Bab 14

1112 Words
Raja membuka matanya, pria itu menoleh ke arah tempat di sampingnya, kosong. Pria itu Pun bangun dan melihat ke arah bad cover di lantai yang tadi dirancang oleh Kanaya. Rupanya, gadis itu memilih tidur di sana. "Gila, dia lebih memilih tidur di lantai daripada tidur sama gue," gumam Raja, ada rasa terenyuh yang melanda hati pria melankolis itu. "Ah, bodo amat," ujar pria itu yang kembali merebahkan tubuhnya. Raja merentangkan kedua kakinya dan juga kedua tangannya. "Ah, terserah, dia sendiri yang memilih tidur di lantai." "Ah nyamannya," gumam Raja, pria itu berusaha memejamkan matanya kembali, tetapi pikirannya terus tertuju pada Kanaya yang meringkuk di lantai meskipun memakai selimut. Lama-lama, Raja tak tega, pria itu pun segera bangkit lalu melihat pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu malam, lalu pada AC. Raja tidak bisa tidur tanpa AC, bahkan kemarin di kos-kosan, dia membeli AC Cooler dari pada hanya mengandalkan kipas angin. "Tapi kasihan juga kalau karena dia tidur di lantai, bisa masuk angin dia," gerutu Raja. Pria itu kemudian berpikir, lebih baik dia mengalah. Raja pun turun dari ranjang lalu membuka selimut yang menutupi tubuh kecil Kanaya, lalu dengan hati-hati pria itu membopong tubuh itu dan memindahkannya ke atas ranjang. "Ya, gimanapun kan gue dokter, masa gue biarin orang lain sakit, apalagi si bisu ini istri gue." Raja menghela napasnya panjang, lalu ia pun mengalah, mengambil ponselnya, lalu dirinya merebahkan tubuhnya di lantai tempat Kanaya tadi. "Besok gue ada jadwal apa?" Raja pun memeriksa schedule harian miliknya esok hari, bagaimanapun dia dan Kanaya menikah diam-diam, tanpa pesta pernikahan, hanya akad dan syukuran keluarga saja tadi, dia tidak mengambil cuti di rumah sakit juga kampusnya. Kuliah spesialis benar-benar menyita waktunya, sibuk di kampus, lalu residen di rumah sakit, tapi Raja tetap semangat karena itu cita-citanya. Raja ingin membuktikan pada ibunya jika menjadi seorang dokter tidak perlu mengabaikan keluarga seperti yang ibunya lakukan. Raja mengernyitkan dahinya saat membaca pesan dari Luki. [Ja, lo udah nikah sama anak konglomerat itu, berarti kartu lo udah dibuka blokirnya kan sama bokap lo, gue mau pinjem duit lagi dong.] "Sial Luki," desis Raja menahan kesal, sekarang dia tahu dari mana Kanaya tahu soal pemblokiran kartu itu. "Sialan, gara-gara Luki gue gagal malam pertama, gak bisa apa dia tanya langsung besok," umpatnya tertahan. *** Kanaya membuka matanya saat mendengar azan berkumandang. Ia pun perlahan bangkit dan menggeliat. Namun sesaat kemudian, Kanaya tersadar di mana dirinya berada. Gadis itu pun berpikir. 'Bukannya semalam aku tidur di bawah?' ucapnya dalam hati. Kanaya lalu menoleh ke arah tempat di sampingnya, kosong. Gadis itu langsung memeriksa tempat di samping ranjang. Kanaya menutup mulutnya saat melihat Raja terlentang di bawah sama. 'Jadi semalam dia memboyongku ke sini dan dia pindah tidur di sana?' batinnya tak percaya. Mengetahui itu, hati Kanaya terasa hangat, dia tidak menyangka pria playboy dan arogan yang menjadi suaminya itu rela melakukan hal itu, padahal sebelumnya Raja menolak tidur di lantai dan bersikeras tidur di atas ranjang. Namun, Kanaya segera menggeleng, dia tidak boleh terharu. Raja hanyalah seorang playboy yang materialistis, memanfaatkan dirinya hanya demi harta. Apa bedanya dia dengan Andreas, begitu pikirkan Kanaya, lalu gadis itu turun dari ranjang, ia menuju kamar mandi. Setelah sholat dan mandi, Kanaya keluar dari kamarnya untuk membantu mamanya memasak sarapan di dapur. Meski rumah itu ada banyak asisten, untuk sarapan selalu Mama Kinanti yang membuatnya. "Ma, ma-sak a-apa, Ma?" tanya Kanaya. "Nasi goreng sayang, sisa nasi semalam masih banyak banget, ini aja udah dibawa Mbak-Mbak ke paviliun," jawab Kinanti. "Oh ya, Mama gak tau, suami kamu suka pedes apa nggak ya?" tanya Kinanti. Kanaya pun berpikir, dia mana tahu hal itu. Namun, tiba-tiba terbersit pikirannya untuk mengerjai suaminya itu. Kanaya pun tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya dan menggerakkan jemarinya, mengatakan kalau Raja sangat menyukai pedas, bahkan gadis itu meminta ibunya untuk menaikkan level pedas yang biasanya dikonsumsi oleh keluarga itu. Mengetahui itu, Kinanti mengernyitkan dahinya, ia ragu. "Apa tidak apa-apa sayang sarapan makanan pedas?" tanya wanita itu. Kanaya mengangguk dan kembali memberi jawaban melalui gerakan jemarinya, bahwa tidak masalah bagi seorang Raja karena pria itu sangat menyukai pedas. Melihat ibunya yang masih ragu, akhirnya Kanaya mengatakan bahwa biar dia saja yang masak khusus untuk suaminya dan Mama Kinanti biar memasak untuk yang lainnya saja. "Sayang, kamu kan belum bisa masak," ujar Kinanti. Kanaya menggeleng. "Udah bisa Ma," ucapnya dalam bahasa isyarat. Kinanti tersenyum. "Ya sudah, kamu ikuti arahan Mama ya," ucapnya. Kanaya mengangguk, lalu mulai mengikuti arahan ibunya. Dalam hati, Kinanti ada sedikit merasa lega. Putrinya yang introvert, yang biasanya suka menyendiri atau hanya berteman dengan Puri, sekarang memiliki seseorang yang menjadi temannya. Kinanti sudah mengamati Raja, menantunya itu tipe yang ekstrovert, sangat bertolak belakang dengan Kanaya. Kinanti harap, Raja bisa membawa Kanaya keluar dari zona ketidak percayaan dirinya. Semoga nanti, Kanaya mau melanjutkan terapi bicara. Dulu saat usia baru masuk SMP, tiba-tiba Kanaya menjadi lebih pendiam dan tidak mau melanjutkan terapinya. Satu hal yang Kinanti sesali hingga kini, dia kurang memperhatikan Kanaya di masa pubertas putrinya itu karena dia sibuk mengurus Keenan juga sering bepergian menemani suaminya. Entah apa yang terjadi saat itu hingga Kanaya menjadi begitu pendiam, Kanaya tidak pernah mau bicara yang sebenarnya. Bahkan, kasus bullying verbal yang dialami Kanaya tidak bisa diusut secara tuntas karena Kanaya tak mau bicara yang sebenarnya. Kanaya sempat pindah sekolah, memang lebih baik di sekolah baru, tetapi itu tidak merubah kepribadian Kanaya menjadi terbuka. "Ma." Kinanti tersadar dari lamunannya saat Kanaya menepuk bahunya. "Oh, ya sayang," jawab Kinanti. Kanaya menunjukkan potongan bumbu di atas talenan. "Oh, em itu terlalu besar-besar, diulek aja ya," kata Kinanti. Sementara itu di kamarnya, Raja baru saja terbangun, pria itu panik karena dia bangun jam enam pagi. "Astaga, gue ada kelas jam setengah delapan," ucapnya. Pria itu langsung lari ke kamar mandi dan segera membersihkan dirinya dengan secepat kilat. Hanya lima menit, Raja sudah selesai mandi. Pria itu segera bersiap untuk pergi ke kampusnya. "Untung udah ganteng dari lahir, gak perlu effort lebih biar tampil maximal," ucapnya. Setelah itu, Raja keluar kamar, dia harus ke apartemenya lebih dulu untuk mengambil barang-barang yang ia butuhkan untuk kuliahnya. "Nak Raja!" Raja yang baru saja turun tangga menghentikan langkahnya, dia menoleh, sang ibu mertua memanggilnya. "Iya Ma," jawab Raja, rasanya canggung memanggil Mama pada ibu mertuanya, sudah lama sekali Raja tak memanggil seseorang dengan sebutan itu. "Mau ke kampus?" tanya Kinanti, dia sudah tahu jika menantunya tak mendapat cuti baik dari kampus atau rumah sakit. "Iya Ma," jawab Raja, dia melihat pada jam di tangannya, sudah hampir pukul tujuh pagi. "Sarapan dulu, Naya sudah siapkan loh," kata Kinanti. Mata Raja langsung membulat. "Naya yang masak, Ma?" tanya pria itu. "Iya," jawab Kinanti. 'Mampus gue, bisa darah tinggi kalau makan masakan Kanaya lagi,' batin Raja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD