Episode 9

981 Words
Saat jiwa merasa tak tenang, saat itupulah banyak pengganggu berdatangan, waspada..... Brak ... "Sialah, ngapain juga pekerjaan saja harus dibawa keruang rapat, memangnya ada acara kerja kelompok," gerutu Rahmat. Hari ini kekonyolan pimpinan GNI itu membuatnya kesal, bukankah mereka memiliki ruang kerja sendiri-sendiri serta tugas beda-beda, dengan seenak jidatnya datang dan memerintahkan untuk membawa pekerjaannya ke ruang rapat, jika tidak mau, maka akan diturunkan dari gunung himalaya dengan diseret buldoser, aneh,'kan, ancamannya. "Mana pimpinan busuk itu? Belum datang dia," katanya pada diri sendiri. Pria itu melihat jam tangannya. "Sudah pukul 20.00 malam, apa dia nunggu pukul 00.00 malam sambil nunggu para hantu berdatangan," kesalnya. Cklek "Malam Mat," sapanya. Rahmat memelototi pimpinannya yang baru datang, tapi bukannya takut pria itu justru tersenyum manis. "Mat mot mat mot, memangnya aku kiamat, panggil yang benar, Rahmat Jhi," omelnya. "Sensi sekali kamu malam ini," jawab Jae Sung sambil mengambil tempat duduk dikursi ujung dan tak lupa dia juga membawa setumpuk map entah isinya apa. "Kau ini sebenarnya kenapa si?" Tanya Rahmat tak mengerti. "Maksudmu?" Jawab Jae Sung bingung. "Ngapain kau menyuruhku kemari? Kerja kelompok! Setauku tak ada jadwal rapat," sungut Rahmat. "Siapa yang bilang ada rapat?" Tanya Jae Sung balik. Rasanya pria itu ingin menyumpal mulut pimpinannya itu sangking kesalnya. "Lalu?" "Lalu lintas," "Aaahhhh, sudalah. Dasar pimpinan semprul," umpatnya Rahmat. "Santai Menejer." Rahmat memicing tajam mendengar pimpinannya menyuruhnya santai" siapa yang mengganngu waktu santaiku," batinnya kesal. Cklek ... Terlihat Rain dan Jaenal masuk kedalam ruangan itu bersamaan, mereka juga membawa laptop dan map entah apa juga isinya, mereka menempati posisi duduk didekat Rahmat. "Kakak Rin mana?" Tanya Rain. "Dia sudah pulang, lagi pula untuk apa singa betina itu ada, nanti aku ditampar lagi," jawab Jae Sung sambil memegangi pipinya, dia teringat sakitnya terkena tamparan pria itu. "Lagian Mr. Jae Sung aneh, masak gadis secantik nona Rin anda sebut hantu bedakan," sela Jaenal. "Itu reflek, lagian dia membuatku kaget," kilahnya. "Hei, dengar Mr. Hwang Jae Sung! di dunia ini tak ada yang namanya Hantu bedakan," timpal Rahmat. "Mungkin Oppa pernah lihat Hantu bedakan," sahut Rain. "Masak?" Sangsi Jaenal. "Mungkin si,'kan, Pimpinan kita bisa melihat hantu," sinis Rahmat. Pria itu memicing tajam pada Menejernya tersebut. "Aku,'kan, sudah bilang, aku hanya reflek," jelasnya. **&&& "Kakak, Rin, kita mau kemana?" Tanya Erika. Gadis kecil itu bingung melihat sikap sekretaris tersebut, tadi pas di rumah, ponselnya berbunyi dan itu darinya, saat dia mengangkatnya, dari sebrang telvon Rin memintanya datang ke kantor GNI. "Tenanglah! Aku hanya ingin kau cantik. Aku sudah dengar dari orang-orang tentang pimpinan yang menolakmu dengan kasar," jelasnya. Mereka berdua berjalan menuju ruangan pribadi milik Rin. "Lalu kenapa harus di kantor?" Tanyanya. "Tak usah banyak tanya," sergah Rin. *** Saat malam telah larut, mahluk asing berdatangan, siapakah kalian melihat penampakan???? Blep ... "Waduh, mati lampu," kata Rahmat kaget. "Sekarang pukul 23.00," sahut Jaenal. "Mungkin saklarnya bermasalah," timpal Rain. "Biarku periksa," tukas Jae Sung. Grek ... "Suara apa itu?" Tanya Rahmat entah pada siapa. Pria itu langsung mepet pada pimpinannya. "Tak usah