Bab 2 - Mengejar Cita-Cita

1103 Words
Vanesha Angelina, sampai di sebuah rumah sakit yang selama ini ia mimpikan. Rumah Sakit Kota merupakan rumah sakit besar dengan fasilitas lengkap di tambah para dokter yang terkenal dan kompeten di bidangnya. Menjadi perawat di rumah sakit tersebut sangatlah sulit dan harus berasal dari akademi perawat di rumah sakit tersebut. “Hai, aku Jane!” Seorang gadis berambut pirang dengan poni dan kuncir kudanya mengulurkan tangan pada Vanesha. “Hai, aku Vanesha." Gadis itu menjawab uluran tangan tersebut. “Kau baru datang, ya? Apa kau sudah mengisi buku absensi?” tanya Jane. “Belum, terima kasih sudah mengingatkan.” Vanesha bergegas menuju tempat pengisian absen. Para murid yang diterima menjadi calon perawat di rumah sakit tersebut saling mengenal dan diberi pengarahan mengenai program pendidikan yang akan mereka pelajari selama disana. Kebetulan Vanesha dan Jane berada di satu kamar dalam asrama yang letaknya sekitar lima seratus meter di belakang rumah sakit. “Senang sekali saat aku tahu kalau kita sekamar," ucap Jane sambil merebahkan dirinya di atas kasur asrama yang jauh lebih kecil dari kasur rumahnya. “Iya aku juga," ucap Vanesha sambil merapikan pakaiannya ke dalam sebuah lemari yang terletak di samping kasurnya. “Kau berasal dari mana?” tanya Jane. “Aku dari Panti Asuhan Pelangi di Desa Blue Beach," sahut Vanesha. “Wah, jauh sekali aku pernah kesana bersama ayah dan ibuku saat pergi mengunjungi pantai indahnya. Kalau rumahku sih masih di kota ini hanya setengah jam perjalanan dengan mobil di komplek Mawar, kau tahu kan komplek perumahan Mawar?” tanya Jane. Vanesha mengangguk, ia tahu berita tentang perumahan elit yang gadis itu sebutkan. Pantas saja Jane memakai pakaian dan tas bermerk. Tubuh kurus dan tinggi bak model di tambah kulit bersih dan mulus makin meyakinkan kalau ia seorang anak dari keluarga berada. “Lalu, kenapa kau ingin menjadi perawat?” tanya Vanesha. “Aku ingin mengejar Kak Nathan, dia dokter tampan yang bekerja di rumah sakit ini, dan kudengar dia tuh salah satu pengajar di sekolah perawat ini, jadi kalau aku bergabung di sekolah perawat ini nantinya akan sering bertemu dengan Kak Nathan," ucap Jane dengan wajah sumringah. “Ah, kupikir kau tulus ingin menjadi perawat taunya .…” “Habis kucoba berkali-kali untuk menjadi pasien dan bertemu dengannya tapi gagal terus. Asal kau tahu ya, dia itu orang yang sulit didekati. Dan ini adalah cara terakhirku mendekatinya. Eh, awas kau ya Vanesha kalau bertemu kak Nathan terus ikut jatuh cinta padanya," ancam Jane. “Hahaha … aku tak akan semudah itu jatuh cinta," sahut Vanesha lalu terlelap di atas ranjang asramanya. “Wah, cepat sekali dia tertidur.” Jane gantian memasukkan pakaiannya ke lemari dan merapikan barang bawaannya. *** Suara alarm weker di atas meja samping ranjang Vanesha membangunkannya tepat pukul lima pagi. Gadis itubbergegas mandi lalu mengenakan pakaian seragam yang sudah diterimanya kemarin saat pendaftaran absen. Gadis itu lalu membangunkan Jane yang masih terlelap dan terbuai mimpinya. “Jane, bangun … ayolah nanti kita terlambat!" Guncangan di bahu gadis itu tak juga dapat membuatnya tersadar. “Lima menit lagi, Mom," sahut Jane menggeliat dan kembali terlelap. Vanesha makin mengguncang gadis muda tersebut akan tetapi jane tak juga terbangun. “Ah, aku ada ide, maaf ya Jane aku terpaksa melakukan ini.” Vanesha menyiram Jane dengan setengah gelas air putih ke wajah gadis itu. “Hujan! Hujan! Duh, ayo kak Nathan lekas kita kembali ke mobil," ucap Jane langsung tersadar kalau barusan ia bermimpi berkencan dengan Nathan. Jane menatap ke arah Vanesha dengan tatapan yang kesal. “Kau tahu, barusan itu Kak Nathan akan menciumku, kami sedang berkencan di atas bukit sambil melihat bintang, tiba-tiba hujan datang dan–" “Dan menyadarkanmu dari mimpi, mau kutambah hujan buatan lagi?” Vanesha bersiap mengisi air dalam gelas kembali, jika Jane tak beranjak juga dari tempat tidurnya. “Okay, aku bangun, aku bangun.” *** Pagi itu Vanesha berlari menuju kelas karena harus menunggu Jane yang terlalu lama memakan waktu saat ia berdandan. “Kalian anak baru, ayo jalan jongkok keliling kelas!" seru seorang kakak kelas yang bernama Donna. “Tuh kan, kita kena hukuman.” Jane menggerutu, berbisik pada Vanesha “Lho, ini kan salahmu, coba kalau tadi kau tak lama saat mandi, belum lagi sibuk merapikan rambutmu, huh.” Bisik Vanes yang ikut kesal juga. “Hei hei hei, sudah jangan bergosip di sana! Ayo, cepat jalan jongkok!” perintah Donna. Hari itu sangat melelahkan untuk Vanesha, akan tetapi ketika ia melihat foto ibunya, semangatnya kembali muncul. “Apa kau lelah?” tanya seorang pria tampan berambut hitam dengan tambahan gel yang rapi. Senyum manisnya semakin membuat lesung pipinya terlihat. “Kalau aku bilang tidak, berarti terlihat sekali ya kalau aku bohong. Sedangkan keringatku saja sudah membasahi wajahku," sahut Vanesha seraya menelisik pria itu. “Ini, minumlah!” Pria itu memberikan botol berisi air mineral pada Vanesha. “Kak Nathan!" Jane berteriak dari kejauhan lalu berlari menghampiri pria itu. Vanesha memandang sosok pria di sampingnya itu. “Apa kau yang bernama Nathan?” tanya gadis dan diberi jawaban anggukan kepala oleh Nathan. Oh jadi ini pria yang bernama Nathan yang diceritakan Jane tadi. Pantas saja gadis itu tergila-gila padanya, tampangnya saja lumayan, cukup membuat jantung para gadis berdegup kencang dan berontak dari rongga d**a. Nathan menjentikkan jarinya di hadapan wajah Vanesha dan menyadarkan gadis itu dari lamunan. “Kak Nathan, kenapa belum mengajar di kelas?” tanya Jane dengan tatapan manja menggoda pria itu. “Lho, kan memang belum jadwal saya untuk mengajar. Sudah, nikmati saja dulu masa pengenalannya nanti kalau perlakuan mereka terlalu keras, laporkan pada saya, ya!" ucap Nathan lalu berlalu pergi menuju ruangannya. * Hari demi hari Vanesha menjalani proses belajar menjadi perawat dengan baik bahkan dia selalu menjadi murid terpintar di angkatannya. Nilai-nilainya selalu sempurna dan tak pernah mengecewakan. Jane makin dekat dengan gadis itu karena dengan bantuan gadis tersebut, Jane juga mampu melewati ulangan-ulangan harian yang diselenggarakan oleh sekolah perawat itu. Sebagai imbalannya, gadis kaya itu selalu memberikan tiga puluh persen uang sakunya. Jumlah tiga puluh persen uang saku Jane saja setara dengan uang saku yang Vanesha dapat ketika menjadi perawat magang di rumah sakit tersebut. Jane benar-benar dimabuk cinta, padahal dengan mudahnya ia mendapatkan uang, tetapi ia rela bersusah payah bekerja menjadi perawat magang hanya ingin melihat Nathan setiap hari. Setiap bulan Vanesha juga tak pernah lupa untuk pulang berkunjung ke Panti Asuhan Pelangi melepas rindunya dengan Ibu Rose dan anak-anak panti. Gadis tersebut juga selalu memberikan sejumlah uang untuk Ibu Rose demi membelikan anak-anak makanan. Vanesha tak akan pernah lupa kebaikan yang ibu Rose berikan padanya. Walaupun sedikit tapi ia berusaha untuk membantu keuangan panti demi membalas jasa-jasa Ibu Rose padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD