Marry Me?

1250 Words
Kedatangan Aaron dan Shena langsung disambut dengan pemandangan kobaran api besar yang sedang melahap rumah sederhana itu. Dengan perasaan terkejut sekaligus tak menyangka, Shena segera turun dari dalam mobil. Diikuti juga oleh Aaron. Suasana di rumah Shena terlihat begitu ramai oleh orang-orang yang sedang membantu memadamkan api. Shena segera keluar dari dalam mobil dan berlari untuk mencari keberadaan Amanda. "Amanda! Amanda! Kamu di mana?" Shena terlihat panik. Mengedarkan pandangan berharap ia cepat menemukan Amanda. "Amanda!" Shena memeluk tubuh Amanda begitu menemukan keberadaan gadis itu. "Kak Shena! Manda takut, Kak." Amanda menangis histeris dalam dekapan Shena. Tubuh nya bergetar dengan air mata yang sudah membasahi pipi. "Tenang, Manda. Ada Kakak di sini," ucap Shena sambil menahan tangis. Sedangkan Aaron berada di samping tubuh Shena sambil memperhatikan mereka berdua. Mobil pemandam kebarakan tiba dan segera membantu untuk memadamkan api yang melahap habis rumah sederhana itu. Shena menatap pada rumah sederhana yang penuh kenangan bersama mendiang ayah nya. Hatinya terasa sakit, seperti ada benda tajam yang menghujam. Sekarang rumah penuh kenangan itu sudah raup di makan oleh api yang membara. Lalu, setelah ini dia dan Amanda akan tinggal di mana? Hanya rumah itu satu-satunya harta yang mereka punya. ♡♡♡ "Di minum dulu," ucap Shena membantu Amanda untuk minum. Amanda mengusap bibir nya. Mencoba meraih tangan Shena dan membawanya dalam genggaman. Air mata yang semula sudah terhenti kini kembali mengaliri kedua pipi nya. "Kak, Manda minta maaf ya, karena Manda rumah kita jadi terbakar dan sekarang kita udah nggak punya apa-apa lagi." Shena mengusap lembut air mata di pipi Amanda, walau bersamaan dengan itu pula air matanya lolos dari pelupuk mata. "Kamu nggak boleh nyalahin diri kamu sendiri." "Tapi ini memang salah Manda, Kak. Harus nya Manda tahan diri untuk nggak masak mi, mungkin ini semua nggak akan terjadi." Saat itu, Amanda merasa lapar dan berinisiatif untuk masak mi. Lalu kebakaran itu terjadi begitu cepat saat sebuah kain yang berada di samping kompor terkena api. Amanda yang tidak bisa melihat pun semakin panik dan ketakutan. Ia tidak bisa melalukan apa-apa selain berteriak meminta tolong sambil berusaha untuk keluar dari dalam rumah. Shena menarik tubuh Amanda ke dalam pelukannya. Matanya terpejam dengan tangan mengusap bahu gadis itu. "Ayah...." lirih Shena seiring dengan air mata yang mengalir di pipi. Aaron tertunduk kala mendengar lirihan suara Shena. Ia tidak bisa membayangkan kalau musibah yang terjadi pada Shena, terjadi juga dalam hidupnya. Tangan Aaron terulur mengusap pundak Shena yang bergetar, membuat gadis itu tersentak kaget lalu menoleh menatap pada Aaron. Aaron bisa menangkap kilap kesedihan dan kerapuhan yang terpancar dari kedua bola mata Shena. "Maaf...." "Saya nggak tahu harus apa setelah ini. Hanya rumah itu satu-satunya harta yang kami punya," ucap Shena tanpa mengalihkan pandangan dari Aaron. "Kamu dan adik kamu adalah dua perempuan yang kuat. Saya percaya kalian bisa melewati semua cobaan yang datang." Shena tersenyum tipis menanggapi. Aaron membeku, melihat senyum tipis yang terpancar dari gadis itu. Untuk pertama kalinya, Aaron melihat Shena tersenyum walau ada kerapuhan dalam diri gadis itu. ♡♡♡ "Ibu meninggal dunia setelah melahirkan Amanda. Kami hidup bertiga, melalui hari-hari dengan suka cita. Sampai akhirnya, tepat satu tahun yang lalu Amanda kehilangan penglihatan. Ayah kami yang hanya bekerja sebagai petani bayaran, nggak mampu untuk membiayai operasi mata Amanda. Beruntung Amanda dapat menerima kondisinya sebagai gadis buta yang hanya bisa melihat warna hitam di setiap tatapannya." Shena menatap pada Aaron yang duduk di sampingnya. Air mata menetes melalui pelupuk mata. Shena terisak, merasakan pedihnya luka dalam hati. "Lalu Ayah meninggalkan kami untuk selamanya. Dan sekarang, satu-satunya harta peninggalan dari orang tua kami, telah raup oleh api." Shena tertunduk. Tidak kuasa untuk kembali berucap. Yang terdengar sekarang hanyalah tangisan gadis malang itu. Aaron menggeser posisi duduknya menjadi lebih dekat dengan Shena. Dengan ragu, ia mengulurkan tangan untuk mengusap bahu gadis itu yang bergetar. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya. Aaron membiarkan Shena untuk menangis sampai hatinya sedikit lega. Ia mengerti, tidak mudah berada di posisi gadis itu. Mengenai Amanda, saat ini sedang tidur di rumah tetangga mereka. Amanda masih sangat shock dengan kejadian kebarakaan yang terjadi tadi. Shena mengangkat kepalanya. Menarik napas dalam-dalam, lalu menoleh pada Aaron yang sudah berhenti mengusap bahu nya. "Maaf, saya jadi curhat sama kamu." Aaron tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala beberapa kali. "It's oke. No problem." Keadaan kembali sunyi untuk beberapa saat. Sampai akhirnya, tarikan napas dalam Aaron lalukan sebelum ia membuka suara. "Shena," panggil Aaron membuat gadis itu menoleh dengan alis terangkat. "Ada apa?" "Sekali lagi, saya minta maaf sama kamu. Saya adalah orang yang telah merusak kebahagiaan keluarga kecil kamu," ucap Aaron. Shena terdiam, menunggu ucapan selanjutnya dari laki-laki di hadapannya itu. Tangan Aaron terulur, meraih tangan Shena dan membawanya ke dalam genggaman. Membuat Shena menyerit bingung karena perlakuan dari Aaron. "Menikahlah dengan saya." Satu detik.... Dua detik.... Tiga detik.... Shena menepis tangan Aaron. Kemudian memalingkan wajah ke arah lain. Membuat Aaron tersenyum kecut, memaklumi reaksi Shena. "Kamu ini ngomong apa sih?" "Saya serius, Shena. Menikahlah dengan saya." Shena menatap tajam pada Aaron. "Kenapa saya harus menikah dengan kamu? Bahkan kita baru saja saling mengenal. Ah, lebih tepatnya bertemu. Saya dan kamu sama-sama orang asing." "Saya tahu, ini terdengar gila dan nggak masuk akal. Tapi saya serius mengajak kamu untuk menikah," ucap Aaron hendak meraih tangan Shena, namun gadis itu segera berdiri dari posisi duduknya. "Lebih baik kamu pergi sekarang. Saya masih punya urusan lain," ucap Shena tanpa menatap pada Aaron. Aaron turut bangun dari posisi duduknya. "Tolong pikirkan lagi mengenai ajakan saya untuk menikah dengan kamu. Anggap saja ini adalah salah satu bentuk tanggung jawab saya pada kamu dan juga Amanda karena telah membuat Om Yudha meninggal," ujarnya. Shena memutar tubuh. Menatap cukup lama pada laki-laki yang berdiri di hadapannya ini. "Saya sudah bilangkan sama kamu, lupakan tanggung jawab itu." "Saya nggak mungkin bisa melakukan itu, Shena. Semakin saya berusaha untuk melupakannya, justru semakin membuat saya kepikiran. Saya nggak bisa lepas dari kesalahan yang telah saya perbuat." "Dan kamu pikir, menikah adalah solusi terbaik?" Shena bertanya. Aaron menganggukan kepala mantap. "Ya. Menjadi seorang suami tentu mempunyai tanggung jawab besar atas hidup istrinya. Dan saya akan pastikan, hidup kamu akan lebih terjamin setelah menikah dengan saya." Shena hendak membuka mulut untuk melayangkan protesan, namun lebih dulu Aaron kembali berucap. "Bukan hanya itu. Tapi juga mengenai Amanda. Saya akan membiayai operasi mata untuk dia dan melanjutkan sekolahnya jika dia mau. Tolong pikirkan ini baik-baik. Kamu sayang sama Amanda bukan? Dia masih terlalu belia untuk menanggung semua kepahitan hidup. Begitu pula dengan kamu. Apa kamu mau, Amanda terus berada dalam kegelapan semasa hidupnya?" Bibir Shena terkatup rapat mendengar semua ucapan yang keluar dari mulut Aaron. "Saya harap, kamu mau mempertimbangkan tawaran dari saya, Shena. Tolong pikirkan ini baik-baik. Demi masa depan Amanda juga," ucap Aaron menatap dalam kedua bola mata Shena. "Kalau begitu saya permisi. Saya harus kembali ke kantor." Shena menatap kepergian Aaron yang semakin menghilang dari pandangannya. "Menikah? Dengan laki-laki yang telah membuat ku dan Amanda kehilangan Ayah untuk selamanya? Ini gila," gumam Shena. ♡♡♡ Aaron menghentikan laju mobilnya tepat atas jembatan yang membentang di atas sungai. Kemudian ia keluar dari dalam mobil dan berdiri menatap air yang mengalir di bawah nya. Mengajak Shena menikah memang merupakan ide gila. Aaron sendiri tidak tahu kenapa ide itu melintas begitu saja dalam otaknya. Apa karena Shena cantik hingga membuatnya begitu mudah mengajak gadis itu untuk menikah? Namun, Aaron rasa bukan kecantikan yang membuatnya begitu mudah mengajak gadis itu menikah. Entahlah, hati kecilnya memaksa agar ia mengucapkan kata-kata tersebut yang akan membawanya dengan Shena menuju suatu jenjang serius.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD