2

1211 Words
Sometimes, your heart needs more time to accept what you mind already knows. Kimmy menyetir mobil Mamanya dengan santai, mereka menempuh perjalanan satu jam. Kimmy benar-benar muak dengan kemacetan yang terjadi. Pagi hari saja sudah begini, apalagi ketika waktu pulang kerja nanti. Kimmy berbelok dengan hati-hati. Ia tidak ingin membuat perkara dengan mobil Mamanya karena urusan akan panjang seperti kereta. Kimmy memang bisa menyetir tetapi ia tidak memiliki kendaraan pribadi seperti Mama, Papa, dan Ingka. Di rumah hanya cukup menampung tiga mobil, jika ia membeli satu lagi, entah harus taruh di mana mobil itu. Kimmy hanya bersikap tau diri. Ia tidak akan memaksakan kehendaknya. Meskipun sekarang Ingka sudah tidak tinggal di rumah, tetapi tetap saja, ia malah terbiasa dengan kendaraan umum dibanding kendaraan pribadi. Setelah parkir di barisan kosong, Kimmy dan Mama keluar dari mobil. Kimy sengaja berjalan di belakang Mama, siapa tau Kimmy bisa kabur—meskipun itu membutuhkan keajaiban. Mamanya mendorong pintu kaca sambil melihat Kimmy yang ogah-ogahan. Mama masuk langsung disambut oleh seorang wanita—yang sepertinya sebaya dengan Mama, atau lebih tua? Entahlah. Kimmy buruk dalam menilai umur orang, apalagi perawatan wajah sekarang sudah sangat baik, jadi lebih baik Kimmy tidak menebak usia seseorang. Mama dan wanita itu saling melempar senyum lalu saling mencium pipi kiri dan kanan. "Duh, Maaf telat. Ini si Kimmyra bangun kesiangan," ucap Mama dengan sopan. "Kim, sapa dong calon mertua kamu." Kimmy tercengan sambil menatap wanita itu sambil menelan ludah. “Ini calon mertuaku? Dan Mama barusan menjelek-jelekkannya? Nice, Ma.” Mamanya memang hebat ketika membicarakan keburukannya. Kimmy membalas uluran tangan calon mertuanya. Dengan cepat calon mertuanya itu memeluk Kimmy. "Aduh cantiknya. Jauh beda sama yang dulu. Dulu kan si Kimmyra itu sukanya manjat pohon, sekarang udah segede gini. Masih inget nggak sama Tante? Eh bukan Tante lagi ya, panggil Mami." Kimmy tersenyum kikuk. Calon mertuanya mengenal Kimmy dengan baik? Bahkan, ia tau kebiasaan Kimmy dulu yang sering manjat pohon. "Kimmy lupa, Tante," jawab Kimmy. "Loh kok Tante sih, panggil Mami. Jangan Tante lagi. Oh iya, ini si Aby hari ini nggak bisa ikut. Emang rese dia." Setelah itu Kimmy merasa ia menjadi boneka yang bisa bernapas dan berbicara hanya dengan ya dan tidak. Mama dan calon mertuanya itu sibuk memberikan model baju pengantin yang—menurutnya—bagus. Ia juga tau bridal yang ia datangi, bridal yang sedang naik daun. Rancangannya bagus dan ia juga tau harga yang ditawarkan tidak main-main. Kimmy pernah menjadi leader pernikahan dengan bridal ini dan hasil gaun pengantinnya sangat wow. Gaunnya berkilau ketika bride memasuki hall hotel waktu itu dan Kimmy terpesona. Kimmy mencoba beberapa gaun yang tersedia dan yang ia sukai. Ingin rasanya ia memberikan sepuluh bintang untuk perancangnya. Beberapa kali Kimmy mencoba gaun, tetapi Mama dan calon mertuanya itu selalu menyuruhnya ganti. Raut muka Kimmy sudah mulai lelah, Kimmy sangat ingin beristirahat. Namun Kimmy harus menemukan gaun yang disetujui oleh Mama dan calon mertuanya. Saat mencoba gaun untuk yang kesekian kali, Kimmy membuka tirai dengan pelan dan sedikit loyo. Salah satu pekerja membuka tirai agar tak menghalangi pandangan. Kimmy melihat Mama dan calon mertuanya memandangnya sambil tersenyum, bahkan bertepuk tangan. Akhirnya Kimmy menangkap sinyal jika kedua Mamanya menyukainya dan ini adalah gaun terakhir yang ia coba. Setelah selesai dengan urusan segala macam, akhirnya mereka memutuskan untuk makan siang bersama. Dengan segala keanehan yang ada, Kimmy menjadi supir dari dua wanita yang sama hebohnya. Ia kira jenis manusia seperti Mamanya hanya ada satu, tetapi Kimmy benar-benar salah. Tuhan memang adil. Ia menciptakan manusia lain sejenis Mamanya. Jadilah sekarang Kimmy fokus menyetir sedangkan dua wanita itu ngobrol hingga tidak sadar jika mereka sudah sampai. Kimmy merasa Mama sudah mengenal calon mertuanya lama. Mereka ngobrol layaknya teman lama yang berkumpul kembali. "Ma, Mama udah kenal lama emangnya? Kok akrab banget keliatannya?” tanya Kimmy bisik-bisik sambil berjalan. "Loh, Tante Aya kan pernah tinggal di deket rumah, meskipun nggak lama. Waktu itu kamu selalu di rumah sakit. Jadi mungkin kamu nggak sadar." Kimmy menganggukkan kepala menunjukan ia mengerti, meskipun sebenarnya tidak. Kimmy berjalan di belakang mengekori Mama dan Tante Aya sambil memilih restaurant mana yang akan mereka singgahi. Memanggilnya Mami atau calon mertua masih terasa aneh. Bahkan, sebenarnya ia ingin mengutarakan keinginannya jika ia tidak ingin menikah dengan anaknya itu. Setelah beberapa saat memilih, akhirnya pilihan mereka jatuh di restaurant Jepang. Tanpa basa-basi, mereka masuk dan memilih tempat duduk. Kimmy? Ia tetap mengekor di belakang. "Kimmy, kamu mau pernikahan kamu konsepnya kayak gimana?” tanya Tante Aya tiba-tiba. “Udah telat kale, udah nyoba baju baru ditanya konsepnya,” ucap Kimmy dalam hati. Kimmy belum menjawab langsung, ia malah melihat ke arah Mama yang sedang menatapnya seakan memberi kode untuk tidak bicara aneh-aneh. "Aku nggak suka yang terlalu mewah. Ingin yang biasa saja, mungkin Kimmy nggak akan undang banyak orang." Usai berbicara tidak lupa Kimmy menambahkan cengiran kikuk, sebenarnya ia ingin mengungkapkan isi hatinya tetapi ia urungkan, takut dipelototin Mamanya jika ia berani berbicara seperti itu. "Nanti Mami suruh Aby ketemu sama kamu deh. Cuma kalau ngomongin konsep udah nggak bakal sempet. Kamu percayain aja ya sama Mami sama Mama kamu. Dulu pernikahan Aby juga sederhana, nggak megah. Nah sekarang maunya sih gede-gedean." "Hmm, soal istri pertama Aby, dia memang setuju?” tanya Kimmy kikuk, bahkan ia mulai mendapat pelototan dari Mamanya. "Itu udah syarat dari Mami sewaktu Aby mau nikahin Wulan. Aby harus nurut kemauan Mami menikahkan dia lagi." "Oh, Aby umur berapa ya kira-kira? Empatpuluh ya, Tan?" "Kimmy!" ucap Mama. "Aku kan cuma mau tau, Ma. Cepat atau lambat juga aku tau." "Iya, tapi nggak sopan." Tante Aya hanya tertawa melihat kami. "Nggak, nggak. Aby umur duapuluh deapan tahun kok. Nggak tua, kan? Seumuran sama Ingka." "Sebenernya kenapa sih Aby harus nikah lagi, Tan?" Kimmy kepo. Ia hanya menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Siapa tau jika Aby itu maniak dan mengoleksi perempuan dari berbagai daerah. "Istri pertama Aby itu pilihannya sendiri dan Mami bukan nggak setuju sih sama Wulan, cuma ya gitu. Nanti kamu bakal ngerti maksud Mami. Mami tau, itu menyakiti Wulan, tapi Wulan udah menerima keinginan Mami dan Mami nggak akan membedakan kalian." "Wulan itu baik banget kayaknya, ya?” tanya Kimmy. "Oh iya. Kalau si Wulan nerima aja gitu, memangnya dia nggak marah atau nurut aja? Aku aja ya, mungkin mikir lagi kalau si Ferian—Papanya Kimmy—nikah lagi." Mama Kimmy akhirnya ikut kepo. "Keadaan Wulan nggak sempurna. Wulan juga pasti merasa Aby harus mencari kebahagian lain." Kimmy memikirkan setiap ucapan Tante Aya. Nggak sempurna? Mana ada manusia sempurna? Jika Aby mencari kesempurnaan berarti dia juga salah memilih Kimmy, jelas Kimmy juga tidak sempurna. Apa jika ia tau Kimmy seperti ini akan ada istri ketiga? Apa Aby juga nggak sempurna? Atau Aby menyandang mental disorders? Semakin penasaran saja Kimmy dibuat oleh teka-teki ini. Tapi jika Aby mencintai istri pertamanya pasti ia akan sulit mencintai Kimmy, kan? Apa mereka harus tidur bertiga dalam satu ranjang? Jika mereka melakukan hubungan suami-istri, apa yang harus Kimmy lakukan? Pura-pura tidur? Kimmy tidak yakin akan tetap tertidur jika ia merasa ranjangnya bergoyang di sisinya. Kimmy tiba-tiba merasakan bulu kuduknya merinding. Astaga, dunia barunya akan membuatnya seperti apa nanti. Apa ini karmanya karena sering membuat Mama dan Papa pusing dengan kelakuannya yang berbeda dengan Ingka? Kimmy tidak tau apa yang harus ia perbuat. Pikirannya buntu dan ia seolah kehilangan akal, tidak seperti biasanya.  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD