Ara berdiri menatap gerbang rumahnya sendiri. Kemudian ia melirik Ali sekilas dan tersenyum ramah.
"Makasih ya, Li... Gue duluan yah, maaf gak bisa ngajak kamu mampir dulu..." Ucap Ara.
Ali mengangguk paham. "Iya, sama-sama. Pucet banget, banyakin minum yah!"
"Okay, dah..." Ucap Ara seraya keluar dari mobil.
"Ra!" Panggil Ali.
Ara berbalik dan,
"Gak usah takut, Alex tunangan kamu."
Ara tersenyum dan berlalu memasuki gerbang rumahnya. Jantungnya benar-benar di buat berdetak tak karuan, bayangan Alex marah, tatapan tajamnya sudah memenuhi pikiran Ara yang memberatkan langkah kakinya.
Tanpa mengetuk pintu, Ara langsung saja masuk ke dalam rumah.
"Ra, pulang sama siapa?" Tanya Riana yang hampir saja membuat jantung Ara pindah posisi.
Ara menghembuskan nafas berat dan menghadap ke arah kirinya, di mana Ibunya tengah duduk berhadap-hadapan dengan Alex.
"Sama temen, Mah..." Jawab Ara tanpa berani melirik Alex sama sekali.
"Kenapa gak di ajak masuk dulu?" Tanya Riana kembali.
Ara tersenyum kikuk seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia terlihat seperti seseorang yang ketahuan selingkuh, padahal ia dan Ali baru saja berkenalan, ck.
"Dia langsung pulang, Mah. Mungkin lain waktu dia bisa mampir," jawab Ara.
"Ya udah, kalau gitu Mamah mau nemuin Papah kamu di kantor dulu. Kamu di rumah aja, jangan kemana-mana," ucap Riana yang benar-benar membuat Ara semakin merasa tidak beruntung.
Riana berdiri dari duduknya. "Mamah titip Ara yah, daah... Mamah pamit dulu, kalian jangan macem-macem yah di rumah, awas!"
Ara mencium pipi sang Ibunda dan Riana pun berlalu kemudian menghilang di balik pintu.
"Kamu mau ke mana?" Tanya Alex saat Ara membalikkan diri dan hendak berlalu.
Ara kembali menghentikan langkahnya, menunggu Alex yang kini berdiri tepat di belakang tubuhnya. Tubuhnya seketika mematung mendapatkan sebuah pelukan yang datang tanpa pemberitahuan.
"Aku, aku mau ke kamar dulu..." Jawab Ara gugup.
Alex membalikkan tubuh Ara dengan perlahan. "Look at me."
Ara yang sebelumnya menunduk langsung mengangkat wajahnya dan menatap kedua mata Alex.
"Maaf..." Lirih Ara menyesal.
Alex tersenyum. Senyuman itu semakin membuat Ara merasakan ketakutan.
"For what?"
"Aku--aku, Alex maaf aku gak bermaksud pulang duluan atau--"
Alex tersenyum hambar. "No it's okay." Ucapnya seraya berjalan mundur beberapa langkah.
Ara langsung melepaskan tasnya dan melemparnya ke atas sofa dengan asal.
Kemudian ia berjalan menghampiri Alex dan berusaha untuk meraih lengannya.
"Alex deng--" Ara terdiam saat Alex menepis lengannya.
"Alex come on... Aku cuma pulang duluan it's not a big problem." Mohon Ara agar Alex mau mendengarkannya.
Alex menatap Ara tak percaya.
"Kamu suka sama cowok itu?" Tanya Alex dengan tiba-tiba.
"Kamu apa sih, jangan aneh deh!" Sahut Ara.
Alex menggelengkan kepalanya dan meminta Ara untuk menjawab to the point saja.
Alex meraih lengan Ara dan mengunci tatapan matanya.
"Tell me honestly, kamu suka dia?"
"No. I am not."
"You lie--"
"I love you, kamu tunangan aku. Gimana caranya aku langsung suka seseorang yang bahkan baru tiga hari aku kenal."
Alex terkekeh pelan. "Yaps, kamu bukan cewek murahan yang mau di bawa sama cowok yang baru kamu kenal, kan? Kamu gak semurah--"
"Shut it." Tekan Ara seraya menepis genggaman Alex pada lengannya.
Dengan mata yang sudah berkaca-kaca, Ara menunjuk wajah Alex dan, "Murahan, murahan! Kamu bisa gak sih pilih kata dulu, kamu boleh marah tapi kamu--arghh..."
"Apa? Aku cuma nanya, aku cuma mastiin kalau tunangan aku bukan cewek murahan. Cewek yang gak sok kecantikan, pergi sama cowok ini, pulang sama cowok itu, sahabatan sama banyak cowok and--"
Hiksss...
Alex terdiam saat mendengar sebuah isakan.
"Itu aku, yang kamu gambarin itu aku. Aku tahu, Lex." Ucap Ara seraya mengusap air matanya yang terjatuh begitu saja.
Alex memegang kedua bahu Ara dan menatapnya tajam. "Kamu suka sama cowok itu?"
"Jawab." Tekannya.
"Aku, aku cuma di anterin pulang Lex... Just that. Hiksss... Aku akuin, aku salah, tapi--..." Ara tidak bisa melanjutkan kalimatnya, ia hanya bisa menutup mulutnya untuk meredam tangisan.
Alex menarik lengan Ara cukup keras.
"Awsh... Sakit," pekik Ara.
"Ini bukan masalah kamu di anterin pulang, tapi siapa yang nganterin pulang dan--" tatapan Alex berubah, tatapan tajamnya perlahan menghilang.
"Dan apa?" Tanya Ara.
Alex menatap Ara kecewa. "Kamu nganggap aku ini apa sih?"
"Aku udah bilang, tunggu aku. Apa aku selama itu sampai kamu harus pergi sama orang lain?"
"Ak--"
"Apa karena dia mau ngajak kamu beli es krim, sedangkan aku enggak?"
Ara terdiam. Bagaimana bisa Alex mengetahui hal itu, padahal ia dan Ali belum keluar dari dalam mobil dan membeli es krim.
"Aku tahu Ra. Gini, dari pagi aku diem aja. Kamu pergi sendiri, gak ngasih tahu aku dan aku biarin itu. Kamu telponan sama temen kamu diem-diem dan aku masih gak pa-pa. Karena aku gak mau kamu ngerasa aku kekang. Aku berusaha untuk sebisa mungkin ngasih kamu kebebasan yang sering kamu minta ke aku, tapi ini... Aku gak--" Nada bicara Alex bergetar, matanya mulai berkaca-kaca.
"Kamu berlebihan Lex,"
Alex menatap Ara tak percaya. "Sekarang aku akan kembali kayak kemarin dan sebelum-sebelumnya."
"Lex, aku cuma--"
"Cuma? Tapi buat aku itu bukan hal kecil, ini tentang artinya aku di hidup kamu. Aku tunangan kamu, dan kamu? Kamu bahkan lebih milih pulang bareng orang lain, aku itu kamu anggap apa? Heuh?"
Ara diam tertunduk. Ia tahu bahwa dirinya bersalah, dan Ara mengakui itu.
"Aku berusaha ngasih kamu kebebasan supaya kamu nyaman, bukan malah jadi seenaknya, baru meleng dikit aja kamu udah ngelunjak kayak gini." tambah Alex.
Ara menatap Alex tak percaya. "Ngelunjak?"
"Iya."
"Aku ngelunjak? Lex, ya ampun... Aku pulang bareng Ali, aku salah dan aku udah minta maaf sama kamu. Kamu gak bisa terus-terusan, kayak gini. Masalah kecil aja kam--"
"Apa karena aku selalu ngejaga perasaan kamu dan aku selalu menomor satukan kamu, kamu jadi ngeremehin masalah kayak gini? Karena kamu gak pernah ngerasain gak di hargain jadi kayak gini?"
Ara terdiam.
"JAWAB! Mendadak bisu setelah puas ngobrol sama cowok yang, yeah mungkin dia tipe kamu makannya kamu langsung nyaman pergi berdua."
Ara hanya menggeleng tak percaya, ia langsung berbalik dan berlalu menuju tangga. Namun dengan cepat Alex mengejarnya kemudian menariknya cukup kasar.
"LEPAS, b******k! Kamu mau tahu masalah besar menurut sudut pandang aku? KAMU! Kamu masalah besar di hidup aku." Sentak Ara membuat cengkeraman tangan Alex semakin menguat pada pergelangan tangannya.
Ara tak peduli dengan rasa sakit pada pergelangan tangannya, bahkan tatapan matanya semakin menajam menatap Alex.
"Kamu selalu menomor satukan aku, okay, iya. Tapi mulut kamu, hikss... Kamu ngerti gak sih caranya mencintai, menyayangi? Heuh? Ucapan kamu itu udah sering banget nyakitin aku... Aku, hiksss... Ya ampun, mending sekarang kamu pulang!" Ujar Ara yang perlahan membuat cengkeraman Alex mengendur.
Alex meraih tubuh Ara ke dalam pelukannya.
"Lepasin aku. Aku gak mau ketemu kamu." Protes Ara seraya berusaha melepaskan diri.
"I'm so sorry... Aku, aku gak maksud buat nyakitin kamu yaang... Aku cuma sakit liat kamu lebih milih pulang sama cowok lain... Tolong hargai aku..."
Ara terdiam, membiarkan Alex memeluknya.
"Kamu boleh marah, kamu boleh mukul aku. Tapi jangan pergi sama cowok lain..." Mohonnya.
"Jangan patahin hati aku..." Tambahnya.
"Aku gak sempurna. Makanya aku gak mau kamu deket sama cowok lain, aku takut cowok itu lebih baik dari aku dan kamu, aku gak bisa bayangin hal itu..."
Perlahan Ara mengangkat kedua lengannya dan membalas pelukan Alex.
"Maafin aku juga... Maaf karena aku gak nunggu kamu, aku cuma cape, aku pengen cepet nyampe rumah. Aku takut kamu masih harus latihan, kasihan yang lain, aku gak mau kamu di anggap gak profesional..." Ucap Ara.
Alex mengeratkan pelukannya. "Aku sayang kamu, kamu milik aku. Aku takut kamu pergi... Please love me as much as you can honey..."
Ara hanya bisa diam seraya mengelus punggung tunangan yang selalu meminta kasih sayang darinya, padahal ia sudah melakukannya.
"Dengan cara yang kayak gimana? I love you, aku gak mau kehilangan kamu tapi sikap kamu kadang terlalu menyebalkan Lex..." Pikirnya.