indahnya sebuah kebersamaan akan terasa saat hilangnya dendam dan kebencian diantara sesama.
"Sudah! Aku tak ingin kalian tabok-tabokan lagi!" Seru Rin. Dia kesal karena sudah kenak imbas kekonyolan Menejer dan pimpinannya. Mereka hanya diam tak berani menjawab, semua tau jika Ratu singa sudah bicara maka jangan dibantah atau kepala benjol sepuluh.
Rain hanya tersenyum melihat gadis itu, dia kagum pada kemampuannya yang bisa menjinakkan teman-temannya yang kadang bertingkah aneh itu. Tanpa sengaja matanya menangkap sosok gadis kecil berjalan sambil mendekap buku.
"Apa, anak baru itu namanya Erika?" Tanyanya memastikan. Rahmat dan Jae Sung langsung mengalihkan perhatiannya pada pria cantik itu dan menatapnya penuh selidik.
"Hei, hei. Jangan memandangku begitu, aku hanya tanya," protes Rain tak nyaman dipandangi begitu.
"Iya," jawab Rahmat.
"Baiklah," kata Rain yang langsung berdiri dan meninggalkan tempat duduknya.
"Dia mau kemana?" Tanya Rahmat entah pada siapa.
"Kenapa kau tidak menarik-narik celananya, terus sok-sok an menangis seperti yang kau lakukan padaku tadi," cibir Jae Sung.
"Buat apa? Rain itu pria baik, jadi dia pasti akan kembali. Tidak sepertimu," balas Rahmat.
"Jadi maksudmu aku tidak baik bagitu?" Sungut Jae Sung.
"Tentu kau yang terbaik pimpinan," jawab Rahmat sedikit modus"dari pada nanti dia ngambek lalu pergi, dan aku yang suruh bayar semua," batinnya. Tak lama kemudian Rain datang sambil menggadeng tangan Erika, dia tersenyum pada gadis kecil itu dan mempersilahkannya untuk bergabung.
"Duduklah!" Serunya. Gadis itu masih canggung, dia hanya merasa pria itu terlalu baik, biasanya seorang yang memiliki kedudukan tinggi di perusahaan besar seperti GNI Group tidak akan terlalu ramah.
"Tidak perlu ragu," sambungnya. Lalu dia menoleh pada Sang pemimpin.
"Oppa," pangilnya. Pria itu mengalihkan perhatiannya pada Rain.
"Hn,"
"Bolehkah, Erika bergabung bersama kita?" Tanyanya mintak izin. Pria itu tak langsung menjawab, matanya terus memperhatikan tangan gadis itu yang masih digenggam oleh Rain, entah kenapa dia merasa tidak rela melihatnya"tidak mungkin aku tertarik pada Rain," batinnya sambil menggelengkan kepalanya. Rain menatap heran pada pria itu.
"Oppa," panggilnya. Pria itu tersentak dan langsung memalingkan wajahnya, bukannya makin tenang dan bisa mengendalikan emosinya justru semakin terkejut saat melihat wajah seseorang tepat didepannya.
"Hantu bedakan," refleknya.
Plak...
"Kurang ajar sekali kau menyebutku hantu bedakan," makinya. Jae Sung hanya pasrah mendengar makian dan tamparan Rin, siapa juga yang tak mengira gadis itu hantu, wajahnya yang sudah putih diberi mak up setebal gunung.
"Hei, Rin. Siapa suruh wajahmu seputih kapur," katanya pelan namun masih terdengar ditelinga gadis itu.
"Hwang Jae Sung ... "geramnya, hampir saja dia kembali menampar bossnya itu kalau saja seseorang tidak mengintrupsinya.
"Jangan Ibu! Jangan ditampar lagi papanya." Sontak mereka memandang Erika sang pelaku peneriakan. Mereka melotot tak percaya mendengar panggilan gadis itu pada pimpinan dan sekretarisnya itu.
"Tu-tunggu dulu, siapa yang kau panggil ibu?!" Tanya Rin yang masih sock mendengan gadis itu memanggilnya ibu.
"Dan siapa yang kau panggil papa?" Tanya Jae Sung yang tak kalah sock, masak iya diusianya yang ke 27 dia punya anak yang usianya 18 tahun.
"Ehehehe, maksudnya. Kakak Rin jangan tampar sensi lagi, kasian nanti sensi nangis," katanya polos. Pria itu hanya memandang aneh gadis itu" memangnya aku secengeng itu, masak karena ditampar singa betina langsung nangis," batinnya.
"Eri, kau perhatian sekali pada Oppa," komentar Rain.
"Kau lihat! Dia perduli padamu, jadi tidak usah cemburu begitu," timpal Ramhat. Rasanya Jae Sung ingin melakban mulut Menejernya itu, tidak bisakah pria itu sedikit menjaga perasaannya, selalu saja buat malu.
"Siapa yang cemburu," sewotnya.
"Kau," ucap Rahmat, Rin dan Jaenal bersamaan. Pria itu kelabakan, matanya sedikit melirik pada gadis kecil itu, Erika terlihat polos dan lugu dia bahkan diam saja mendengar dia dipojokkan oleh teman-temannya.
"Hah ... sepertinya, aku mau ketoilet dulu," katanya dan langsung bangkit tanpa menunggu persetujuan mereka.
bibir bisa bicara tidak, tapi hati takkan mampu untuk dibohongi.
"Kalian itu suka sekali menggoda Oppa," tegur Rain.
"Sudalah Rain, kamu tenang saja dia tidak akan marah," tukas Rin.
"Tapi kakak Rin, bagaimana jika sensi kesal," kata Erika khawatir.
"Untuk apa kamu mengkhawatirkan orang yang bahkan tak kamu kenal gadis kecil, itu hanya akan menyusahkanmu sendiri, lagipula Jae Sung belum tentu membalas perhatianmu," tukas Rahmat.
"Aku tidak mengharap apapun paman," jawab Erika.
"Sudah, Eri. Ada baiknya kamu tidak terlalu baik pada orang," pesan Jaenal.
"Baiklah," jawab Erika pasrah.
Meski terkadang kebaikan tak dihargai, namun jika ihklas dalam melakukannkan maka tak akan rasa sakit didalamnya.
"Mereka benar-benar kelewatan, semua orang juga tau kalau Hwang Jae Sung itu tidak mungkin tertarik dengan gadis desa, semua teman kencanku juga semua trendi, mereka itu ada-ada saja," gerutunya. Sesungguhnya pria itu bukan ingin ke toilet tapi kesal pada teman-temannya, karena memojokkannya.
Jangan biasakan menilai orang dari penampilan, karena sesungguhnya keindahan itu terletak dalam hati yang tulus.