Bab 1
Seorang wanita tengah memoles bedak tipis dan lisptik berwarna nude di bibirnya. Ia menatap cermin dan mencoba tersenyum.
Ya.
Hari ini adalah hari yang cukup berat di antara hari-hari lainnya. Hari yang sangat panjang dan melelahkan, serta penuh dengan drama akan berakhir hari ini.
Ia sangat berharap kehidupannya bersama Reyhan putra tercintanya akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Fiona segera mengambil tas miliknya dan berjalan keluar rumah.
Sebuah taksi sudah menunggunya di depan rumah. Ini hari terakhirnya datang ke pengadilan agama untuk menyelesaikan proses perceraiannya dengan Januar.
Tak perlu menunggu lama, Fiona pun tiba di Pengadilan Tinggi Agama dan di sambut oleh pengacaranya yang memang tengah menunggu kedatangannya.
"Are you ready today?" tanya Vika, pengacara sekaligus teman sekolahnya dulu. "Sudah. Aku sudah menyiapkan hati ku dan Reyhan untuk hari ini," ucap Fiona.
"Good. Aku harap kalian berdua bisa hidup lebih bahagia lagi setelah ini. Biarkan tangan Tuhan yang ikut campur dalam setiap langkah yang kau ambil, Fio."
"Tentu saja. Jika tidak mengandalkan Tuhan, aku mengandalkan siapa?" Vika menepuk pundaknya. Fiona tersenyum.
"Lebih baik kita segera masuk ke ruangan. Sidangnya akan segera di mulai." Vika mengajak Fiona untuk bergegas masuk ke ruang sidang untuk memulai proses perceraiannya.
***
Di ruang persidangan.
"Dengan ini saya nyatakan Nyonya Fiona Ardana resmi bercerai dengan Tuan Januar Pangestu. Hak asuh anak yang bernama Reyhan Akbar Pangestu berada dalam hak asuh Nyonya Fiona. Dengan ini sidang saya tutup."
Hakim yang memimpin sidang hari itu mengetuk meja sebanyak tiga kali. Fiona dan Januar pun resmi bercerai. Senyum lega tercetak di wajah cantik Fiona yang hari itu mengenakan dress simple berwarna pink pucat.
Alasan Fiona menggugat cerai suaminya karena ia sudah tahan lagi dengan perangai Januar yang kerap menyiksanya. Tak hanya itu, Fiona juga sering diperlakukan kasar tiap kali berhubungan intim. Menolak ataupun tidak menolak tak ada bedanya buat Fiona. Ia trauma tiap kali Januar menginginkannya.
Tujuh tahun berumah tangga, bukan rasa bahagia yang ia terima selain rasa sakit dan kepedihan yang mendalam.
Puncaknya Fiona memutuskan untuk bercerai karena Januar sudah berani menyentuh Reyhan. Putra semata wayangnya itu beberapa kali di pukul oleh Januar tanpa sebab.Untuk itulah Fiona berani mengambil keputusan untuk berpisah.
Fiona tidak terima jika Reyhan ikut di siksa oleh Januar. Fiona berdoa agar kehidupannya dengan sang putra Reyhan berjalan mulus tanpa ada gangguan. Ada rasa lega dalam hati Fiona saat Majelis Hakim mengetuk palunya.
"Tuhan, Aku pasrahkan hidupku dan putraku ke tangan-Mu. Aku tahu engkau maha tahu dengan apa yang akan kami hadapi ke depannya. Hanya satu pintaku, semoga hidup kami jauh lebih bahagia." Ucap Fiona dalam hati saat keluar dari ruang persidangan.
"Aduh." ringis Fiona hampir terjatuh di tangga ruang persidangan. Ia merasa seperti ada yang menyenggol tubuhnya dengan sengaja. Saat dilihat ternyata Januar dan mertuanya tengah tersenyum sinis kearahnya.
"Ku harap kau menyesali perbuatanmu dengan meminta bercerai dariku. Pergilah sejauh mungkin. Jangan pernah kembali meminta apapun apalagi dengan alasan kebutuhan Reyhan. Kau sendiri yang memilih pergi." Ucap Januar datar tapi menusuk hati.
"Tentu saja. Selama aku masih diberi nafas oleh Tuhan, aku akan bekerja keras untuk putraku. Terima kasih atas tawarannya." Sindir Fiona.
Januar dan mamanya tertawa mengejek. "Semoga kamu beruntung...Mantan."
Januar dan mamanya pun segera beranjak pergi dari kantor pengadilan meninggalkan Fiona. Ibu satu anak itu hanya bisa mengelus dadanya melihat kelakuan Januar yang tak berubah.
Alexa mantan ibu mertuanya pun begitu membela kelakuan anaknya yang sudah melewati batas kewajaran.
"Hh..." Fiona menghembuskan nafas dengan berat. Kini fokus Fiona hanya tertuju pada buah hatinya yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang darinya. Ia juga harus bisa menjadi ibu sekaligus ayah bagi Reyhan.
Ia menatap jam tangannya dan ia bergegas pergi untuk menjemput Reyhan di sekolah. Ia sudah telat menjemput putra tercintanya itu. Pasti saat ini Reyhan tengah memberengut kesal duduk di bangku depan kelasnya.
Dan benar saja Reyhan terlihat kesal saat dijemput oleh Bundanya. Fiona membujuknya dengan mengajaknya makan siang di salah satu Fast Food ayam goreng kesukaannya.
***
Sementara itu, di sebuah rumah sakit ternama di Bandung, seorang pria berseragam hijau mengenakan surgeon cap dan juga masker keluar dari ruang operasi. Wajah lelahnya terlihat saat masker dan surgeon cap terlepas.
Keringat terlihat membasahi dahi. Dokter Ardian Prasetya baru saja menyelesaikan operasi. "Tolong laporkan hasil lab dan juga periksa apakah ada abses disekitar luka operasi," ucap Ardian kepada seorang perawat yang membantunya diruang operasi.
"Baik dok. Ada tambahan lain dok?"
"Hm... sepertinya itu dulu untuk saat ini. Selebihnya kalian bisa w******p saya."
Ardian meninggalkan ruang operasi dan masuk ke toilet untuk membersihkan tubuhnya. Tubuhnya sangat lelah dan butuh mandi untuk merilekskan badannya. Sudah beberapa hari ini jadwalnya di sibukkan dengan keluar-masuk ruang operasi.
Terkadang ia juga sering terlambat pulang karena mendapat pasien dadakan yang butuh segera di operasi. Meski berat dan melelahkan, Ardian begitu menikmati pekerjaannya sebagai dokter bedah umum.
Drrrt....Ddrrrt...
Ardian menatap malas layar ponselnya. Susi istrinya menelpon. Dengan terpaksa ia mengangkat telepon istrinya. Ia menghela nafas sebelum bicara dengan istrinya yang tengah bersikap manis.
Sepertinya Susi tengah berbelanja lalu credit cardnya tak bisa dipakai karena sudah overlimit. Ardian menebak kalau Susi pasti akan meminta dirinya membayari semua hasil perburuannya hari ini.
"Sayang...tolong bayar semua belanjaan ku. Hanya dua ratus lima puluh juta saja kok sayang, ngga banyak. Kartu aku udah over hehe..." ucap Susi dengan gampangnya.
Ardian tertawa. "Kenapa kamu malah ketawa, sayang?"
"Kamu menghubungi suami mu karena ada maunya. Jika tidak ada sesuatu yang kamu inginkan, mana mau kamu menghubungi suami mu. Apa jangan-jangan kamu tidak ingat kalo dirumah punya suami, iya," sindir Ardian.
"Sayang please, aku sedang tidak ingin berdebat sekarang. Lebih baik sekarang kamu transfer uang ke rekening aku. Aku tunggu sekarang juga. Oiya kalau bisa lebihkan sedikit. Love you sayang muuaach." Susi memutuskan sambungan teleponnya begitu saja.
Selalu seperti ini. Ardi bosan terus-terusan diperlakukan seperti sapi perah oleh istrinya yang mata duitan itu. Sejak menjadi nyonya Ardian Prasetya, yang dilakukan Susi hanyalah belanja membeli barang-barang branded yang entah apa kegunaannya.
Menghabiskan waktu di Shopping Mall dan menghambur-hamburkan uang suami merupakan keahliannya. Entah apa yang dulu merasuki mata dan pikiran Ardian saat menikahi Susi Indriani.
Sejak masuk ke dalam grup sosialita, Susi semakin boros dalam menggunakan kartu kreditnya. Untuk itulah Ardi memberi hukuman dengan membatasi limit kartu kreditnya tapi hasilnya kini ia yang menjadi jaminan membayar semua barang yang dibeli istrinya.
Workshop. Papa Work Mama Shop. Itu slogan yang selalu dikatakan istrinya.
Meski pandai dalam menghabiskan uang suami, ternyata Susi tidak pandai melayani suaminya di ranjang. Ardi kerap kali bertengkar tiap kali meminta jatah kepada istrinya.
Sebuah pesan dari Susi masuk ke handphonenya. Ardi dengan malas segera mentrasfer sejumlah uang untuk membayar semua belanjaan Susi.
Makasih sayang. I Love you
Ardi menghapus pesan dari istrinya itu. Ia berdiri menatap gedung-gedung yang menjulang tinggi dari kaca jendelanya. Ia bosan dan jenuh dengan kehidupannya yang monoton seperti ini. Ia ingin benar-benar merasakan kehidupan rumah tangga yang sesungguhnya. Ia sangat ingin merasakan rasanya diperlakukan selayaknya seorang suami. Ia juga merindukan suara tangisan buah cintanya.
Selama membina rumah tangga, Ardi belum juga dikaruniai seorang anak. Susi tidak ingin hamil karena tidak ingin mengubah bentuk tubuhnya yang sekarang. Ardi berkali-kali mengajaknya program kehamilan tapi selalu ditolak.
Entah apa yang dipikirkan oleh istrinya tentang pernikahan. Ardi sudah bosan jika harus bertengar dengan istrinya jika mengenai anak. Ardi hanya bisa berdoa agar hati istrinya di lembutkan dan mau untuk segera mengandung.
Pernah suatu hari Ardian mengajukan untuk menikah lagi agar bisa mempunyai keturunan, tapi yang ada Susi mengancam dirinya dan tak segan-segan berlaku kasar jika Ardian benar-benar mewujudkan keinginannya tentang menikah dan memiliki keturunan.
***
• TO BE COUNTINUE •