mepet-mepet kali," sergah Jae Sung risih dipepet Rahmat. "Sebaiknya kita keluar bersama," usul Rain. "Setuju," jawab Jaenal. Udara terasa dingin, tak terdengar suara apapun hanya kesunyian dan keheningan yang ada. Mereka berempat berjalan secara berbaris dengan posisi Jae Sung paling depan, Rahmat Jhi, Shiou Rain dan terakhir Jaenal. Ramhat yang pada dasarnya penakut terus berpegangan pada yang depan, dia berusaha mencari pegangan yang tak akan lepas, saat tangannya menyentuh sesuatu ... Plak ... Seseorang menampol tangannya, siapa lagi yang melakukan kalau bukan pimpinannya. "Tak usah m***m begitu," omelnya. "Siapa yang m***m?! Aku hanya mencari pegangan agar kau tak meninggalkanku," kilahnya. "Kau bisa memegang bajuku, tapi tak usah pegang-pegang p****t segala," "Siapa yang memagang p****t, aku hanya memegang lenganmu," "Mana ada lengan disitu, memangnya aku ini pendek, dasar sialan," Kadang Rain merasa heran pada kedua manusia itu, mereka selalu saja ribut hal yang tak penting, dalam keadaan semacam inipun masih bisa ribut. "Sudalah, hentikan perdebatan kalian, kita harus keluar," lerai Rain. Mereka kembali berjalan dengan perlahan dan hati-hati agar tak terbentur atau tersandung ditengah kegelapan. "Iihihihihihihi," "Kuntil anak," gumam Rahmat. Ctak... "Aduh, kira-kira dong kalau menjitak kepala orang," omel Rahmat. "Siapa suruh mengataiku kuntil anak," jawab Jae Sung. "Siapa yang mengataimu, aku tadi dengar suara orang cekikikan," jelasnya. "Itu aku g****k, memangnya kau tidak bisa berjalan dengan tegak, apa harus bungkuk begitu," kesalnya. "Lalu kenapa kau cekikikan?" Tanya Rahmat. "Karena kau memegang pinggangku, jadi aku kegelian," jelasnya. "ya sudah, kau depan saja, entar aku kau rape-rape lagi," imbuh Jae Sung. "Ih, siapa yang tertarik merape tubuhmu itu," sewot Rahmat memandang jiji pada pimpinanya. Merekapun bertukar posisi. Dan kemabli melanjutkan perjalan yang sempat terhenti karena perdebatan dua manusia itu. ***** "Kakak, Rin. Apa kau mendengar suara gaduh di ruang sebelah?" Tanya Erika memastikan. "Dengar, ya sudah ayo kita periksa, lagi pula kau sudah cantik," jawabnya. Mereka berdua pun keluar dari ruangan menuju ruang rapat. Sementara itu keempat pria itu kembali menghentikan langkahnya saat mendengar suara wanita. "Kalian dengar?" Tanya Rain memastikan. "Iya," jawab mereka bertiga serempak. "Jangan-jangan ....," Mereka langsung berlari saat memabayangkan hal -hal horor, mereka langsung ngumpet di bawah meje. Kedua wanita itu perlahan membuka pintu ruang rapat untuk memastikan tidak ada sesuatu disana. Sedang keempat pria tadi masih sembunyi dibawah meja dengan posisi menungging. Bess Jae Sung langsung menutup hidungnya rapat terkena gas beracun dari Rahmat yang kebetulan berada didepannya. "Yak, sialan. Kentut lagi, bau banget, makan apa si setan alas ini tadi," umpatnya dihati. Rasanya dia ingin muntah karena tak tahan dengan baunya. "Maaf boss kelepasan," batin Rahmat Jhi. Slap ... "Wah, akhirnya lampu nyala juga," serempak mereka semua menjadi lega. Pimpinan kita yang ketiban sial langsung keluar duluan dari persembunyian, dia langsung muntah-muntah di westafel gara-gara mencium bau kentut Rahmat. Sedang si pelaku hanya senyum- senyum geje melihat penderitaan atasannya karena ulahnya. Hai, Fira datang lagi. jangan lupa setelah membaca berikan komentar dan tekan tanda love untuk menyimpan ke libary
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD