Calon Masa Depan

2131 Words
Beberapa hari berlalu. Seperti yang sebelumnya Clarissa katakan, tiga hari yang lalu pengumuman kelulusan SMA bakti akhirnya benar-benar terlaksana. Clarissa lulus dengan nilai sempurna. Clarissa memang tergolong siswi berprestasi, cerdas dalam semua mata pelajaran, hanya saja sikapnya yang tetap belum bisa sedewasa teman-temannya. Mungkin itu adalah satu di antara sekian alasan kenapa Clarissa bisa begitu fokus dengan sekolahnya. Saat teman sebayanya justru sudah mulai direcoki dengan urusan lain seperti pacaran atau sejenisnya, sementara Clarissa bukan anak seperti itu. Clarissa akan cenderung lebih dekat ke ibu dan ayahnya dan yang pasti satu-satunya orang yang akan menjadi target ke usilan Clarissa adalah Kendra. Duda anak satu yang sudah lama menjadi single parent untuk satu-satunya putri yang dia miliki. Dia sudah menjadi duda meresahkan bagi Clarissa juga para staf dan pegawai wanita di perusahaan ayah Clarissa, maka jangan heran jika Clarissa ingin segera menyingkirkan stempel duda meresahkan untuk laki-laki yang masih sangat tampan di usia empat puluh tahun itu, usia yang juga sama dengan usia sang ayah. "Clarissa, apa kau sudah siap?" Tanya Renata saat membuka pintu kamar putrinya , guna mengecek apakah gadis itu sudah siap dengan gaun pestanya atau tidak , tapi ternyata gadis itu masih belum beranjak dari atas ranjangnya, padahal Renata sudah siap dari tiga puluh menit yang lalu. Clarissa hanya beringsut sedikit, masih enggan melepas bantal gulingnya dan Renata semakin di buat pusing. "Oh, Clarissa. Kenapa kau malah belum beranjak." Renata langsung menahan kepalanya yang tiba-tiba berdenyut nyeri karena jam sudah menunjukkan angka delapan malam tapi Clarisa masih saja belum beranjak dari tempat tidurnya , padahal ini adalah pesta perusahaan ayahnya , dan sebagai putri satu-satunya dari pemilik perusahaan itu , tentu saja Clarissa harus ikut. "Apa Om Kendra juga akan ikut?" Tanya nya sambil menghela nafas dan Renata justru terlihat membalas helaan nafas putrinya. "Om Kendra, Om Kendra. Sampai kapan kamu akan merecoki Om Kendra kamu? Ingat kau masih muda dan perjalanan asma,,," "Stop Mama. Caca capek jika harus mendengar keluhan Mama untuk yang itu itu saja." Potong Clarissa untuk sanggahan ibunya, dan kembali menjatuhkan kepalanya di atas bantal sambil menatap layar ponselnya, melanjutkan berbalas pesan dengan para bestinya. "Lagian Caca gak mau yang lain, Caca maunya cuma sama Om Kendra. Cuma Om Kendra." Sambung Clarissa lagi dan Renata langsung berkacak pinggang. "Oh, Clarissa, putri Mama yang paling cantik sejagat raya. Lihat penampilan kamu saat ini, jika kau tidak bergerak cepat untuk berdandan, Mama dan Papa akan meninggalkan kamu di rumah. Biarkan saja Kendra di kelilingi sama wanita-wanita cantik yang akan hadir di pesta itu malam ini. Mama yakin, hari ini laki-laki gondrong itu akan kembali menjadi pusat perhatian para kaum hawa. Mama yakin dia akan datang dengan penampilan terbaiknya, dan akan kembali membuat seribu kariwan perempuan di perusahaan Papa mu resah dan ingin ,,,,!" "What,,,?" Clarissa langsung bangkit dari rebahnya, meletakkan ponselnya asal. "Jadi Om Kendra juga akan datang?"____"kenapa Mama gak bilang dari tadi sih." Clarissa buru-buru memakai sendal bulu kucingnya dan Renata terlihat memutar bola matanya asal. "Tau gitu Caca dah dandan dari tadi siang!" Sambung Clarissa sambil menjepit rambutnya dan buru-buru mencuci muka setelah mencium aroma ketiaknya yang masih harum, jadi dua gak perlu mandi lagi. (Anak gadis kelakuannya kek gitu) "Bantu Caca, Mama!" Seru Clarissa saat mengeluarkan gaun yang kemarin ibunya siapkan untuk dia gunakan malam ini, tapi Renata hanya terlihat menghela nafas. "Mama dan Papa sudah telat , Caca. Kau berangkat saja sama sopir lain nanti, Mama dan Papa duluan aja!" Ucap Renata yang sudah kembali bangkit dari bibir ranjang putrinya dan berlalu begitu saja dari kamar putrinya meskipun Clarissa masih butuh bantuan Renata untuk membuatkan alis. "Mama, tungguin Caca." Panik Clarissa. "No. Kau minta bantuan bibi saja, Mama sudah terlambat. Lagian Mama heran sama kamu, di suruh siap-siap dari tadi sore ampe sekarang malah rebahan." Tolak Renata saat keluar dari pintu kamar putrinya dan menuruni anak tangga rumahnya untuk sampai di lantai utama di mana suaminya masih menunggu dengan setelan jas terbaiknya. "Mana Clarissa?" Sapa Joan saat melihat ke arah tangga dan hanya Renata yang turun dari lantai atas rumah itu. "Dia lagi bersiap." Jawab Renata. "Sudah , kita jalan saja duluan, nanti dia di antar sopir lain. Dia baru mau pakai gaunnya." Sambung Renata dan Joan langsung terlihat mengerutkan alis. "Baru mau pake gaunnya?" Kutip Joan dan Renata langsung mengangguk. "Iya. Taulah kebiasaan putri Papa itu. Kudu ngereong perkara Kendra dulu baru mau bergegas!" Jawab Renata dan kali ini Joan juga ikut menghela nafas karena bagaimanapun dia juga tau satu kebiasaan putrinya yang satu ini. Benar saja, Joan dan Renata berangkat lebih dulu dengan sopir utama keluarga itu dan rencananya Clarissa akan di antar oleh sopir lain. Joan lebih dulu mengirim balasan pesan pada sekertarisnya jika dia sudah berangkat, karena dari tadi wanita cantik yang merupakan adik Renata itu sudah mengatakan jika para tamu mulai menanyakan keberadaan Tuan rumah pesta itu, dan Joan juga sudah terlambat lebih dari satu jam dari jadwal yang sudah di rencanakan untuknya memberi kata sambutan. Clarissa benar-benar rempong sekarang, make up nya sudah selesai, tapi garis alisnya masih belum di buat, dan dia benar-benar tidak bisa membuat gambar alis. "Bibi,,, cepat bantu Caca . Alis Caca kacau Bi," teriak Clarissa saat keluar dari pintu kamarnya dan mencari keberadaan bibi, asisten rumah tangga ibunya sekaligus wanita yang sudah menjadi ibu kedua bagi Clarissa, karena wanita itu sudah mengurus Clarissa dari sejak Clarissa lahir. Sang bibi juga langsung membantu Clarissa membuat alisnya, dan meminta Clarissa tenang agar alis itu bisa simetris. "Ini gara-gara Mama yang telat ngasih tau jika Om Kendra bakal ada di pesta itu, tau gitu Caca dari tadi udah siap-siap!" Clarissa bicara sendiri saat bibi fokus dengan alis Clarissa. "Cepat Bi, nanti Om Kendra di dekati ulat bulu dan semut merah , macam mana. Om Kendra kan suka kali mancing-mancing!" Kembali Clarissa bicara sendiri dan bibi hanya terlihat menggelengkan kepala. "Tak apa. Kalo jodoh mah gak kemana. Non Clarissa berdoa saja biar Tuan Kendra benar-benar jadi jodoh Non!" Jawab bibi untuk semua keluh kesah gadis itu. "Udah Bi. Tiap hari malah, tapi herannya Om Kendra kenapa ya belum datang ngelamar Caca. Apa dia ,,,!" "Hust. Jangan banyak mikir ih. Liat, alis Non udah bagus." Bibi memberikan cermin kecil pada Clarisa untuk mengoreksi ukiran alis gadis itu dan Clarissa hanya asal mengangguk. "Udah, kalo gak mau Tuan Kendra benar-benar di dekati wanita lain, mending Non Clarissa buru-buru nyusul Tuan dan Nyonya ke pesta." Sambung bibi saat membantu Clarissa bangkit dari duduknya, dan seorang asisten rumah tangga lain juga sudah membawa tas dan ponsel Clarissa ke bawah dan Clarissa benar-benar menyusul ibu dan ayahnya ke pesta dengan di antar oleh sopir keluarganya yang lain. Ada kemacetan cukup parah di jalur utama menuju perusahaan Mahesa Group, jadi sang sopir pilih menggunakan jalur lain untuk sampai di perusahaan itu dengan cepat dan benar saja , butuh waktu dua puluh menit untuk sampai di perusahaan itu, padahal biasanya hanya butuh lima belas menit saja. Clarissa sampai di pintu utama perusahaan ayahnya, dan di sambut oleh beberapa tamu undangan yang memang mengenal Clarissa sebagai putri tunggal Joan Mahesa, CEO perusahaan Mahesa group. Benar dugaan Clarissa sebelum, saat Clarissa masuk di aula pesta , dia langsung menangkap pemandangan yang bikin otak dan matanya panas, dimana di salah satu meja, Kendra tengah berdiri sambil berbicara dengan seorang wanita dan wanita itu terlihat menggoda Kendra dengan lipstik merah terang yang justru membuat belah bibir wanita itu terlihat besar dan tebal. Clarissa tau siapa wanita itu, itu adalah mantan adik ipar Kendra, adik perempuan dari mendiang istri Kendra, dan dari sudut pengamatan Clarissa, wanita bernama Nena itu begitu tergila-gila sama Kendra, meskipun Kendra tidak pernah menyadarinya atau malah tidak pernah menganggap itu benar, tapi Clarissa yakin jika Nena sepertinya diam-diam menyukai Kendra, mantan kakak iparnya. "Om Kendra,,,!" Sapa Clarissa saat berjalan menghampiri Kendra dan wanita bergincu merah terang itu, dan seketika air muka Nena langsung terlihat tidak suka, tapi Kendra senantiasa membagi senyum saat menyapa gadis itu dan percayalah, itu adalah satu di antara sekian banyak pesona yang membuat Clarissa begitu tergila-gila sama Kendra, duda anak satu yang selalu membuat resah kaum hawa. "Om. Kok Om Kendra gak jemput Caca sih? Om Ken lupa ya kalo Caca itu calon masa depan Om!" Clarissa langsung protes dan Nena terlihat menghela nafas dalam diam, lalu mencerbikkan bibirnya untuk mengejek sikap posesif gadis itu. Nena tau siapa Clarissa, karena Kendra dulu sering membawa Clarissa pulang saat gadis itu masih . menggunakan seragam merah putih, hanya saja Nena tidak pernah menyangka jika Clarissa yang merupakan anak ingusan itu justru begitu terobsesi dengan Kendra. "Clarissa,,,!" Sapa Nena tapi Clarissa menolak untuk memalingkan wajahnya dari Kendra. "Om itu jahat ya. Udah gak jemput Caca, sekarang Om malah asik sama mak lampir ini!" Ucap Clarissa dengan sangat lirih, kesal dan menarik jas Kendra. "Clarissa, mana Papa dan Mama kamu? Kenapa Om gak bisa melihat mereka tengah pesta ini?" Ucap Kendra saat melihat sekeliling tempat itu , dan tidak menemukan keberadaan Joan dan Renata. Pikiran Kendra Clarissa pasti datang bersama kedua orang tuanya, tapi sejauh mata Kendra menelisik, kedua pasangan suami istri itu masih belum tampak di aula pesta. "Ada kok Om. Tadi Mama dan Papa berangkat duluan ke pesta, dan ninggalin Caca karena Caca lama dandannya, padahal kan Caca dandan biar cantik untuk Om Kendra." Jawab Clarissa dan Kendra langsung terlihat mengerutkan alisnya. "Mana? Dari tadi Om belum liat mereka!" Jawab Kendra dan baru setelah itu Clarissa berbalik dan ikut menjejakkan pandangannya ke seluruh aula itu dan benar saja, dia tidak bisa melihat keberadaan kedua orang tuanya. "Clarissa,,,?" Sapa Retno, sekertaris ayahnya. "Tante." Clarissa. "Mana Papa dan Mama kamu?" Tanya Retno lagi dan kembali Clarissa menoleh ke arah Kendra. "Mereka tadi udah jalan duluan lho Tante, tapi,,," Dering panggilan dari ponsel Retno mengalihkan perhatian