Kerajaan Jin #2

1149 Words
Setelah berpamitan kepada Mang Asep, Faqih lalu kembali ke teras depan rumah. Dihabiskannya kopinya lalu memasukkan kedua gelas bekas kopi itu kembali ke dalam. Selanjutnya dia berangkat dengan dibonceng motor milik Mandor Salman.  Di sepanjang jalan selama di atas motor baik Mandor Salman maupun Faqih saling terdiam, Mandor Salman membawa motornya dengan cukup cepat karena dia ingin segera sampai ke rumah majikannya yaitu Developer proyek yang selama ini ia kerjakan.  Sekitar satu jam kemudian mereka berdua pun akhirnya sampai di rumah Developer yang dimaksud, rumahnya tidak kalah megah menurut Faqih jika dibandingkan dengan rumah milik Fendy yang dulu pernah dia datangi bersama Kyai Rahman.  “Assalamualaikum.” Mandor Salman melihhat ke dalam dari jeruji pagar gerbang besi, tak lama seorang wanita datang membukakan pintu gerbang, wanita itu adalah pembantu rumah tangga di rumah developernya.  “Bapak ada, Sih?” tanya Mandor Salman.  “Ada, Kang Salman. sepertinya dia memang sedang menunggu seseorang.” Asih menjawab, dia tahu kalau yang ditunggu Majikannya adalah Mandor Salman.  “Kalau begitu sampaikan sama Majikanmu kalau Mandor Salman datang bersama dengan Faqih.”  Perempuan itu lalu masuk ke dalam rumah, tak lama keluarlah sang pemilik rumah, mempersilakan Mandor Salman dan Faqih untuk duduk di kursi teras.  Meskipun tidak dekat tetapi Faqih memang kenal dengan Developernya, dan sesekali Developernya memang pernah dilihatnya mengunjungi tempat proyek untuk sekedar melihat hasil kerja dari tukang-tukang yang bekerja di bawah pimpinan Mandor Salman, untuk melihat sudah sejauh mana proyek yang dikerjakannya selesai. “Pak Sofyan, ini yang diceritakan oleh teman-teman tukang yang ada di tampat kerja.” Mandor Salman memperkenalkan Faqih.  Developer itu lantas menyalami Faqih, “Nama saya Sofyan.”  “Saya Faqih, Pak. Saya salah satu tukang yang bekerja di proyek Bapak di bawah pengawasan Mandor Salman.”  “Apakah Mandor Salman telah menceritakan semua sama kamu tentang alasan kenapa saya memanggilmu kemari?” tanya Pak Sofyan kepada Faqih, dia membetulkan letak duduknya hingga menghadap ke arah Faqih.  “Sudah, Pak. Akan tetapi akan lebih enak kalau Bapak sendiri yang langsung cerita sehingga bisa lebih detail tentang masalah apa yang sedang Bapak hadapi saat ini.” kata Faqih menjawab pertanyaan bos besarnya yaitu Pak Sofyan, Developer proyek tempat dia bekerja.  “Jadi begini, Faqih. Di tempat proyek saya yang baru di seringkali terjadi hal aneh, dari mulai mesin tidak mau jalan, atau ada pohon yang sulit sekali ditebang, ada juga pekerja yang kesurupan, dan kalau bicara kesurupan itu malah lebih mengerikan lagi, karena kalau sudah kesurupan dia sampai mengamuk dan dikhawatirkan ketika mengamuk dia memegang senjata tajam yang bisa membahayakan pekerja yang lain.  Banyak yang mengatakan semua hal-hal aneh yang terjadi di sana adalah perbuatan dari makhluk gaib yang menjadi penunggu di tempat itu.  Sebenarnya sebelum membuka lahan itu saya juga sudah memanggil orang pintar untuk menetralisir hal-hal yang kira-kira tidak kita inginkan terjadi, saya tidak menduga kalau ternyata sekalipun sudah diadakan ritual dan memanggil orang pintar sebelum kami membuka lahan baru masalah-masalah itu datang, dan terus terang sangat mengganggu. Proyek yang seharusnya sudah bisa berjalan malah kini terbengkalai. Maka sengaja saya mengundang Mas Faqih ini untuk bisa menolong membereskan apa yang ada di proyek, saya akan sangat berterima kasih atas bantuan dari Mas Faqih ini.”  “Baik pak saya akan coba membantu sebisa saya, saya tidak menjanjikan kalau saya pasti berhasil, sebab saya hanyalah sebagai media perantara yang nantinya akan menjembatani dari pihak Pak Sofyan dengan makhluk gaib yang ada di lokasi proyek Bapak itu.  Saya akan coba mengadakan mediasi dan mudah-mudahan semua bisa berjalan lancar tanpa ada kendala berarti, harapan saya juga proyek yang sedang Bapak jalankan bisa segera di mulai lagi tanpa ada kendala-kendala dari makhluk-makhluk lain seperti itu.”  “Kalau begitu sangat berterima kasih kalau Mas Faqih bersedia untuk membantu saya menyelesaikan masalah yang jujur saja tidak masuk akal kalau menurut saya. Saya ini termasuk orang yang realistis, Mas Faqih. Saya sebenarnya kurang percaya dengan hal-hal yang begituan. Tapi ya bagaimana lagi, sebagai orang yang beragama saya percaya bahwa yang gaib itu ada, jin itu ada, cuma kalau melihat langsung wujud dari yang namanya setan sejak saya lahir sampai sekarang saya belum pernah melihat secara langsung dengan mata kepala sendiri. Dan kalau bisa sih memang tidak usah lah. Ya kan, Mas Faqih?”  Kata-kata Pak Sofyan mengundang tawa Faqih dan Mandor Salman, kemudian muncullah perempuan yang tadi membukakan pintu gerbang. Dia datang membawa tiga buah gelas yang berisi sirup dingin diletakkan di meja teras, lalu dia pamitan untuk masuk lagi ke dalam rumah.  “Jadi kira-kira kapan Mas Faqih bisa datang ke lokasi proyek?” tanya Pak Sofyan meminta kepastian dari Faqih.  “Sepertinya saya tidak perlu datang ke lokasi kalau hanya untuk bermediasi, mediasi dari sini juga bisa. Terus terang, saya butuh ruangan khusus yang mungkin hanya ada kita bertiga di dalamnya nanti. Saya akan coba untuk memanggil pimpinan dari makhluk-makhluk yang ada di sana untuk saya ajak bicara.”  Belum sempat Pak Sofyan menjawab kata-kata yang diucapkan oleh Faqih, suara adzan maghrib terdengar, Pak Sofyan pun mengajak Mandor Salman dan Faqih untuk shalat berjamaah, kebetulan sekali di rumah Pak Sofyan memang ada ruangan khusus yang dipakai untuk shalat berjamaah. Mereka bertiga pun lantas masuk ke dalam rumah menunaikan sholat bersama, setelah melakukan sholat ketiganya lalu kembali duduk di teras rumah.  “Saya rasa tempat kita shalat tadi bisa kok Pak, dipakai untuk mediasi.” Faqih berkata pada Pak Sofyan.  Kalau memang menurut Mas Faqih begitu ya saya setuju-setuju saja,” kata Pak Sofyan.  “Maaf sebelumnya, Mas Faqih. Kalau untuk menangani hal begini biasanya Mas Faqih dibayar berapa sama orang-orang yang sudah Mas Faqih tolong?” Satu pertanyaan dari Pak Sofyan yang mengejutkan Faqih.  “Lah ... kalau saya boleh bilang, jujur saja, Pak. Sampai  saat ini sepeserpun saya belum pernah menerima uang yang mereka berikan untuk saya atas jasa saya membantu mereka menjadi mediasi antara mereka dengan makhluk gaib yang membuat masalah di kehidupan mereka.”  “Wahh ... Mas Faqih ini bagaimana? Itu kan jasa, Mas. Setidak-tidaknya ada lah uang rokok yang harusnya Mas Faqih terima.” Pak Sofyan berkata, dia bingung dengan sikap Faqih yang aneh itu, yang menolak bayaran dari jasa mediasinya.  “Bagi saya sekedar untuk kebutuhan sehari-hari dari gaji yang diterima dari Mandor Salman sebagai upah bekerja, itu sudah cukup. Adapun yang saya lakukan untuk menolong orang-orang yang susah itu, sudahlah ... saya angkap itu sebagai amal ibadah saya saja, untuk tabungan saya nanti dia akhirat kelak.”  “Ternyata benar-benar mulia sekali Mas Faqih ini, tanpa pamrih. Wajar saja kalau sampai kemampuan Mas Faqih kini cukup dikenal banyak orang. Karena Mas Faqih membantu orang lain tanpa pamrih, tanpa meminta imbalan sepeser pun.”  “Kira-kira kapan waktu yang tepat kita akan mengadakan acara mediasi yang seperti Mas Faqih bilang tadi?” tanya Pak Sofyan, meminta kejelasan waktu mediasi Faqih.  “Insya Allah malam ini ba'da isya, kita bisa langsung mulai mediasinya usai mengerjakan shalat isya berjamaah,” terang Faqih meyakinkan Pak Sofyan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD