Beberapa tahun kemudian, iblis masih setia dalam tubuh Faqih. Ia sekarang berada di luar kampungnya merantau mencari sedikit rezeki demi membantu emak dan babenya. Destinasi yang ia pilih adalah Pulau Kalimantan. Menjadi kuli bangunan adalah pekerjaan yang tidak perlu memiliki keahlian khusus. Jika saja di kampung ada pekerjaan mungkin Faqih takkan sampai merantau ke daerah yang jauh. Kalaupun ada, persaingan di kampung juga sangat ketat untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Selain factor keberuntungan, factor skill juga turut mempengaruhi pekerjaannya. Belum lagi dari factor kekeluargaan atau KKN, sudah pasti ini yang lebih di utamakan.
Faqih yang masih minim pengalaman dan juga tidak memiliki kenalan orang dalam, terpaksa harus angkat kakinya dari kampung yang telah membesarkannya. Ia jelas terlempar dari persaingan di kampungnya jika menyangkut soal rezeki. Meski dengan berat hati ia juga harus meninggalkan orang orang yang ia sayangi termasuk sang pacar. Tapi ini semua juga demi mereka pikirnya. Selain itu faktor perselisihannya dengan sang Guru Pranajaya juga ikut andil dalam alasannya meninggalkan kampungnya saat itu.
Tibalah ia di Pulau yang masih asing buat dirinya. Jika dalam benaknya dulu Kalimantan adalah pulau yang terasing dengan kondisi alam yang sangat alami. Selama ini yang ia tahu dari orang orang jika pulau ini sangat tertinggal dengan penduduk yang tidaklah sepadat di Jawa. Tapi setelah tiba disana ia hanya bisa melongo melihat perkembangan zaman di pulau tersebut tidak kalah dengan kampungnya. Semua fasilitas sarana dan prasarana di pulau itu malah lebih maju ketimbang daerah Faqih.
Melalui ajakan seorang teman yang telah dulu menginjakkan kakinya di pulau itu. Ia bersama beberapa orang dari Jawa di berangkatkan dengan kapal. Memalui telepon ia di janjikan sebuah pekerjaan yang cukup menggiurkan dengan pendapatan di atas rata penghasilan di kampungnya. Semua sisi baik sudah di ceritakan teman tadi. Hanya hal hal enak saja yang di ceritakan si teman tadi. Faqih yang mendengar kesempatan emas begitu, tanpa berpikir panjang lagi langsung mengiyakan tawaran teman tadi. Semua keperluan di sana segera ia siapkan, namun sebelumnya ia meminta izin pada kedua orang tuanya. Sedikit shock mereka saat mendengar keinginan anak semata wayangnya yang ingin mengadu nasib di kota orang. Tapi keduanya tak bisa menahan keinginannya, karena mereka juga tahu betapa kerasnya sifat si anak, di tambah lagi dia anak kesayangan satu satunya.
Saat berada di pulau itu ia sudah di suguhi pemandangan kota yang sudah maju dengan fasilitas kendaraan yang tak kalah dengan yang ada di kotanya. Nuansa hutan yang masih asri juga masih terlihat kehijauannya. Bersama teman temannya yang hanya bisa berdecak kagum melihat kenyataan yang tersuguh di depan mata mereka. Belum lagi lautan yang begitu luas, mengelilingi kota minyak tersebut. Ternyata mereka selama ini salah duga jika pulau ini isinya hanya hutan belantara saja.
Kurang lebih 3 jam perjalanan mereka menuju lokasi keluar dari kota tersebut. Pikir Faqih sebentar lagi akan tiba, tapi ternyata ia harus menempuh beberapa jam lagi ke tempat mereka akan bekerja. Sepanjang jalan tadi yang mereka lihat hanyalah hutan di kiri kanan jalan. Nyaris tanpa ada kendaraan. Waktu berjalan terasa sangat lambat buat Faqih dan teman temannya. Sudah nyaris 5 jam ia belum juga tiba di lokasi. Sementara hari sudah mulai tampak gelap karena di tinggalkan sang mentari yang tenggelam di ufuk barat.
Akhirnya tibalah ia di sebuah lokasi yang tampak sangat sepi, nyaris tidak ada penghuninya. Di sana hanya ada sebuah bangunan yang agak besar seperti gudang. Faqih sedikit terkejut dengan kondisi lapangan yang tidak sesuai dengan apa yang di katakana oleh temannya sewaktu di telpon. Disana ia juga tidak menemukan teman yang menelponnya tersebut. Hanya ada 1 atau 2 orang yang keluar menemui mereka. Badan yang besar dan tegak serta wajah yang garang, mereka menghampiri Faqih dan teman temannya. Tidak ada sedikitpun keramahan dari wajah mereka.
Faqih yang di tubuhnya memiliki iblis yang merasuk dalam tubuhnya, tampak biasa saja menghadapi mereka. Ia tenang saja justru yang ia khawatirkan adalah teman teman yang bersama dengannya yang berangkat dari kampung. Karena sudah terlanjur tiba di lokasi rasanya Faqih urung membatalkan niatnya untuk bekerja.
Ternyata pekerjaan yang di janjikan oleh temannya hanyalah isapan jempol belaka. Semua orang yang telah berada di lokasi di pekerjakan sebagai buruh kasar untuk membantu membuat jalan. Kontraktor atau bos yang membawahi mereka adalah orang asli penduduk pulau tersebut. Tindakannya yang sangat arogan membuat semua buruh jadi takut untuk melawan atau menolak perintahnya. Apalagi lokasi tinggal mereka sangatlah jauh dari kehidupan yang layak. Semua yang tampak hanya hutan belantara yang mengelilingi lokasi mereka bekerja. Tidak ada orang yang seliweran selain mereka yang bekerja.
Sudah sebulan Faqih bekerja di camp tersebut. Gaji yang ia harapkan seperti temannya katakan ternyata sangat jauh dari harapan. Pendapatan yang mereka dapat sangat jauh dari standar upan buruh pada umumnya, bahkan itu pun masih di potong jika ada absen atau kedapatan sedang malas bekerja. Penderitaan Faqih dan teman temannya tidak hanya itu, dari kehidupan di camp tersebut mereka juga tidak mendapat asupan yang layak. Menu sehari hari makan tidak sepenuhnya terpenuhi oleh pihak kontraktor. Belum lagi siksaan yang mereka dapatkan ketika ada buruh yang sedang sakit dan tak mampu bekerja maksimal.
Alhasil Faqih tak bisa mengirim apapun dari hasil ia bekerja. Hingga memasuki dua bulan ia bekerja di camp tersebut tak juga ada perubahan. Badannya pun jadi kurus karena kurang asupan. Tanpa ada angin tiba tiba Faqih langsung mengamuk di tempat ia bekerja. Ia tampak seperti orang yang sedang kesurupan. Teman temannya yang berada di dekatnya tak mampu meredam amarah si Faqih. Ketika orang orang kepercayaan kontraktor mencoba meredam amarah Faqih, mereka semua terpental. Salah satu ada juga yang tak mau mengambil resiko, nekad menggunakan senjata tajam untuk menghabisi Faqih. Tapi semuanya sia sia, iblis yang ada di dalamnya sudah menyatu dengan Faqih. Alhasil semua jenis senjata tajam tidak akan mampu menembus kulitnya. Justru keadaan malah berbalik arah, satu persatu anak buah atau orang kepercayaan kontraktor bisa di habisi oleh Faqih.
Setelah semuanya reda, Faqih baru tersadar atas apa yang telah di lakukannya. Tampak ia kebingungan dan melihat semua temannya juga tampak ketakutan ketika melihatnya. Tanpa pikir panjang lagi segera ia pergi meninggalkan camp tersebut. Ia tidak lagi mempedulikan semua barang barangnya, yang ada dalam pikirannya saat itu adalah ia harus pergi sejauh mungkin.