Malam minggu adalah malam kelabu bagi kaum jones alias jomblo ngenes, tapi tidak termasuk Iqbal ia jomblo tapi anti ngenes ngenes club. Bayangkan saja di saat kaum muda-mudi berkeliaran di jalanan untuk menambah kemacetan Yogyakata, Iqbal lebih memilih duduk di kursi rotan panjang depan teras rumah sambil memangku gitar dan jarinya menari di atas senar sembari bersenandung lagu mellow dan matanya menatap ke arah bintang.
Meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan
Semua tak 'kan mampu mengubahku
Hanyalah kau yang ada di relungku
Hanyalah dirimu mampu membuatku jatuh dan mencinta
Kau bukan hanya sekedar indah
Kau tak akan terganti
"Sial, kenapa patah hati sesakit ini sih?" geram Iqbal pada dirinya sendiri, waktu bisa merubah segalanya tapi hanya satu yang tidak berubah, Iqbal masih mencintai orang yang sama yaitu Valen. Just Valen, only Valen.
Sedetik kemudian muncul sosok Naufal dari dalam rumah yang menjatuhkan bokongnya di samping Iqbal.
"Galau, Mas?" ledek Naufal yang mengambil alih gitar di tangan Iqbal kemudian memetik senarnya.
Iqbal berdecih dan menatap Naufal Kesal. "Gak lah, Iqbal mah anti galau galau club."
Naufal hanya tertawa ringan, mereka sudah bersahabat sejak lama dan Naufal tahu bagaimana kondisi Iqbal saat ini.
"Gak keluar lo, Pal?" tanya Iqbal.
Naufal menggeleng. "Gak, tanggal tua, bro! Anak rantauan itu jangan sering-sering jalan apalagi traktir pacar, kasihan orangtua di rumah mesti banting tulang, lah anaknya di tanah rantauan malah foya-foya."
Naufal memang tak seberuntung Iqbal, Ayahnya hanya PNS di pemerintahan dan Ibunya hanya membuka toko cake kecil-kecilan, belum lagi orangtuanya harus membiayai adik Naufal yang masih SMA dan SMP.
"Lo bisa pakai duit gue."
Iqbal memang sering menawarkan tetapi Naufal selalu menolak. "Gak, gue gak mau dianggap sahabatan sama lo cuma karena duit lo doang."
"Yaelah, Pal. Kita sahabatan udah dari lama yakali ada embel-embel di balik persahabatan kita, 'kan gue ini yang nawarin."
"Gak, masa mau ngajak jalan cewek modalnya dari teman."
Sahabat tidak pernah memandang status, derajat atau apapun. Persahabatan itu terjalin karena menemukan kenyamanan saat bersamanya. Apalagi persahabatan laki-laki jauh lebih tulus daripada persahabatan perempuan.
"Bal, mending lo aja deh yang jalan. Ajak Ibu Valen malam mingguan gak terlalu buruk."
"Apa dia mau?"
"Seret aja udah."
"Ada Rara, malas gue ketemu sama dia."
"Palingan dia lagi ngegalau di kamar sambil stalk medsos lo, Bal."
"Sok tahu lo."
"Itu 'kan hal yang biasa dilakukan jomblo di malam minggu, stalk gebetan atau mantan."
Ada benar juga yang diucapkan oleh Naufal, ia bangkit dari duduknya. "Ok, Mbak Valen tunggu Mas Iqbal."
"Bal, sehat?"
"Gue gila karena cinta, Pal."
Setelah itu ia ngacir ke dalam rumah, segera siap-siap untuk berkencan dengan sang pujaan hati. Terkadang jatuh cinta atau patah hati membuat orang waras jadi gila.
***
Iqbal mengetuk pintu kontrakannya Valen, menunggu beberapa detik setelah itu muncul perempuan yang Iqbal rindukan, wajah Iqbal tampak sumringah berbeda dengan Valen, ia memasang wajah kesal karena kehadiran mantan yang tidak tahu diri ini.
"Mau ketemu Rara?" tebak Valen yang yang langsung digelengi oleh Iqbal.
"Mau ketemu calon istri kok."
"Salah alamat berarti."
"Kan calon istrinya di depan saya."
"Percaya diri sekali Anda!"
"Kalau gak percaya diri bukan Iqbal namanya."
"Mau ngapain?"
"Mau ajak Ibu Valen jalan."
"Sibuk."
"Ayolah, Bu. Anggap aja reuni mantan."
"Sekali gak ya tetap gak!"
"Kalau gitu saya gak mau pergi dari sini, sampai pagi juga saya tunggu Ibu."
"Peduli amat saya!"
Iqbal memanfatkan kesempatan, ia langsung menggeser posisi Valen dan tanpa permisi masuk ke dalam ruang tamu dan semakin membuat Valen naik pitam.
"Iqbal, nanti saya teriak!"
"Silakan, nanti saya bilang aja ke warga kalau kita abis buat anak."
"Iqbal Navrilio cowok paling menyebalkan sejagat raya!"
"Menyebalkan juga tapi pernah baut Ibu jatuh cinta."
Valen menghela napas, makhluk menyebalkan ini selalu punya cara licik untuk mewujudkan keinginannya. "Ok, saya kalah."
"Tunggu sebentar, saya ganti baju dulu," lanjutnya.
Mau tidak mau, suka tidak suka Valen menuruti keinginan bocah tengil yang akhir-akhir inu selalu mengganggunya.
Kalau gini caranya, usaha move on yang udah sampai 95% bisa gagal.
Kamar Rara yang tidak kedap suara, bisa mendengar percakapan Iqbal dan Valen secara jelas, ia sakit pria yang ditunggunya selama bertahun-tahun ternyata mengejar perempuan lain. Tapi tetap saja semangat Rara tidak pernah luntur.
Kalau kak Iqbal tetap mengejar kak Valen, aku juga akan tetap mengejar kak Iqbal.
Rara menatap cermin, memastikan keadaannya tidak buruk untuk menemui gebetan, ia keluar dari kamar dengan langkah pasti dan percaya diri.
"Kak Iqbal tumben ke sini. Cari Rara ya?"
Allahuakbar lebih serem ketemu Rara daripada ketemu setan.
"Jemput my future wife mau ajak kencan yang jelas bukan lo tapi Valen."
Sepedas apapun ucapan Iqbal tidak pernah membuat Rara berhenti mencintainya. Entah kenapa Iqbal selalu membekas di hatinya, tak ingin pergi barang sedetikpun.
"Kenapa bukan aku, Kak? kenapa harus Kak Valen?"
"Karen cinta gak bisa dipaksakan, gue udah jatuh cinta sama dia sejak lama."
"Aku juga kak, aku udah jatuh—"
Iqbal menyela ucapan Rara karena Valen sudah berada di dekat mereka. "Udah siap, sayang?"
Valen menatap penuh penyesalan kepada Rara. "Kak Valen jalan dulu ya, nanti kunci aja pintunya, kakak bawa kunci serep, kok."
Mengabaikan ucapan Valen, Rara langsung berlari ke dalam kamarnya dengan tetesan air mata yang terus mengalir. Ternyata melihat Iqbal jalan sama cewek lain lebih menyakitkan daripada mendengar ucapan pedas Iqbal.
***
Iqbal mengajak Valen ke kafe cokelat, karena Iqbal tahu dulu saat mereka pacaran sangat suka dengan hal yang berbau coklat.
"Tahu kenapa saya bawa Ibu ke sini?" tanya Iqbal setelah menelan coklat miliknya.
Valen menggeleng.
"Karena saya masih ingat kalau Ibu dulu suka banget sama yang namanya coklat."
"Sekarang udah gak terlalu."
"Ibu diet ya?"
Valen mengangguk.
"Padahal saya suka sama pipi bakpao Ibu dulu."
"Bullshit banget, saya masih inget kamu bilang saya bukan tipe kamu."
Percakapan itu mengalir begitu saja bahkan mengabaikan coklat yang ada di hadapan mereka.
"Itu khilaf, Bu. Saya baru sadar saya cinta sama Ibu ketika Ibu pergi dari hidup saya tanpa meninggalkan jejak. Bertahun-tahun saya hidup bersama bayang-bayang masa lalu, saya selalu berdoa kepada Tuhan agar kita dipertemukan dan waktu saya melihat Ibu di ruang dosen untuk pertama kalinya saya benar-benar bahagia. Akhirnya saya bisa melihat Ibu lagi."
Itu bukan gombalan receh yang biasa Iqbal lontarkan melainkan isi hati yang selama ini terpendam, anggap saja lancang tiba-tiba Iqbal menggenggam tangan Valen di atas meja. "Ibu tahu, setelah kita putus. Saya gak pernah lagi pacaran. Karena hati saya udah Ibu gembok yang punya kuncinya hanya Ibu."
Bohong, kalau Valen tidak baper dengan ucapan Iqbal. Valen memang tidak mengakui kalau rasa itu masih ada.
"Saya tanya, please jawab jujur. Perasaan Ibu ke saya udah benar-benar hilang?"
Valen terdiam, ia tidak tahu harus menjawab apa, sebab jika ia jujur ada Rara yang akan tersakiti.
"Kenapa kamu gak pilih Rara?"
"Bu, jangan bahas siapapun. Ini tentang kita. Tentang saya yang mencintai perempuan yang lebih tua."
Valen tersenyum. "Kalau saya jujur sama perasaan saya kamu mau apa?"
"Tunggu saya wisuda, saya akan datang melamar Ibu."
"Tapi kalau jawabannya; saya udah gak punya rasa sama kamu, gimana?"
"Itu tugas saya buat memperjuangkan Ibu."
"Dengan Ibu gak menolak tangannya saya genggam aja udah buktiin kok kalau Ibu masih sayang sama saya," lanjut Iqbal dengan seringai jahilnya lalu Valen yang baru sadar berusaha melepaskan genggaman itu. "Jangan dilepas, Bu. kan saya masih rindu sama Ibu."
Valen tertawa ringan. "Kamu gak berubah, masih suka ngereceh."
"Recehan saya bisa buat Ibu baper."
"Gak ah, masa anak kecil sepeti kamu bisa buat saya baper."
"Iya buktinya Ibu blushing, Iqbal yang 15 tahun aja bisa buat Ibu jatuh cinta, apalagi Iqbal yang 21 tahun."
"Mahasiswa kurang ajar, ingat saya ini dosen pembimbing skripsi kamu."
"Iya ingat kok, kan saya lagi berusaha dapatin acc Ibu. Acc skripsi dan acc nikah."
"Receh aja terus, Bal."
"Bu, saya mau minta maaf buat semua kesalahan saya di masa lalu, karena saya pernah mempermainkan Ibu dan saya sadar cinta gak bisa dipermainkan."
Valen menatap Iqbal, ia bisa melihat kesungguhan dari kedua matanya, Valen juga seperti Iqbal masih berada dalam hati yang sama hanya saja Valen memilih untuk diam dan biarkan gengsinya yang berkuasa, kemudian Valen mengangguk, "iya saya maafin, saya juga minta maaf kalau ada salah sama kamu."