Rangga mencoba mencoba memejamkan matanya di atas sofa di ruang tamu rumahnya.
“Uuuggghhh,” lelaki itu menghela napasnya, minggu ini benar-benar hari yang melelahkan bagi batinnya.
Rianti dan Zahra, dua sosok wanita yang memiliki kesempurnaan tubuh yang sering diimpikan kaum hawa. Rianti dengan gayanya yang riang dan supel membuat semua lelaki berlomba untuk berakrab ria dengannya, sambil mengagumi setiap lekuk bagian tubuh yang sempurna.
Sedangkan Zahra, sosok wanita kalem dengan senyum yang menawan dan mata yang teduh, membuat para lelaki merasa betah untuk berlama-lama mencumbu keindahannya. Hanya saja bagi Rangga, Zahra memiliki arti lebih dari sekedar seorang wanita yang ramah, di balik tubuhnya yang selalu tertutup oleh gaun putih khas seorang dokter, Zahra memang memiliki mistery yang begitu besar.
Sayup-sayup dirinya mendengar suara mesin mobil memasuki halaman rumahnya. Tak lama terdengar suara Rianti yang bersenandung riang, memasuki rumah. Rangga terjaga dari lamunannya.
“Sayang, aku telah mendapatkan cuti seperti yang kau mau,” seru Rianti riang, mengecup kening Rangga yang tengah tiduran.
“Oh yaa, bagaimana cara kau mendapatkannya, bukankah itu tidak mudah,”
“Ya, seperti yang kau katakan tadi pagi, aku harus sedikit menggodanya,” Rianti mengambil napas panjang sebelum melanjutkan ceritanya.
“Untuk mendapatkan cuti yang kau inginkan, aku harus melepas dua kancing bagian atas blazer ku ketika memasuki ruangannya, bahkan ketika duduk di depannya aku sengaja melipat kedua pahaku untuk memberikan Pak Santo sedikit tontonan yang menarik, berharap orang tua itu dapat langsung memberikan izinnya.”
“Lalu?” sambar Rangga cepat dengan suara yang dibuat sesantai mungkin. Matanya menatap rok Rianti yang semakin tertarik keatas ketika istrinya itu duduk di sampingnya, pikirannya mecoba membayangkan suguhan apa saja yang telah diberikan istrinya.
“Dan seperti katamu, tidak mudah untuk mendapatkan izin itu, orang tua itu justru semakin ngelunjak ketika aku mengajukan permohonan cuti, dia memintaku untuk menemaninya mengobrol disofa diruangannya, dan tahu kah kau apa yang dilakukannya selama obrolan itu terjadi,” Rianti berhenti sejenak untuk mengatur napasnya.
“Dia mulai berani meraba pahaku ini, bahkan berulangkali mencoba memasukkan jemarinya kedalam rok sempit yang jelas tidak akan cukup untuk tangan gemuknya, meski aku tau usahanya sia-sia, aku tetap menepis ulah usilnya itu,” Rianti mencoba menutup ceritanya sambil mengecup bibir suaminya.
Dengan sangat bernafsu Rianti meneguk minuman dingin milik Rangga yang ada di depannya.
“Baiklah, Banyak persiapan yang harus kulakukan untuk besok, dan aku tidak ingin ada barang penting yang tertinggal nantinya,” Rianti beranjak dari duduknya, meski wajahnya sedikit pucat karena kelelahan setelah bekerja sehari penuh, namun wanita cantik itu terlihat begitu bersemangat menyambut liburan.
Sementara Rangga sibuk mengingat-ingat sosok tambun Pak Santo, dengan jari-jari tangan yang juga dipenuhi lemak. Tubuhnya yang pendek membuat pria paruh baya itu semakin membulat. Namun seberkas noda yang mengering pada rok bagian belakang Rianti membuat Rangga meloncat dari peraduan.
“Apakah hanya itu yang dilakukannya padamu,” sela Rangga sambil perlahan menarik Rianti hingga kembali duduk di sampingnya. Entah mengapa Rangga begitu penasaran dengan noda yang dilihatnya.
“Ya,Setelah tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya pada bagian bawah tubuhku, tangan yang dipenuhi bulu itu menghiba kepadaku untuk bisa merasakan sedikit kepadatan payyudaraku,”
Rangga mendengarkan cerita istrinya dengan jantung yang mulai berdegub kencang, meski ada rasa cemburu disana tapi tak ada sebersitpun gelora amarah, entah mengapa?.
“Selama dia melakukannya dari luar blezerku kupikir tak mengapa, dan bisa kau tebak bagaikan anak kecil yang mendapat mainan baru, tangannya bergerak cepat meraba, meremas dan terkadang mencubit dengan kuat hingga membuatku sedikit menjerit.
Tapi tak lama kemudian Pak Santo mengeluhkan blazerku yang terlalu tebal dan memintaku untuk melepas beberapa kancing yang tersisa. Aku teringat akan pesanmu tadi pagi untuk memberikan sedikit tontonan pada orang tua yang sudah hampir pensiun itu, jadi biarlah dirinya mendapatkan sedikit keindahan dari tubuhku, toh aku masih mengenakan blus yang menutupi tubuhku” Suara Rianti semakin berat, matanya menerawang mencoba mengingat kejadian tadi siang.
“Lalu?” Rangga bertanya dengan suara tercekat.
**