Clarissa dan Retno. Retno langsung merogok tasnya, kemudian mengeluarkan ponsel miliknya. Ada panggilan dari nomer tidak di kenal masuk ke ponsel itu Retno meminta Clarissa diam sejenak karena dia harus menerima panggilan telpon itu sebentar. "Iya, hallo!" Sapa Retno setelah menggeser layar ponselnya dan menerima panggilan telpon itu . "Apa benar ini dengan ibu Retno Widi?" Sapa orang di seberang telpon dan Retno langsung mengangguk seolah lawan bicaranya ada di hadapannya. "Iya, saya sendiri." Jawab Retno sopan dan kembali meminta Clarissa untuk diam, saat gadis itu kembali merecoki Kendra. "Maaf, ini dengan siapa ya? Saat ini saya sedang sibuk, jadi jika tidak ada keperluan yang terlalu penting, bisa kah Anda menghubungi saya lain waktu!" Sambung Retno karena sebenarnya ini bukanlah waktu yang tepat untuk menerima telpon dari orang yang tidak dia simpan nomernya di ponselnya. "Oh maaf jika saya mengganggu kesibukan Anda, Nyonya, tapi saya hanya ingin mengabarkan jika saat ini,,," "Clarissa stop. Tante lagi bicara!" Potong Retno saat Clarissa terlihat berdebat dengan Kendra. "Maaf tadi apa pak?" Tanya Retno lagi saat belum sepenuhnya mendengar penjelasan laki-laki yang saat ini menghubungi dirinya. "Bisakah Nyonya datang ke rumah sakit JA sekarang? Ada sesuatu yang sangat mendesak dan saya tidak bisa menghubungi siapapun selain Anda, karena nomer Anda adalah salah satu nomer yang melakukan interaksi terbanyak dengan salah satu korban kecelakaan di rute mandiri dua atas nama Joan Mahesa!" Jawab laki-laki yang Retno yakin seorang polisi, jika mendengar dari cara dan intonasi gaya bicaranya. "What,,,?" Syok Retno dan seketika Clarissa dan Kendra langsung menoleh ke arah wanita itu. "Datanglah ke rumah sakit JA, kami akan menjelaskan semuanya di sini!" Ujar polisi itu lagi, tapi Retno seolah membeku di tempatnya, dan Kendra semakin mengerutkan alisnya, dengan ekspresi Retno. "Baik pak, saya akan segera ke sana!" Jawab Retno setelahnya, lalu berbalik meninggalkan Clarissa dan Kendra dengan terburu-buru sebelum mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada Clarissa ataupun Kendra. Retno masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan suami dan para tamu pesta, dan saat di perjalanan, Retno menghubungi Kendra dan mengabarkan jika Joan dan Renata, istrinya kecelakaan, dan sekarang mereka ada di rumah sakit JA. Retno meminta Kendra untuk mengantikan peran Joan di pesta itu, mengingat Kendra dan Joan memang sabahat kental sekaligus orang kepercayaan Joan Mahesa, dan Retno juga meminta pada Kendra untuk menjaga Clarissa sejenak, sampai dia melihat kondisi Joan dan Renata, setelahnya Retno akan segera menghubungi Kendra lagi. Sesampainya di rumah sakit, Retno mendapati kenyataan jika Renata dan sang sopir meninggal di tempat kecelakaan, sementara Joan Mahesa masih bisa di selamatkan meskipun keadaannya sangat kritis dan masih belum sadarkan diri. Kecelakaan beruntun yang di duga di akibatkan oleh sopir truk mobil box yang mengantuk dan menabrak empat buah mobil yang sedang berhenti di lampu lalu lintas yang sedang menyala merah ,dan dari empat mobil itu ada lima pengguna jalan di dalam mobil yang meninggal di tempat, termasuk Renata dan sopir keluarga Mahesa yang kebetulan berada di paling belakang, dalam artian mobil Joan yang paling dulu di tabrak sebelum mobil box itu menyeret tiga mobil lain dan empat motor di depan mobil Joan, dan berhenti saat pembatas jalan menjepit ke empat mobil itu, naas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD