Waktu menunjukan pukul 16.00. Latihan basket baru saja selesai. Rama, yang tak lain adalah sang kapten basket pun segera menuju pinggir lapangan. Ia menghampiri seorang gadis cantik yang sedari tadi terus memberinya semangat. Rama duduk di samping gadis itu. Gadis bernama Dea itupun segera memberikan sebotol air mineral pada Rama. Tak lupa juga, handuk kecil berwarna biru muda untuk membersihkan keringat Rama.
Setelah beberapa saat beristirahat, Rama segera mengajak Dea pulang. Seperti biasa, Rama selalu menjemput dan mengantar Dea pulang pergi sekolah. Kekasih? Bukan. Dea adalah sahabat Rama sejak kecil. Baginya, Dea sudah seperti adiknya sendiri walau usia mereka hanya terpaut empat bulan saja. Sejak duduk di bangku TK, SD, SMP, sampai kini di bangku SMA pun mereka selalu bersama. Dea memang selalu bisa membuatnya nyaman. Sikap tomboy yang kadang terlihat pada Dea pun menambah keindahan persahabatan mereka. Membuatnya semakin berwarna.
Kini, Rama dan Dea sudah berada di dalam mobil. Keduanya asyik bercanda. Rama terus saja menggoda Dea hingga gadis itu dibuat kesal olehnya. Namun semua hanya candaan yang tak akan melukai perasaan keduanya. Karena asyiknya bercanda, Rama sempat kehilangan konsentrasinya hingga ia hampir menabrak seseorang. Kedua remaja itupun segera turun dari mobil untuk melihat kondisi seorang gadis yanng tersungkur di depan mobil Rama itu. Rama berlari kecil ke arah gadis yang nyaris ia tabrak. Gadis itu terjatuh di atas aspal, mungkin karena terkejut.
"Kamu nggak papa?" tanya Rama sembari bersimpuh di hadapan gadis itu. Gadis itu mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Maaf ya, aku benar-benar nggak sengaja. Tapi kamu beneran nggak papa?" ujar Rama yang merasa sangat bersalah. Gadis itu tersenyum. Senyumannya sangat manis di mata Rama. Sekejap, Rama sempat terhipnotis oleh senyuman itu. Kemudian Rama membantu gadis itu berdiri. Terdapat luka kecil di lutut kiri gadis itu.
"Lutut kamu luka. Biar aku antar pulang ya!" tawar Rama.
"Tidak usah. Aku bisa sendiri kok." tolak gadis itu.
"Sudahlah, tak apa. Biar kita antar saja, ya? Lagian kita nggak lagi buru-buru kok." sambung Dea menambahi. Gadis itu akhirnya mengangguk. Rama dan Dea pun segera membantu gadis itu masuk ke dalam mobil.
Setelah berada di dalam mobil, Rama dan Dea kembali melanjutkan candaannya. Beberapa kali, Rama melirik ke arah gadis yang nyaris ia tabrak tadi lewat spion dalam. Gadis itu terus tersenyum melihat keakraban Rama dan Dea. Rama pun ikut tersenyum melihatnya.
"Oh iya, nama kamu siapa?" tanya Dea sembari menoleh ke belakang.
"Airin." jawab gadis itu. Suaranya sungguh lembut. Menambah kesan feminin pada gadis itu.
"Bagus juga nama kamu. Oh iya, kenalin, aku Dea, dan ini sahabatku, Rama." ujar Dea memperkenalkan dirinya dan Rama. Rama melambaikan tangannya dan tersenyum sembari melihat Airin dari spion.
“Kamu beneran nggak papa? Apa nggak sebaiknya kita cek ke rumah sakit dulu?” Rama. Dia tidak mau dicap sebagai orang yang tidak bertanggung jawab seandainya tadi Airin sempat tersenggol mobilnya.
“Tidak. Hanya luka kecil saja kok. Lagi pula ini tadi aku jatuh sendiri karena kaget, bukan karena tertabrak kalian.” Balas Airin.
Beberapa menit kemudian, sampailah mereka di halaman rumah Airin. Sebelum turun, Airin berterima kasih pada Rama dan Dea. Awalnya, Rama ingin mengantarkan Airin hingga depan rumahnya. Tapi gadis itu menolak. Kemudian Airin turun dari mobil Rama. Setelah itu Rama dan Dea melanjutkan perjalanannya.
"Cantik ya?" tanya Rama. Dea menoleh ke arah Rama. Gadis manis itu menyeritkan keningnya.
"Siapa yang cantik? Airin maksud kamu?" tanya Dea. Rama mengangguk mantab. Dea tertawa sebentar sebelum menjawab,
"Cantik aku lah." bangga Dea. Rama hanya tertawa geli mendengar penuturan sahabatnya itu.
“Memang kamu bisa disebut cantik? Kamu cewek tulen atau bukan aja aku ragu.” Ejek Rama. Dea berdecak kemudian mencubit lengan Rama, hingga pria itu meringis di tengah tawanya.
“Aww.. ssh sakit, De,” keluh Rama yang berusaha menghindari cubitan mematikan Dea.
“Bilang apa tadi? Coba ulangi lagi! Biar sekalian ini kulitnya aku kelupasin.” Ancam Dea.
“Enggak. Oke sorry. Iya deh, kamu yang paling cantik. Airin mah nggak ada apa-apanya,” Rama. Bukannya tersipu malu seperti kebanyakan perempuan pada umumnya, namun Dea malah tertawa keras mendengar pujian Rama.
“Ya nggak usah ngibul juga! Sekelas Airin dibandingin sama aku. Haha.. Ya jauhlah,” Dea.
“Cantikan siapa?” Rama.
“Ya jelas Airin. Hehe.” Jawab Dea dengan wajah polosnya yang membuat Rama gemas.
Malam harinya, Rama membuka jejaring sosial yang ia miliki. Ia mencoba mencari akun jejaring dengan nama "Airin", namun tak juga ia temukan akun gadis itu. Rama sempat mendengus kesal karena tak juga menemukan akun gadis itu. Baik i********:, f*******: bahkan twitternya.
"Mana sih? Airin. Airin siapa coba namanya? Perasaan yang namanya Airin banyak banget, tapi fotonya nggak ada yang mirip. Ck, lagian kenapa tadi nggak tanya sih, Ram? Cupu banget jadi cowok. Jadi susah sendiri kan sekarang?" Kesalnya. Entahlah apa yang sebenarnya menjadi keinginan pria itu. Mungkinkah hatinya mulai terpikat dengan gadis bernama Airin itu?