Part 2

1275 Words
Di dalam mobil terjadi keheningan. Juna fokus menyetir, sedangkan Hana yang berada di sebelahnya asyik melihat jalanan kota Jakarta yang tampak ramai oleh kendaraan roda dua dan empat. Sementara itu, Aeri yang berada di jok belakang tengah tertidur pulas karena saking lelahnya melakukan perjalanan dari LA menuju Jakarta. Juna melirik sebentar ke arah Hana lalu kembali fokus menyetir. “Na, apa enggak apa-apa kamu kembali lagi ke sini?" tanya Juna. Hana menaikkan sebelah alisnya karena tak paham dengan apa yang diucapkan oleh Juna barusan. Mengerti Hana kebingungan dengan perkataannya, Juna pun kembali meralat perkataannya barusan. "Maksud Kakak, apa enggak apa-apa kamu kembali lagi ke kota ini di mana kamu mengalami rasa sakit itu?” “Enggak apa-apa, Kak. Buktinya aku baik-baik aja kembali lagi ke kota ini. Lagi pula ada yang harus aku selesaikan di sini.” Diam-diam Hana memperlihatkan smirknya. “Ya sudah, kalau kamu enggak apa-apa. Lalu gimana dengan Aeri? Apakah dia baik-baik saja kembali ke sini? Apa traumanya sudah sembuh?” Juna melirik ke jok belakang di mana Aeri tengah tertidur dengan pulasnya. Aeri mengalami trauma dengan kota Jakarta. Itu semua karena ulah ayah kandungnya. Bahkan sampai sekarang ini Aeri sangat membenci Chandra dan tidak sudi menganggap Chandra sebagai ayah kandungnya. “Awalnya Aeri menolak, tapi aku berhasil membujuknya hingga dia mau kembali lagi ke sini. Lagi pula mau sampai kapan dia tidak mau kembali ke kota kelahirannya,” ujar Hana. Mobil Juna pun memasuki pekarangan rumah megah milik keluarga Lee. “Aeri Sayang, kita sudah sampai.” Hana mencoba membangunkan putrinya. Akhirnya Aeri pun terbangun. “Kita sudah sampai, ya Mom?” Aeri mengucek kedua matanya. “Iya, kita sudah sampai. Sekarang kamu turun, nanti tidurnya dilanjut lagi di kamar,” balas Hana. “Oke, Mom.” Aeri dan Hana pun turun dari mobil Juna. Sementara itu, Juna sudah keluar sejak tadi. “Koper kalian biar mang Udin yang bawa. Sekarang ayo kita masuk, papa dan Irena sudah menunggu kalian di dalam.” Juna menggandeng tangan Hana dan Aeri masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah tepatnya di ruang keluarga, Reyhan beserta Irena menyambut kedatangan Hana dan Aeri yang sudah hampir belasan tahun tidak menginjakkan kakinya di rumah itu. “Grandpa!” Reyhan tersenyum. “Cucuku!” Aeri pun langsung berlari ke pelukan Reyhan. “Aeri kangen Grandpa,” ucap Aeri pelan. “Grandpa juga kangen Aeri,” balas Reyhan. Sama halnya dengan Aeri dan Reyhan, Irena dan Hana juga tengah berpelukan erat—saling melepas rindu. “Akhirnya kamu balik lagi ke Jakarta. Kakak kangen banget sama kamu, Na,” ucap Irena sambil memeluk erat tubuh adik iparnya yang sudah ia anggap seperti adik kandungnya sendiri. “Hana juga kangen sama Kakak,” balas Hana. “Oh, jadi Aunty cuman kangen sama Mom, sama Aeri enggak?” Irena melepaskan pelukannya, ia menoleh ke arah keponakannya lalu tersenyum. “Kata siapa? Aunty juga kangen kok sama kamu. Sini Aunty peluk.” Irena merentangkan kedua tangannya. “Aunty!” Aeri berlari ke pelukan Irena. Hana tersenyum melihat putri semata wayangnya berpelukan dengan kakak iparnya. "Hana ...” Hana menoleh dan mendapati papanya yang tengah menatap sendu ke arahnya. “Papa ...” Hana pun berlari ke pelukan papanya. Juna tersenyum melihat mereka berempat, begitu pun dengan para pekerja di rumah keluarga Lee. Mereka juga ikut tersenyum melihat kebahagiaan keluarga majikannya. “Kita tunda dulu acara kangen-kangenannya, lebih baik sekarang kita makan siang dulu. Pasti Hana sama Aeri lapar.” Juna mendekati mereka berempat. “Iya, ayo kita makan siang dulu. Aunty sudah menyiapkan makanan kesukaan kalian,” imbuh Irena sambil merangkul Hana dan Aeri. Mereka pun pergi ke ruang makan. “Oh iya Aunty, di mana kak Gian, kak Mitha, sama Vino? Dari tadi aku enggak lihat mereka?” tanya Aeri sambil celingukan mencari keberadaan sepupunya. “Kak Gian pergi keluar kota, katanya ada rapat penting dan tidak bisa diwakilkan. Kalau kak Mitha, dia ada jadwal operasi siang ini jadi dia tidak bisa nyambut kedatangan kalian. Sementara itu, Vino tengah liburan bersama kakek dan neneknya di Bali,” jelas Irena sambil menuangkan nasi dan lauk pauk ke piring suaminya. Putra pertama Juna dan Irena berprofesi sebagai manager Net-Lix, perusahaan IT yang didirikan oleh Juna. Anak kedua mereka berprofesi sebagai dokter bedah di Asan Medika, rumah sakit di bawah naungan Solera Group. Sementara itu, putra bungsu mereka masih mengenyam pendidikan di sekolah menengah pertama. Aeri mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ternyata begitu.” “Tapi tenang aja, mereka akan cepat pulang jika pekerjaan mereka sudah selesai.” Irena mengelus rambut keponakannya. Aeri tersenyum. “Iya, Aunty.” Mereka pun kembali makan siang diselingi obrolan dan candaan yang membuat suasana di ruang makan tersebut hangat. **** Sementara itu di rumah keluarga Pramana, Surya dan Rita tengah bersantai di taman belakang ditemani secangkir teh hangat dan bolu kukus buatan mbak Ina. “Aku dengar Hana dan Aeri sudah kembali. Apakah itu benar, Mas?” Rita bertanya kepada suaminya. “Iya, mereka sudah kembali. Aku mendapat kabar itu dari Reyhan,” jawab Surya. “Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan cucu dan anakku. Terakhir kali kita bertemu mereka tujuh bulan yang lalu, saat Aeri berulang tahun.” Rita terlihat sangat antusias sekali mendengar kepulangan cucu dan mantan menantunya. Hubungan keluarga Pramana dan keluarga Lee sempat memburuk setelah mereka mengetahui Chandra selingkuh dengan sekretarisnya di kantor. Setelah perceraian Chandra dan Hana, hubungan kedua keluarga tersebut semakin memburuk. Keluarga Lee sempat mengakhiri kerja sama dengan perusahaan keluarga Pramana, namun beberapa tahun kemudian hubungan kedua keluarga tersebut membaik sampai saat ini, tetapi hubungan keluarga Pramana dan Lee masih berjalan buruk dengan Chandra. “Aku juga tidak sabar ingin segera bertemu dengan cucu dan anakku. Andai saja anak itu tidak membuat ulah, pasti sampai hari ini keluarga kita bahagia,” ujar Surya. Surya menerawang kembali ke kejadian empat belas tahun silam, lalu ia menghela napasnya. Putra satu-satunya itu sangat mengecewakan. Surya merasa gagal sebagai ayah dalam mendidik putranya. “Semua ini gara-gara perempuan itu!” ucap Rita menyalahkan selingkuhan putra mereka. Sampai saat ini Rita sangat membenci Jihan, karena gara-gara wanita itu, hubungan rumah tangga putranya hancur dan sempat membuat cucunya trauma. Dan gara-gara wanita itu juga, Chandra jadi anak pembangkang. Rita bersumpah, akan membuat hidup wanita itu menderita seperti dia membuat menantu dan cucu perempuannya menderita. **** Nayla pergi ke ruang kerja ayahnya. Ia ingin menyampaikan keinginannya kepada sang ayah untuk membelikan iPhone keluaran terbaru. Barusan salah satu sahabatnya memamerkan produk Apple keluaran terbaru di group chattingnya. Dan ia ingin memilikinya. Tetapi sesampainya di ruang kerja ayahnya ia tidak menemukan keberadaan ayahnya. Karena tidak menemukan keberadaan ayahnya, Nayla pun pergi ke lantai bawah. “Ibu!" teriak Nayla. “Ibu di dapur, Sayang. Ada apa?!” jawab Jihan yang saat ini tengah sibuk memasak. “Ibu liat ayah enggak?” tanya Nayla sambil berjalan mendekati ibunya. “Ayahmu pergi ke kantor, katanya ada urusan penting yang harus segera diurusnya,” jelas Jihan sambil mengelus rambut putrinya. “Oh ... begitu ya, Bu.” Nayla cemberut, ia pun duduk di kursi meja makan. Jihan menoleh ke arah putri semata wayangnya. “Memangnya kenapa kamu cari ayahmu?” Nayla menggelengkan kepalanya. “Cuma tanya aja,” balasnya sedikit lesu. Nayla sengaja berbohong, karena jika ibunya tahu ia meminta dibelikan iPhone keluaran terbaru, pasti ibunya akan mengomelinya. Jihan pun kembali melanjutkan aktivitasnya, memotong sayuran. Sementara itu, Nayla menghembuskan napasnya. “Ibu ...” “Ya,” jawab Jihan tanpa menoleh. “Aku mau pergi ke taman kompleks, bolehkan?” izin Nayla. “Boleh, asalkan jangan pulang terlambat. Jam lima kamu harus sudah ada di rumah,” jawab Jihan. “Ay.. ay.. captain. Nayla pergi dulu bye, Ibu,” pamit Nayla sambil mencium pipi ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD