk meja nomor lima tersebut. Meja nomor lima merupakan meja dengan ruangan khusus. Ternyata minumannya hanya satu, biasanya yang duduk di meja itu adalah pasangan romantis. Tapi kenapa hanya satu? Pikir Renee.
Wajahnya selalu terlihat segar meski kondisi lelah sekalipun, mungkin baru genap dua bulan Renee bekerja di kafe ini.
"Permisi," ucap Renee pada seorang pria yang duduk di meja nomor lima tersebut, sambil menyuguhkan minuman senyuman tampak mengembang dibibir Renee. Memang sudah peraturannya, para pelayan wajib bersikap ramah pada pembeli. Begitu pun Renee.
Pria itu membalas senyuman Renee. Saat Renee mulai meninggalkan meja, pria itu malah menarik lengannya.
"Maaf," ucap Renee kemudian melepaskan diri dari genggaman pria itu. Sungguh, Renee tidak terbiasa dengan keadaan seperti ini.
"Aku hanya ingin berkenalan denganmu. Siapa namamu?"
Renee tampak berpikir sejenak, hatinya ragu. Namun akhirnya ia mau menyebutkan namanya. "Renee," ucapnya lembut.
"Sadewo. Panggil saja Dewo," kata pria itu.
"Permisi," ucap Renee lalu meninggalkan Dewo. Namun Dewo masih enggan melepaskan Renee. Ia berdiri dan menarik lengan Renee lagi hingga kini posisi mereka berhadapan.
"Maaf Tuan, saya harus bekerja lagi."
"Seperti ini apa bukan bekerja? Menemaniku juga adalah pekerjaan untukmu," ucap Dewo. Sepertinya pria ini sangat tertarik pada Renee. Kondisi sepi membuat Dewo jadi lebih leluasa.
"Maaf Tuan. Jangan sentuh saya. Di sini tugas saya hanyalah mengantarkan minum untuk Anda."
"Dan melayaniku," kata Dewo cepat.
Renee menggeleng. Kedua tangannya terus ditahan oleh Dewo.
Tanpa diduga, Dewo mengambil minuman yang ada di meja kemudian secara sengaja menumpahkannya pada sepatu dan celana miliknya. "Layani aku! Jika tidak, aku akan melaporkanmu. Siap-siap saja dipecat. Lihat sepatu dan celanaku!"
Apa boleh buat, Renee merupakan gadis polos yang memutuskan untuk bekerja demi membantu ekonomi keluarga. Wanita ini belum tahu kejamnya dunia kerja. Dengan polosnya, ia diperalat oleh sikap licik Dewo. Tentu saja Dewo tidak akan pernah melepaskan gadis yang kini sedang duduk menemaninya. Gadis yang sudah lama diincarnya.