Neraka

1584 Words
“Lihat perbuatanmu, Maury. Perempuan seperti itu tidak seharusnya mendapatkan kebaikan. Kau terlalu naif dan menganggapnya akan menurut,” ucap sang bodyguard saking kesalnya. Mereka melihat rekaman CCTV, Anna memang kabur. Keluar dari ruangan ini. “Aku akan meminta bantuan kepolisian untuk menemukannya.” “Jangan hanya di Verona, tapi kota-kota sekitarnya juga,” ucap sang supir. Sementara Maury, dia hanya menghela napasnya berat. Tahu kalau Anna pasti akan tertangkap, dan itu membawa malapetaka juga untuknya. Perempuan itu berlari keeluar dari dalam mall. Satu-satunya harta yang bisa dia jadikan uang adalah kalung mahal yang dibeli minggu kemarin. Anna berniat menjualnya. Tapi sekarang, dia akan mengendap supaya tidak tertangkap. Menghindari riuh kota dan memilih jalanan yang sepi. Anna bersembunyi dalam gelap. Sambil mencari tempat yang tepat untuk menjual perhiasannya. Anna mendapatkan salah satu toko kecil yang menjual perhiasan di pinggiran kota Verona. “Permisi,” ucap Anna memasuki tempat itu. “Aku ingin menjual kalung peninggalan suamiku.” “Ini kalung terbaru. Bagaimana bisa menjadi peninggalan suamimu?” “Ahahaha, dia selingkuh. Jadi aku menganggapnya sudah mati. Bisakah kau membayarnya?” “Ini perhiasan yang bagus. Kau bisa mendapatkan harga yang bagus juga.” Nyatanya, sang penjual hanya memberikan setengah harga. Anna tidak peduli sama sekali. Dia hanya menginginkan uang. “Terima kasih.” Mengambil uang itu dan mencari motel untuk bernaung malam ini. Tempat yang sangat sepi dan juga kotor, Anna yakin tempat ini tidak akan terpikirkan oleh mereka. “Aku akan pulang,” ucapnya pada diri sendiri. Meskipun kemungkinan kembali pada Jimmy sangatlah kecil, setidaknya Anna bebas. Malam itu, dia bisa tidur dengan nyenyak meskipun tempatnya tidak terlalu nyaman. Namun, istirahat Anna terganggu ketika dia mendengar suara bising dari luar. Matanya terbuka, menatap jam yang masih dini hari. Ada keributan apa ini? “Dobrak saja pintunya! Dia pasti bangun karena suara bising ini!” Tubuh Anna menegang mendengar suara diluar pintunya. BRUG! BRUG! pintu berusaha dibuka secara paksa. Anna panic dan mengambil pisau yang ada di nakas. Saat dia hendak bersembunyi di kamar mandi, pintu lebih dulu terbuka. “Wah, ada wanita cantik disini.” Segerombolan pria yang hendak merampok, mereka menatap lapar pada Anna. “Kita pakai dia dulu.” Dalam pikiran Anna langsung terbesit hal mengerikan. Ketika salah satunya mencoba menggapai Anna, dia menorehkan luka dengan pisau. “Arghhhh! Kurang ajar! Pegangi dia!”” “Lepaskan akuuu! Tolong!” tubuh Anna dipegangi, dia dipaksa berbaring di ranjang dan pakaiannya mulai dilucuti. Anna menangis dan menjerit. Semua hal buruk sudah terbayang di benaknya. Kedua tangannya dipegangi, begitu juga dengan kakinya. “Tolonggggg!” “Dasar bodoh! Tidak akan ada yang bisa menolongmu!” teriak pria yang tadi dilukai sambil menampar Anna dengan kencang. “Wajahmu cantik dan manis. Kita lihat seberapa manis milikmu ini. Akan aku buat kau pingsan.” Jemari kasarnya menyentuh wajah Anna. Begitu mendapat kesempatan, Anna menggigit jemarinya kuat. “Arrggghhhh!” Anna melakukan hal yang sama pada pria disampingnya. Dia gigit dengan kuat lengannya, kemudian mengambil vas di nakas. Anna menggila dengan ketakutannya, hingga dia menusuk secara acak. Saat mendapatkan kesempatan, Anna keluar dari kamar tersebut. Dengan kondisi tubuh yang penuh luka, pakaian yang sobek dan tangisan. Tidak ada orang disini yang bisa dimintai tolong. Anna terus melangkah, sampai dia melihat sebuah gereja tua. Kakinya juga kena sayatan hingga Anna berjalan tertatih kesana. “Tolong aku….,” ucapnya sambil mengetuk pelan. Dirasakan tubuhnya tidak bisa menahan beban lagi. Anna jatuh bersamaan dengan pintu yang terbuka. “Ya Tuhan! Seseorang terluka disini!” teriak seorang biarawati. **** “Maafkan saya, Tuan,” ucap Maury menunduk ketika Arthur sampai di Italia. Kedatangannya mendadak, hilangnya Anna ketika Arthur dalam perjalanan ke Verona. “Ini bukan salah Maury sepenuhnya, Tuan. Harusnya saya membawa penjagaan yang lain. Perempuan itu yang tidak tahu diri.” “Kami sudah meminta pihak kepolisian untuk mencarinya juga.” “Temukan dia dalam 24 jam,” perintah Arthur melangkah menuju lantai dua. Dia masuk ke kamar Anna, melihat tempat itu masih rapi. Banyak sekali barang mewah yang dibelikan Maury menggunakan uang Arthur. “Perempuan sepertinya memang tidak boleh diberikan belas kasihan.” Sambil memegang salah satu gaun mahal. “Anjing harus tetap berada di kandangnya.” Kesal dan juga marah pada Anna yang berani melawannya. “Kau diluar sana?” “Iya, Tuan?” salah satu pelayan masuk. “Siapkan satu kamar pelayan untuk kepulangan perempuan itu.” “Baik, Tuan.” Sementara itu, Anna kini dirawat oleh pengurus gereja. Di belakang tempat ibadah itu terdapat panti asuhan, Anna tidur disalah satu kamar. “Terima kasih banyak.” “Sama-sama. Bisa kau ceritakan apa yang terjadi?” Sambil sarapan, Anna menjelaskan apa yang terjadi dengannya. Dia kabur dari seseorang yang menyekapnya, berakhir di motel yang penuh kejahatan dan Anna lari kesini. “Kenapa tidak melaporkan ke polisi? Pria yang menyekapmu harus mendapatkan pelajaran.” “Tidak bisa, dia dekat dengan kepala polisi. Aku hanya ingin pulang ke Austin.” “Rumahmu di Austin?” “Calon suamiku disana,” ucapnya dengan sendu. “Aku akan berusaha membantu. Sekarang, tinggal dulu disini ya.” “Terima kasih, suster.” Anna merasa tertolong. Dia diberikan tempat bernaung, makanan dan juga diperlakukan dengan baik. Untungnya, uang milik Anna masih ada disaku. Dia masih berharap pulang dan menjelaskan semuanya pada Jimmy. Sekarang, perasaan Anna sudah jauh lebih baik. Penuh ketenangan ketika melihat anak-anak berlarian di halaman belakang gereja. Anna melangkah dan menemani anak-anak itu. Dengan mudahnya mereka menyukai Anna. “Matamu sangat cantik.” “Kakak, kau terlihat seperti bidadari.” Lihatlah wajah-wajah manis ini. Anna menginginkan keluarga sendiri, dia menginginkan Anna yang akan dia besarkan dengan penuh cinta. “Terima kasih.” “Anna?!” “Iya, suster?” “Bisa kau kesini dan bantu aku?” “Tentu saja.” Bergegas pergi ke dapur menyiapkan makanan untuk anak-anak. Namun ada satu yang mengejutkan, yaitu potret seorang pria yang sangat Anna takuti. “Sus… suster…?” “Iya, Anna?” “Pria ini… kenapa dia dipajang disini?” “Dia Tuan Arthur Romano, donator terbesar di panti ini. Biasanya, tidak banyak yang memperhatikan gereja di pinggiran kota, tapi beliau begitu peduli.” “Dia….” Bahkan tubuh Anna sudah merinding sekarang. “Dia selalu mengirimkan uang tiap bulannya. Kami sengaja memajangnya didapur dan ruang makan supaya ingat bahwa dialah yang membuat kami semua tidak kelaparan. Aku sangat berhaarap bisa bertemu dengannya, tapi yang selalu datang kesini adalah asistennya Felix.” “Dia sering datang kesini?” “Hanya di awal bulan saja. Kenapa? apa kau juga pernah mendapatkan bantuan darinya?” Anna menunduk, tubuhnya panas dingin. Bantuan? Yang ada hanya siksaan. *** Kenyataan di gereja itu membuat Anna tidak betah berlama-lama. Dia bergegas pergi dan mengatakan pada suster kalau dia ingin segera keluar dari Verona. “Anna, kau masih belum pulih. Banyak luka sayatan di tubuhmu. Setidaknya diam dulu disini sampai kau pulih, kami akan membantu, kau aman disini.” Tidak, aku tidak aman, batin Anna menjerit. “Suster sudah membantuku. Terima kasih. Aku harus pergi sekarang.” “Tidak ada yang bisa aku lakukan kalau kau memaksa pergi,” ucapnya menghela napas berat. “Ayo, aku antar sampai depan ya.” Anna mengangguk, dia enggak menceritakan siapa pria yang menyekapnya. Karena dipandangan mereka, Arthur adalah malaikat. Bersamaan dengan mereka keluar dari gereja, mobil polisi berhenti di depan. Mereka melangkah menuju Anna dan sang biarawati. “Ada yang bisa kami bantu, Pak?” Anna bersembunyi dibelakang suster. “Perempuan itu melakukan pembunuhan pada seorang pria di motel. Mereka tidak bisa diselamatkan.” Mata Anna langsung membulat. “Sepertinya ada kesalahpahaman. Dia hampir diperkosa dan dirampok. Anna hanya melakukan pembelaan.” “Dia bisa mengatakannya di kantor. Kali ini, kami harus membawanya dulu.” “Tidak….” Anna menggelengkan kepalanya. “Tolong biarkan aku bebas. Tolong…” Tapi tubuhnya ditarik paksa oleh dua pria berseragam polisi. Sang biarawati tidak bisa membantunya. Anna dibawa ke kantor polisi, dipaksa duduk di lantai yang dingin dengan suhu ruangan yang menyiksanya. Ini musim dingin, dan Anna tidak memakai jaket tebal. “Kau tidak punya wali ya? kau imigran gelap?” “Aku tidak membunuhnya, aku hanya melakukan pembelaan. Tolong lepaskan aku,” pintanya memegang jeruji besi sambil memohon pada petugas yang terfokus pada computer disana. “Lepaskan aku…..” Sang kepala polisi keluar dari ruangannya dan menatap Anna dengan terkejut. Mendekati salah satu bawahannya dan membisikan sesuatu. “Benarkah, Pak?” “Lakukan apa yang aku perintahkan.” Pria itu berdehem dan menatap Anna. “Kami menemukan walimu. Dia akan datang kesini. Untung Tuan Arthur berada di pihakmu, jadi kau tidak akan dihukum. Sepertinya.” “Tidak, tidak! Jangan hubungi dia! Aku mohon. Dia bukan waliku. Dia orang yang membuatku seperti ini. Hiks…. Tolong… Arthur menyekapku. Aku baru saja terbebas darinya.” Tapi tangisan Anna tidak didengar sama sekali. Perempuan itu tersedu, berusaha memohon bahkan sambil berlutut. Namun, dia tetap diabaikan. “Hiks…. Tolong….,” ucapnya memeluk dirinya sendiri merasa takut ketika pintu ruangan terbuka. Anna menunduk menatap langkah kaki mendekat. Sepatu mahal yang mengkilat. Dari aroma parfumenya saja, Anna tahu siapa pria itu. “Tuan Arthur?” sang kepala polisi keluar. “Dia yang anda cari bukan?” “Hmmm…. Dia melanggar perjanjian denganku.” “Dia melakukan kejahatan dengan membunuh dua pria. Jadi kami mengurungnya. Anda ingin membawanya pergi sekarang?” Arthur terdiam sejenak. Dia mengetuk-ngetuk jeruji besi dengan kukunya. Dan itu membuat Anna ingin menutup telinga! Dia takut! “Kau akan melepaskan orang yang salah begitu saja?” “Bukan begitu maksud saya, Tuan….” “Kurung saja dia,” perintah Arthur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD