1. Petaka
Hujan deras yang membasahi Bumi sejak sore tadi, menyisakan rintik-rintik hujan hingga di malam hari. Aruna menatap pergelangan tangan kanannya dan terlihat waktu yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Lelaki di sebelahnya sedang mendongak menatap langit malam yang berselimut awan tebal. Mereka berdua adalah sepasang kekasih, ialah Aruna dengan Tomy Harsono. Sebenarnya Aruna sempat menolak saat Tomy mengajaknya pergi berkencan malam ini. Akan tetapi karena paksaan Tomy, juga karena malam ini bertepatan dengan malam minggu di mana waktu yang pas bagi sepasang kekasih untuk menghabiskan malam bersama untuk sekedar berjalan-jalan atau mengitari kota untuk mencari makan.
Sama halnya dengan yang sedang dilakukan oleh Aruna dengan Tomy . Mereka berdua hanya menghabiskan waktu di sebuah angkringan yang berada di tengah kota. Menikmati secangkir jahe hangat di tengah dinginnya malam akibat hujan.
"Run, kita pulang sekarang atau nunggu hujan benar-benar reda?" tanya Tomy pada kekasihnya, karena lelaki itu bimbang antara menunggu hujan benar-benar reda atau mereka akan pulang saat ini juga. Mengingat hari yang sudah beranjak malam, di mana Tomy akan merasa tak enak hati pada kedua orang tua Aruna karena telah membawa anak gadis mereka sampai malam begini.
"Kita pulang saja tidak apa-apa. Menunggu hujan reda juga sampai kapan? Lagipula ini hanya tinggal gerimis saja," jawab Aruna dengan kepala ikut menengadah menatap rintik hujan yang masih tersisa.
"Kau yakin, Run? Aku tak bawa jas hujan, loh!"
"Iya. Yakin." Aruna menjawab, tak lupa seulas senyuman ia berikan pada kekasihnya.
"Baiklah jika kau memaksa."
Keduanya keluar dari dalam angkringan, menuju di mana motor milik Tomy berada. Aruna naik di atas boncengan motor besar milik Tomy. Merapatkan jaket yang ia kenakan untuk menghalau rasa dingin yang menelusup hingga ke pori-pori kulitnya.
Tomy mulai memacu motornya membelah pekatnya malam dengan sangat berhati-hati karena jalanan yang memang licin. Di beberapa ruas jajan bahkan tampak genangan air yang begitu membahayakan bagi pengendara motor sepertinya. Jika melajukan kendaraan lebih kencang sedikit saja, maka bisa dipastikan akan kesusahan menjaga keseimbangan. Memilih membawa motor dengan kecepatan di bawah rata-rata. Biar lambat asal selamat. Terlebih Tomy sedang membawa anak gadis orang. Keluarga Aruna pasti telah menunggu dengan cemas di rumah. Dan Tomy tidak ingin gegabah jika ia tak mau celaka.
Yang namanya musibah tak akan pernah bisa ditolak atau diprediksi. Mungkin kita sudah berusaha berhati-hati. Tapi tidak dengan orang lain di sekitar kita. Salah satu contohnya dengan apa yang saat ini sedang dialami oleh Aruna dengan Tomy. Sejak keluar dari angkringan tempatnya menghabiskan malam tadi, Tomy telah berusaha menjaga diri dan sangat berhati-hati. Bahkan saat sampai di sebuah traffic light seperti ini, meski lampu berwarna kuning, akan tetapi Tomy memilih berhenti karena ia rasa tak lama lampu traffic light tersebut akan berubah menjadi merah, yang berarti semua pengendara harus berhenti. Sayangnya, di tengah malam ditambah kondisi hujan jalanan tak seberapa ramah. Jalanan yang biasa dipenuhi oleh banyak orang yang berkendara, kini hanya dia sendirian yang berhenti di sebuah perempatan sambil merasakan rintik hujan yang jatuh mengenai tubuhnya juga tubuh sang kekasih. Bahkan Aruna semakin mengeratkan pegangan pada jaket yang Tomy kenakan. Sebelah tangan Tomy menggenggam tangan Aruna yang melingkari pinggangnya. Terasa sangat dingin. Pasti Aruna sedang kedinginan saat ini. Semoga saja kekasihnya itu masih bisa menahan sampai mereka tiba di rumah nanti. Sempat menyesal karena ia tadi memaksa Aruna agar mau ikut bersamanya keluar. Karena hanya di saat weekend seperti inilah ia dan Aruna bisa bersama. Dan jika di hari biasa, mereka berdua sudah disibukkan dengan pekerjaan dan aktifitas mereka masing-masing.
Silau, sorot cahaya lampu dari sebuah mobil di depan mereka, membuat Tomy juga Aruna sama-sama memicingkan mata. Bahkan Tomy sempat menghalangi padangannya dengan sebelah tangan. Selanjutnya, apa yang terjadi pada mereka berdua sungguh d luar dari perkiraan. Semua terjadi sangat cepat dan tanpa bisa dicegah oleh keduanya. Mobil tersebut melaju dengan kencangnya tak peduli jika sedang berada di perempatan jalan dan lampu traffic light yang masih menyala merah warnanya.
Kecelakaan tak dapat dihindari saat pengemudi mobil tak mampu menguasai diri. Motor Tomy yang memang sedang berhenti menjadi sasaran mobil tersebut. Tomy tak mampu melindungi dirinya sendiri apalagi melindungi Aruna dari terjangan mobil tak dikenal yang menabrak mereka. Lelaki itu merasakan tubuhnya terpental dan jatuh di atas rerumputan yang basah. Rasa sakit menyergap di sekujur tubuhnya. Dan semuanya gelap, Tomy tak tahu lagi apa yang sedang terjadi selanjutnya.
Sementara itu, Aruna kondisinya lebih mengenaskan dari pada kekasihnya. Jika tubuh Tomy sempat terpental karena hantaman yang cukup keras dari body mobil tersebut, sementara Aruna yang tak bisa berbuat apa-apa terlebih menyelematkan diri. Harus rela tubuhnya terseret bersama motor Tomy yang tersangkut pada salah satu bagian mobil tersebut. Setelahnya Aruna tak ingat apa-apa lagi.
***
Entah berapa lama Aruna tak sadarkan diri, terlempar dari raga yang ia naungi. Yang Aruna tahu, saat gadis itu terbangun sudah berada di tempat yang sangat asing baginya. Kepalanya terasa berdenyut nyeri. Matanya sangat sulit untuk ia buka.
"Runa ...."
Aruna mendengar seseorang menggumamkan namanya. Suara lembut yang selalu ia dengar setiap hari. Siapa lagi jika bukan suara Mama.
"Kamu sudah sadar, Sayang."
Terdengar lagi suara mamanya. Akan tetapi untuk membuka mata sangat sulit Aruna lakukan. Mencoba menggerakkan kembali jari-jari tangannya. Dan berjuang keras agar mata itu bisa terbuka.
Derap langkah kaki mendekatinya membuat Aruna lagi-lagi penasaran dengan apa yang terjadi pada dirinya. Dan saat ia mencoba dan berusaha keras menggerakkan kelopak mata, samar ia melihat cahaya. Bukan kegelapan lagi yang berada di alam bawah sadarnya.
Satu persatu orang yang berada di sekelilingnya dapat Aruna lihat meski tidak nyata. Wajah samar sang mama yang menggenggam sebelah tangannya. Lalu seorang lelaki berseragam putih yang sedang memeriksa dirinya, serta seorang perempuan muda berseragam yang sama dengan si lelaki tersebut, entah sedang melakukan apa. Aruna tak mampu berpikir. Karena hanya pening kepala serta badan yang terasa sakit semua yang dapat Aruna rasakan. Membuat Aruna memilih kembali memejamkan matanya. Ia masih tidak sanggup berpikir keras.
"Syukurlah, Nona Aruna sudah siuman." Suara seorang lelaki, disertai dengan helaan napas suara mamanya.
"Alhamdulliah. Akhirnya kau sadar juga, Runa," ucap wanita bernama Febri yang tak lain adalah mamanya Aruna.
Aruna rasakan genggaman tangan yang semakin kuat, dan mama lah yang melakukannya. Membuat rasa hangat itu menjalar di sekujur tubuhnya.