16. Misi Zenni

1223 Words
Di kediaman keluarga Bramasta. Dareen tengah termenung di dalam kamar nya, mensecroll gambar-gambar dirinya bersama Zanna di layar laptop nya. Tak sadar seutas senyuman begitu jelas tertera di bibirnya. Ia teramat sangat merindukan wanita itu, kenapa di saat dia benar-benar ingin berubah, wanita itu malah pergi meninggalkan nya entah kemana. Dareen seakan kehilangan arah tujuan, tak tau harus berbuat apa. Ia tak punya gairah hidup. Zanna adalah kekuatan sekaligus nyawa untuk Dareen, namun wanita itu kini telah tiada, ia menghilang tanpa jejak. Jika separuh nyawa nya sudah pergi jauh meninggalkan dirinya, lalu bagaimana cara nya untuk Dareen bisa meneruskan perjalanan hidupnya? Entah sudah berapa juta kali Dareen memandang foto dirinya dengan wanita pujaannya itu, ia berimajinasi seolah foto-foto itu bisa hidup dan bergerak seperti kejadian-kejadian yang telah berlalu. Mereka begitu terlihat menikmati momen-momen saat mereka menginap di villa. Begitu indah, terlalu berat untuk di lupakan. Kenapa baru sekarang ia menyadari kesalahannya, menyadari bahwa dirinya terlalu egois? Kenapa penyesalan selalu datang terlambat? Lalu dimana sekarang ia harus menemukan wanita pujaannya. Bahkan seluruh pengawal nya sudah ia kerahkan untuk menelisik ke berbagai penjuru di negara ini, namun belum juga membuahkan hasil. Dareen hanya mengurung diri di dalam kamar nya, tidak ingin melakukan aktivitas seperti biasa, tubuhnya pun juga terlihat tak begitu terawat. Pemuda itu berusaha merenungi semua kesalahan nya selama ini. Jika saja ia di suruh memilih antara kekuasaan dan cinta, maka ia akan lebih memilih opsi nomor dua, kekuasaan tidak bisa menjamin dirinya untuk melanjutkan hidup, namun cinta, dengan cinta bisa membuatnya lebih bersemangat, b*******h, karena cinta merupakan kekuatan terbesar dalam hidupnya. Zanna, wanita itu merupakan kekuatan sekaligus kelemahan untuk Dareen. Pemuda itu hanya bisa menangis, menyesali kesalahan besar yang pernah ia lakukan, hingga membuat wanita yang ia cintai pergi meninggalkan nya. "Zanna ... kau di mana sayang ... aku merindukanmu, merindukan calon anak-anak kita. Aku ingin melihat perkembangan baby didalam perutmu, ingin mengelus nya. Aku ingin merasakan momen-momen itu, Zanna ... kembalilah sayang." runtuh sudah ke aroganan seorang pemuda angkuh Dareen Bramasta. Sekarang dirinya tak lebih dari seorang pemuda yang sangat lemah dan juga rapuh. Nyonya Bramasta yang melihat keadaan putra nya hanya bisa menangis dalam diam, ia bermaksud memberikan makanan untuk pemuda itu, namun urung karena mendengar isakan memilukan yang keluar dari mulut pemuda tersebut. Nyonya Bramasta tak kuasa untuk melihat anak tersayang nya begitu terlihat menyedihkan. Ia memutuskan untuk kembali ke ruang bawah menemui suaminya. "Ma, kenapa menangis? Apa Dareen menyakiti Mama?" tanya sang suami khawatir sambil merengkuh tubuh sang istri. Nyonya Bramasta hanya menggeleng lemah. "Tidak ... Mama hanya merasa sedih, lakukan sesuatu untuk Dareen. Ku mohon," pinta nya sambil menangis sesenggukan. Tuan Bramasta sendiri juga bingung harus berbuat apa. Pasalnya sudah hampir genap empat bulan ini ia mengerahkan seluruh anggotanya, bahkan menyewa para detektif handal. Namun belum juga ada titik terang. Ia semakin penasaran, sebenarnya siapa sosok yang menyembunyikan keberadaan wanita itu, ia jadi ingin menyelidiki masalah ini. . Sedang di mansion besar keluarga Takkeru. Kini kandungan Zanna genap menginjak bulan ke tujuh, perut wanita itu sedikit terlihat lebih besar di banding dengan orang hamil normal biasanya, karena memang ia tengah mengandung bayi kembar. Dan pemandangan itu tak luput dari penglihatan Zenni, juga mama dan papa mereka, walau mereka berdua dalam posisi duduk di kursi roda. Oiya, dalam kurun waktu empat bulan ini banyak keajaiban yang terjadi di keluarga Takkeru. Keadaan Tuan Daisuke semakin membaik di susul dengan Nyonya Hikari Takkeru yang tiba-tiba terbangun dari komanya setelah belasan tahun lamanya. Kedatangannya dua wanita kembar itu benar-benar membawa dampak positif bagi keluarga Takkeru. Zenni menemani Zanna berjalan-jalan di sekitar taman mansion tersebut. Sejak kandungan bertambah besar, Zenni berubah menjadi sosok wanita yang begitu cerewet. Dan selalu melarang ini itu dengan alasan takut terjadi apa-apa dengan Zanna. Namun Zanna juga merasa bahagia karena Zenni begitu perhatian kepada nya. Kini mereka berdua sedang terduduk di kursi panjang taman tersebut, menikmati hangatnya matahari pagi. "Zanna ... apa sangat berat?" tanyanya begitu aneh, membuat Zanna mengernyitkan keningnya. "Apanya? Kau sebenarnya ingin bertanya apa?" "Itu, perutmu, apa terasa berat?" tanya Zenni lagi sambil nyengir tak berdosa. Zanna hanya terkikik geli mendengar pertanyaan Zenni yang menurut nya sangat konyol. "Tentu saja berat ... kau ingin mencobanya?" goda Zanna. "Tidak mau, aku mau hamil dengan pemuda yang benar-benar menjadi pilihan ku kelak," ucap Zenni sambil menerawang birunya langit pagi itu. "Bagaimana mau dapat kekasih yang benar-benar serius dengan mu, jika dirimu saja gampang bosan dengan satu pasangan," cibir Zanna. "Kau selalu saja menggoda ku, setidaknya doakan kembaranmu yang imut ini agar cepat dapat jodoh," timbalnya kemudian. Zanna hanya tertawa dan mengiyakan permintaan gadis itu. "Zanna .... apa kau tak merindukan Dareen?" celetuk Zenni tiba-tiba. Zanna hanya menunduk sembari mengelus perut besar nya. "Jujur akhir-akhir ini aku selalu memikirkan nya, mungkin babys sedang merindukan ayahnya. Tapi aku tidak ingin bertemu dengannya nya, aku bahagia hidup di sini bersama keluarga kita. Dan kau juga tau sendiri bahwa keluarga kita melarang keras agar kita tidak berhubungan dengan keluarga Bramasta," tutur Zanna, tersirat kesedihan yang begitu mendalam di nada ucapan nya. Zenni tak bodoh untuk tak menyadari perubahan ekspresi saudara nya. "Jangan membohongi perasaanmu sendiri Zanna ... katakan saja jika kau juga mencintai Dareen, sebagai mana pemuda itu mencintaimu," sahut Zenni dengan tersenyum manis. "Sekalipun aku mencintai nya, tidak ada yang bisa aku lakukan. Semua hanya akan menjadi kenangan, kita tidak akan bisa bersatu," lirihnya. "Kau pernah dengar ... jika di kamus seorang Zenni Takkeru tidak ada kata mustahil." "Dasar ... kau itu selalu saja menyombongkan diri, jangan banyak tingkah Zen ... kita ikuti saja aturan dari keluarga ini," ucap Zanna. Zenni hanya tersenyum tanpa membalas ucapan Zanna. Kau lupa siapa diriku Zan .. kau tahu sendiri bahwa diriku suka menentang sesuatu yang mustahil, aku adalah Zenni, wanita yang tak takut dengan resiko sebesar apapun, sekalipun harus melanggar aturan keluarga Takkeru, aku tak perduli. Aku suka kebebasan, aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan menebus semua kesalahanku padamu Zanna. Zenni memutuskan untuk menghubungi temannya diam-diam. seorang lelaki yang bernama Zio, sepuou Dareen. Pria itu sangat membenci Zenni saat wanita itu berpacaran dengan Dareen terdahulu. Kali ini Zenni menghubungi Zio guna mengajaknya untuk bekerja sama, dalam misi menyatukan pasangan sejoli Dareen dan Zanna. Zenni sedikit menyunggingkan senyumnya mengingat sosok yang dulu paling ia benci. Ah! Jika di ingat-ingat ternyata pemuda itu tampan juga, batinya terkikik geli. Semakin di ingat semakin membuat jantung Zenni berdegup kencang, ah! Mungkin ini efek karna dia masih sangat membenci pemuda itu, fikirnya, sembari menggelengkan kepalanya menghilangkan pemikiran yang menurutnya sangat lah aneh itu. Zenni menghembuskan nafasnya, ia gugup bingung bagaimana cara nya untuk mengawali berbicara dengan rival, mantan rival lebih tepatnya. Tak butuh waktu lama, sambungan panggilan nya terhubung dengan Zio. Di sisi lain Zio merasa asing dengan nomor yang tiba-tiba masuk dalam phonesel nya. Sedikit heran, karena nomor itu adalah nomor luar negeri. Ia mencoba berfikir positif, mungkin saja itu fans beratnya, gumamnya percaya diri. Jika di fikir-fikir Zenni dan Zio memiliki kesamaan sifat, yaitu sama-sama memiliki kepercayaan diri yang kelewat batas. Dengan santai pemuda itu mencoba mengangkat panggilan telpon nya. "Hallo ... ini siapa?" tanya nya dari jauh sebrang. "I-ni ... aku, Zenni," jawab Zenni gugub sembari menggigit kuku jemarinya. "Zenni?! Untuk apa kau menghubungiku? Jika kau menghubungi ku hanya untuk menanyakan tentang Dareen, maka akhiri panggilan telphonemu. Karena aku tidak mau mendengar nya," ucap Zio emosi, tanpa memberikan jeda untuk Zenni menjawab.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD