01 : PERMULAAN

1463 Words
Dua puluh tahun telah berlalu dari hari itu .... Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik, terburu-buru mengambil kotak makan dan berlari keluar dari rumah. “Ini bekalnya, jangan pulang terlalu malam.” Katanya sambil memberikan kotak makan kepada suaminya. Sang suami yang sudah menaiki kuda, menerim kotak makan itu dan menaruhnya ke dalam tas tali tarik. Ia tersenyum tipis. “Tentu saja, lagi pula aku sudah berjanji pada Draco untuk mengajaknya berlatih.” Wanita paruh baya itu mengangguk. “Ya, aku tahu. Tapi bukan berarti, jika tidak ada janji dengan Draco, kamu akan pulang sangat larut.” “Tidak, kamu tenang saja. Kalau begitu, aku jalan dulu.” Wanita paruh baya itu melambaikan tangannya kepada sang suami yang sudah melajukan kuda cokelat tua yang sudah menjadi kendaraannya sejak masa muda. Wanita paruh baya yang diketahui namanya adalah Seana, masuk ke rumah setelah suaminya sudah tak terlihat. Ia berdiri tak jauh dari almari usang dan memandangi kedua anaknya yang hendak pergi. Putra sulungnya, terlihat sedang memakai ikat kepala berwarna emas. Sedangkan, putri bungsunya, tengah memasukkan sesuatu ke dalam tas tali tarik. “Beri tahu, Ibu. Di mana kalian akan berlatih?” tanya Seana, memandang ke arah putranya yang sudah siap untuk berangkat. Pemuda yang baru saja mengambil busur dan panah, menyenggol lengan sang adik yang kebetulan berdiri di sampingnya. Menyuruh perempuan mungil itu, menjawab pertanyaan sang ibu. “Kami akan berlatih di padang rumput dekat telaga, Ibu.” Pemuda bersurai hitam mengerjapkan matanya. Ia tidak mengerti, kenapa adiknya itu malah berkata jujur? Oh, ayolah! Dia tidak ingin ibunya datang dan menganggu aksi latihannya. “Terima kasih sudah menjawab dengan jujur, Krystal.” Seana menatap Krystal dan putranya, Draco, yang terlihat sekali tidak ingin ibunya mengetahui hal ini. “Ibu akan datang ke sana. Itu pun jika sore nanti, kalian tak kunjung pulang.” Krystal mengangguk, sambil melirik Draco yang ikutan mengangguk pasrah. Keduanya lalu menjabat tangan sang ibu sebelum pergi. “Jangan memaksakan dirimu.” Ujar Seana, sesaat setelah Draco melepas tangannya. Pemuda itu menatap kepergian ibunya menuju dapur. Ia tersenyum tipis, mengetahui bahwa di usianya yang sudah menginjak angka dua puluh, ibunya masih perhatian. Draco kemudian menyusul Krystal yang sudah lebih dulu keluar dari rumah. Krystal ternyata sudah ada di depan kandang kuda. Draco pun segera membuka gerbang kayu dan menarik satu per satu, dua kuda cokelat tua yang ada di kandang untuk keluar. Dengan sigap, pemuda yang memakai pakaian serba hitam, menaiki kuda. Sedangkan, perempuan muda yang memiliki rambut sebahu dengan hati-hati dan susah payah menaiki kuda. Setelah memastikan sang adik sudah menaiki kuda, dan siap untuk berangkat. Pemuda itu memegang tali kendali dan mengentakkannya. Sehingga, kuda yang ia naiki berlari dengan kecepatan sedang. Sedangkan Krystal dan kudanya, mengikuti dari belakang dengan pelan-pelan. Sejujurnya, perempuan itu belum mahir mengendarai kuda. Kuda yang dinaiki keduanya, berjalan menyusuri jalanan yang sepi. Lama-lama, menuju ke jalanan yang ramai. Kebetulan pula, mereka melewati tempat biasanya semua orang berkumpul untuk belanja segala jenis kebutuhan. Rambut Draco beterbangan terkena terpaan angin. Wanita-wanita muda yang melihat hal itu, seketika terpesona. “Draco!!” Beberapa wanita muda meneriaki namanya. Berharap, pemuda tampan itu menoleh dan membalas dengan senyuman. “Draco, you're so handsome!” teriak seorang wanita yang mengenakan gaun terusan warna biru muda, dan menampilkan senyumnya yang genit. Tak mau kalah dengan wanita satunya, wanita lain yang rambutnya dikepang dua berteriak lantang, “Draco, you're always handsome! Will you be my boyfriend!?” Pernyataan itu menimbulkan kegaduhan. Wanita-wanita muda mulai saling adu mulut, membandingkan diri sendiri dengan yang lainnya. Siapa yang sebenarnya lebih pantas untuk sosok Draco Zero yang tampan? Draco yang terus melajukan kudanya, hanya tersenyum tipis. Ia tidak tahu, harus bereaksi seperti apa. Krystal sendiri, memutar bola matanya jengah. Kakaknya memang terlahir dengan wajah tampan, tapi tidak sampai segitunya. Berlebihan! Sebegitu berlebihan saat ia tahu banyak dari wanita-wanita itu yang mendekati dan mau berteman dengannya, hanya demi bisa disandingkan dengan sang kakak. Krystal terlihat mencebik, kesal. Draco menghentikan kudanya, kala matanya menangkap sesosok perempuan bersurai putih panjang menaiki kuda putih dan diiringi beberapa prajurit. Perempuan berparas ayu itu adalah putri Aileen, anak dari kaisar Alvate. Pemuda bersurai hitam, terlihat mengangguk sopan sambil tersenyum. Membuat Aileen merona dan ikut membalas senyum. Begitu pun yang dilakukan Krystal, saat kuda yang dinaiki Aileen melewati kudanya. Berusaha bersopan santun pada perempuan yang cantik jelita. Namun, tiba-tiba saja, seekor kuda putih yang dinaiki pemuda berjubah ungu menabrak kuda yang dinaiki Krystal hingga jatuh. “Uuh ... kasihan!” “Pasti sakit sekali ....” “Oh, Tuan Putri Krystal jatuh dari kuda. Ada yang sakit?” Wanita-wanita yang tadi memuji Draco, seketika meledek dan menertawai Krytal yang baru menyadari, jika sang kakak sudah melajukan kudanya lagi. “Maaf, aku terburu-buru,” kata pemuda itu. Dia adalah anak angkat Kaisar Alvate, Jacob Date. Krystal tidak menjawab permintaan maaf dari Jacob, ia lebih memilih memperhatikan kondisi kuda dan dirinya. Untung saja, ia tidak terluka dan kudanya baik-baik saja. Aileen yang hendak turun dan melihat keadaan Krystal, segera ditahan oleh Jacob. “Dia tidak apa-apa, Adikku. Lebih baik, kita segera pergi.” Krystal mendengar samar-samar ucapan itu. Ia menoleh dan hanya mendapati Aileen dan Jacob beserta para prajuritnya sudah pergi. Draco yang sudah jauh dan menyadari tak ada tanda-tanda sang adik mengikutinya, menoleh ke belakang. Pemuda itu kalang kabut dan menyuruh kudanya untuk berbalik arah. Ke mana gerangan, adiknya itu? Draco melihat Kystal ingin menaiki kudanya. Ia pun segera menghampiri. “Apa telah terjadi sesuatu?” Wanita-wanita muda yang tadi meledek dan menertawakan Krystal, maju dan menghampiri Draco. Tak peduli sama sekali dengan apa yang baru saja terjadi. Krystal tersenyum paksa lalu menaiki kudanya. “Aku tidak apa-apa.” “Ya, betul sekali. Dia tidak apa-apa. Hanya jatuh saja, dan pasti tidak sakit,” kata salah seorang wanita muda yang membelai bagian dalam tangan Draco. Draco mengisyaratkan Krystal untuk pergi lebih dulu. Akan tetapi, sang adik menggeleng. Pemuda itu pun mulai risi, saat tangan-tangan cantik mulai menjamah tubuhnya. Draco hampir kewalahan, apalagi ada tangan yang dengan beraninya mengelus pahanya. Muka Draco merah padam, ia menelan ludah, diiringi cekikikan wanita-wanita muda itu. Draco berusaha melepaskan tangan-tangan nakal itu dari tubuhnya. Terlihat sekali, ia sangat kesal. “Stop!” teriak Draco. Bukannya ketakutan, wanita-wanita muda itu malah dibuat terpukau dengan wajah tegas Draco. Pemuda itu jadi tidak mengerti dan langsung melajukan kudanya, saat wanita-wanita itu memandanginya penuh puja. Krystal yang melihat hal itu, berusaha menahan tawanya dan mengikuti sang kakak dari belakang. Tanpa bisa ditahan, saat jalanan mulai lengang, Krystal tertawa terbahak-bahak. Baru kali ini, ia melihat kakaknya marah setelah sekian lama membiarkan wanita-wanita itu mencoba menarik perhatiannya. “Apakah kamu bahagia, melihat Kakakmu ini sendiri kesal?” Draco memelankan laju kudanya. Membiarkan kuda yang dinaiki Krystal, sejajar dengannya. Krystal terkekeh kecil. “Kenapa Kakak tidak mencoba mengencani satu di antara mereka?” Draco tidak menjawab. Ia memilih melajukan kudanya lebih cepat, membuat Krystal mengerutkan kening dan langsung menyuruh kudanya berlari menyusul sang kakak. Pemuda yang memiliki wajah tampan, berdeham beberapa kali. Sebelum, mengeluarkan suara yang sangat merdu. Aku telah melalui banyak kehidupan yang terasa bagai mimpi ... Membentuk cerita dengan tema yang berbeda-beda ... Bertualang mengelilingi dunia ... Kuda yang dikendarai Draco dan Krystal melewati padang rumput yang hijau. Sepanjang perjalanan, mereka bisa melihat indahnya pepohonan dan bukit-bukit yang menghijau. Memandang jauh, bukit yang besar dan tinggi, memanjakan mata keduanya. Aku daki gunung dan bukit untuk dapat melihat langit dari dekat ... Menyaksikan keeksotikan burung yang tengah terbang ... Bertualang mengelilingi dunia ... ho ... ho ... Draco dan Krystal menunduk, saat gerombolan burung beterbangan di atas kepala mereka. Kuda yang dikendarai Krystal sudah sejajar dengan milik sang kakak. Keduanya lalu saling membocorkan dan beryanyi bersama. Aku telah mencerahkan banyak cerita pada orang-orang yang telah mengenalku dari dekat ... Mereka mendengarkan dengan berani ... Bertualang mengelilingi dunia ... Aku menyaksikan pergantian musim yang begitu indah ... Namun, masih belum banyak tempat yang aku kunjungi ... Lautan yang jernih ... daratan yang gersang ... Draco dan Krystal telah sampai di padang rumput dekat telaga. Kedua turun dari kuda dan membiarkan hewan berbulu cokelat tua itu memakan rumput. Keduanya meregangkan tangan dan masih terus bernyanyi. Bertualang mengelilingi dunia akan membebaskanku ... Itu begitu mudah untuk dilakukan ... Bertualang mengelilingi dunia akan membebaskanku, itu mudah untuk dilakukan ... Hoo ... hoo ... ya ... ya ... aiy ... aiy ... eee ... eee ... Setelah puas bernyanyi, Draco dan Krystal tertawa. Kemudian, keduanya langsung mempersiapkan diri sebelum berlatih. Krystal tas tali tarik yang ia bawa untuk bekal di atas batu. Sedangkan, Draco meletakkan busur dan panah di rerumputan. Sebelum memulai latihan, mata pekat Draco memandang aliran air yang tenang dan burung-burung yang beterbangan. Pemuda bersuarai sepekat malam, mengungkapkan pada hutan belantara yang bertanding dengan telaga. Seakan ada energi magis yang menyuruhnya untuk mendatangi hutan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD