Bertemu
Rembulan bersinar dengan terang. cahayanya membuatku semakin merindu. bukan tentang seseorang tetapi rumah. rumah yang jauh tak bisa kulalui tanpa rembulan biru. Aku hampir sewindu di bumi. bumi yang biru tapi tak memiliki cahaya biru dan memiliki rembulan yang bercahaya kuning. aku tak inginkan itu. aku masih menunggu rembulan datang.
"Masih berapa lama lagi aku menunggunya?" Gumamku sendiri di pinggir sungai dengan bermain air.
"Hei! kamu ngapain disana?" Teriak seseorang di atas jembatan.
"Lagi-lagi" Desahku dengan berdiri sedikit berlari menjauh dari seseorang yang berteriak.
"Jangan lari hei! jangan lari kamu!" Teriaknya sambil mengajarnya. aku semakin kencang berlari. aku ingin terbang tapi tak boleh menggunakan kekuatan di tempat umum.
"Kenapa semakin cepat sih" omelku sambil berlari menjauh. semakin lama semakin lemah kekuatan kakiku, aku memutuskan bersembunyi di sebuah gedung yang usang. jantungku masih berdegup kencang, nafas masih tersengal-sengal. suara langkah kaki berlari terdengar lebih dekat.
"Tidak ada disini. dimana perempuan aneh itu. sudah kubilang berapa kali kalau tidak boleh ke sungai" suara seseorang dengan nafas naik turun. "Merepotkan! aku harus cari dia sampai dapat" katanya sambil berlari menjauh dari gudang usang.
Aku menghela nafas lega. sebaiknya aku pulang. aku berdiri membersihkan diri dan aku mulai memejamkan mata dengan mengucap mantra, dan WUUSSHH tubuhku lebih ringan. aku terbang. Melihat kebawah, ada banyak manusia yang semakin kecil.
"Aku masih hebat dalam beberapa hal. hahaha" Tawaku seraya melihat manusia yang tak sepadan denganku. aku mulai menikmati udara malam yang segar. kuakui aku suka di bumi beberapa hal seperti hujan, makanan enak, sungai, dan laut. Akhirnya aku sudah sampai di hutan pinggir kota. Rumah yang kubangun sendiri. Tidak luas hanya saja berada diatas pohon, tapi aku menyukainya menurutku, bisa melihat rembulan lebih dekat.
Suara mesin yang terdengar keras membangunkanku dari tidur nyenyak. Suara bising alat-alat berat dan beberapa orang yang berisik.
"Siapa sih yang menggangguku pagi-pagi" Gerutuku kesal sambil keluar melihat apa yang terjadi. Pondokku yang diatas pohon tak terlihat oleh orang-orang di bawah. Mataku hampir saja keluar dari tempatnya. Melihat isi hutan sepertiganya hilang.
"Apa-apaan manusia ini! Kejam sekali dengan alam!" Aku meloncat terbang ke sisi pohon lain. Melihat alat-alat berat sudah berdiri tegak berjalan memenuhi tugasnya. Hatiku sedih dan marah melihat kelakuan manusia yang tidak bersyukur.
"Kenapa harus memiliki kalau berdampingan sudah cukup" omelku tak henti.
"Pak, diatas sana!" Seseorang paruh baya yang kurus menunjuk ke arah gubukku. Seseorang itu berbicara dengan orang yang memakai pakaian rapi, Layaknya bos. Aku ingin menghampiri tetapi aku tak punya hak.
"Oke, runtuhkan" perintah layaknya bos itu. Aku menatap tajam gubukku dan aku terbang ke arahnya secepat mungkin tak ingin tempat singgah ku hilang.
"Pak Bayu tunggu!" Tangannya mengaba-aba untuk menghentikan alat berat yang hampir mendekati pohon. Dia melihat bayangan putih yang secepat kilat terbang. Aku bersembunyi di balik dinding kayu yang aku buat. Mungkin ia berfikir aku ini sosok hantu di siang bolong. Tiba-tiba mata kami tak sengaja bertemu. Dia tersenyum aneh menatapku. Aku tidak tahu harus keluar atau tetap bersembunyi.
"Yang ini jangan dulu pak bayu" Perintahnya kemudian. Aku sedikit lega. Orang layaknya bos itu mengurungkan niatnya. Aku harus menemukan tempat baru. Aku mulai terbang setelah mereka tak melihat kearah pohon besar ini. Mencari tempat yang nyaman dan tersembunyi. Aku masih belum bisa hidup diantara manusia yang serakah. Dari sekian banyak tempat aku menyukai sungai yang aku kunjungi setiap saat dikala malam tapi terlalu terbuka untukku.
"Capek, mau istirahat dulu" Aku duduk dibangku taman. Senja sudah mulai menyapa. Hembusan angin sore sudah mendatangiku.
"Sudah mau malam saja, apa sebaiknya aku kembali lagi. Besok aku akan mencari lagi yang cocok" Aku beranjak ke arah hutan. Sisi hutan sudah berlubang. Pohon gubukku masih utuh. Aku beristirahat dan mencari cara besok aku harus keluar dari rumah pohon ini.
Cahaya mentari pagi tak ingin menyapa kali ini. "Harusnya dipangkas! BYAN! Potong sekarang saja pak. Semuanya sudah beres tinggal itu saja" Suara keras itu membangunkanku. Tiba-tiba rumah pohonku bergetar cepat dan terguncang hebat aku di dalamnya. Aku keluar menjauh dengan sempoyongan. Laki-laki berpakaian rapi tidak ada. Suara keras tadi adalah orang tua yang membanting beberapa kertas dan berteriak ke pekerja yang tak cepat.
"Kasar sekali orang tua itu. Rumahku yang kubangun sudah lenyap" sedihku sambil melihat pohon itu ambruk perlahan. Aku tak tahu harus kemana.
(Byan pov)
"Pa! Aku sudah bilang. Rumah pohon itu milik anak desa disana! Aku sudah berbicara dan izin baik-baik dengan pihak desa kalau sampai penduduk desa itu tahu kalau salah satu rumah pohon milik warganya hancur jadi batal rencana kita. Papa tidak tahu permasalahannya aku sudah cukup lama menunggu hingga warga desa mau memberikan tanah itu berada di pihak kita! Usaha kita memang baik untuk kedepannya tapi tidak semua orang terbuka pikirannya Pa. bukan itu maksud Byan. Susah ngomong sama Papa kalau tidak kepala dingin. Byan tutup" Emosinya kini semakin naik. Survey yang ia lakukan selama berbulan-bulan dan mendekati warga desa hampir setahun gagal total. Ayahnya yang tak setuju dengan Tindakan tanpa kekerasan. Ayahnya berpikir dengan memberikan uang dia bisa melakukan segalanya. Padahal kepercayaan salah satu hal yang terpenting saat ini.
"Kenapa Papa selalu tidak berfikir kedepannya. AAARGH!". Kemarin saat Pak Bayu akan menghancurkan. Aku melihat seseorang berbaju putih. Perempuan berambut Panjang. Kukira hantu disiang bolong tetapi saat mata kami bertemu. Itu jelas bukan hantu tetapi manusia. Tapi di zaman serba modern masih ada anak-anak yang membangun rumah pohon tanpa tangga. Pasti dia salah satu anak warga desa. Aku harus bilang apa kepada sesepuh desa terkait ini. Sesepuh pernah berkata boleh izin membangun, membeli tetapi tak merusak dan merebut milik warga desa. "Sebaiknya aku kesana untuk meminta maaf" kata Byan dengan membereskan beberapa berkasnya.
(Aku pov)
Hari sudah malam aku tak kunjung menemui tempat tinggal. Aku termenung di pinggir sungai. "Semoga tidak ada pak penjaga yang menyebalkan itu hari ini" aku memain-mainkan air sungai dengan kekuatanku. Hanya bermain sedikit supaya hati yang lara ini sedikit terhibur. Aku tersenyum kecil melihat tingkahku.
Di waktu bersamaan tak jauh dari tempatnya. Sebuah mobil range rover sudah sampai di sungai yang kini menjadi miliknya. Sungainya dulu tercemar kini menjadi jernih dan tak ada lagi sampah mengapung. Ia sudah membeli daerah sini serta sungai ini. Rencananya akan membuat daerah taman bermain dan tempat makan tetapi melihat asrinya pinggiran sungai. Byan menundanya. Mungkin hanya beberapa yang harus dirapikan supaya terlihat terurus. Byan memikirkan ucapan sesepuh yang ia temui beberapa saat yang lalu.
"Tidak ada yang membuat rumah pohon di sana, nak. Tetapi beberapa tahun belakangan ini warga sering melihat hantu Wanita melayang-melayang. Banyak warga yang tidak pernah ke arah daerah situ, nak" tetapi byaN tahu bahwa Wanita itu bukan hantu. Suara gemericik air membuat lamunan Byan buyar. Byan yang tak percaya hal hal mistis dan rasa penasaran tumbuh mulai mengikuti suara itu. Sosok Wanita berambut hitam bercahaya biru mengenakan baju putih yang terlilit tak karuan dan panjang. Mata kami sama-sama kaget dan bertemu kembali. Bola mata ungu kebiruan yang memancarkan cahaya tak berarti.
"Sepertinya aku pernah melihatmu?" tanya Byan ragu. Aku mundur dan menjauh perlahan-lahan. Aku masih menatap bola mata kelabunya. Mata ini mengingatku tentang lelaki layaknya bos itu.
"Jangan takut. Kamu bukan hantukan?" tanyanya lagi.
"Mana mungkin aku hantu!!" Seruku dalam hati. "Aku ingin pergi dari sini tetapi—" laki-laki itu mendekat dan menyentuh salah satu kain yang aku kenakan. "Aku tak bisa terbang!" seruku lagi yang kini cukup keras aku mengucapkannya sehingga laki-laki ini kaget dan tanpa sadar melepaskan kainku. Ini kesempatanku terbang. Masa bodoh dia tahu atau tidak. Aku terbang meninggalkan lelaki entah siapa yang pastinya tak pernah bertemu lagi. Akan kupastikan itu.