She Said Yes!

1428 Words
Annyeong! Sebelumnya bantu follow akun Dreame ku yuk, temen-temen. Sekalian Ig @ansapeach (DM for follback) dan Ig khusus semua story ku @storyansa Perlahan kedua bola mata itu terbuka. Mengerjap beberapakali mencoba menyesuaikan bias cahaya yang masuk. Angela merasakan ada sepasang tangan yang memeluk tubuhnya dari belakang. "Derry," gumamnya setelah berbalik badan menatap pemuda yang masih terlelap. Angela mengedarkan pandangan ke sekeliling. Seketika, melintas bayang kejadian semalam antara dirinya dan Derry. Angela menggigit bibir bawahnya. Air mata sudah mengepul di pelupuk mata. Ia menyingkirkan tangan Derry yang masih melingkar di pinggang nya. Kemudian ia mengangkat sedikit selimut dan melihat tidak ada sehelai benang pun pada tubuhnya. Angela terpejam seiring dengan menetesnya air mata di pipi. Ia dan Derry telah kembali mengulang kejadian seharusnya tidak pernah terjadi. Suara tangisan Angela ternyata mampu membuat Derry terbangun. "Kamu udah bangun?" Angela menoleh menatap pada Derry dengan mata sembab nya. "Keterlaluan kamu, Der! Bisa-bisa nya kejadian itu kembali terulang lagi. Kamu memang laki-laki brengsekk!" Derry terduduk lalu tersenyum smirk. "Jangan munafik kamu. Kamu juga menikmati setiap sentuhan dari aku kan? Kita sama-sama menikmati kegiatan semalam." Angela mendengus lalu memalingkan wajah ke arah lain. "Aku benci kamu!" "Tapi aku cinta sama kamu," jawab Derry dengan cepat. "Cinta? Apa aku nggak salah dengar? Kamu telah merusak aku, Der. Apa artinya cinta setelah ini? Kamu laki-laki brengsekk yang pernah aku kenal." Angela mematap penuh benci pada Derry. "Aku terpaksa melalukan ini, agar aku bisa mendapatkan kamu. Dan mungkin hanya ini satu-satunya cara agar kamu menjadi milikku," ujar Derry. Angela tidak membalas ucapan pemuda itu. Ia memutar posisi tidurnya menjadi membelakangi Derry. Air mata semakin deras membasahi pipi. Hatinya sangat sakit, hancur, dan juga sedih. Derry menghela napas panjang. Mendengar Angela menangis, turut membuat hatinya ikut sedih. Derry memang gila karena telah melakukan tindakan bodoh untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Namun, ia juga berpikir, bukankah egois terkadang harus di miliki seseorang untuk mendapatkan kepuasan yang dia mau? Tangan Derry terulur lalu mengusap pelan pundak telanjang Angela yang bergetar. "Aku minta maaf. Cara aku emang salah untuk mendapatkan kamu. Tapi kamu harus tahu, aku sangat mencintai kamu. Selama ini, hanya kamu satu-satunya perempuan yang berhasil memikat hatiku." Hati Angela semakin terasa sesak mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Derry. ♡♡♡ Seperti apa yang dikatakan oleh Thony kemarin, hari ini Aaron sedang dalam perjalanan menuju ke Bandung tempat dimana proyek itu berjalan. "Lo masih punya hutang penjelasan sama gue tentang kejadian kemarin," ucap Mike membuka obrolan yang semula keadaan mobil hening. "Kejadian yang mana?" Aaron bertanya sambil fokus mengemudi. "Soal pelayan itu. Karena gue lihat, kayaknya itu cewek benci banget sama lo. Ada masalah apa sih antara lo sama dia?" Aaron menghentikan laju mobilnya saat rambu lalu lintas berwarna merah. Ia menoleh sekilas pada Mike yang menatapnya sambil menunggu jawaban darinya. "Belum saat nya gue cerita sama lo," jawab Aaron. Mike memicingkan mata curiga. "Apa itu artinya, kalian punya masalah besar sampai lo nggak mau cerita sama gue sekarang?" Aaron kembali melajukan mobil setelah rambu lalu lintas berganti menjadi hijau. Ia menganggukan kepala beberapa kali. "Ya, bisa di bilang gitu." Mike mendengus kesal. "Gue jadi semakin kepo. Sekarang aja lo kasih tahu guenya. Lagian kan, sekarang atau nanti juga sama aja." Aaron menggelengkan kepala tanpa menatap pada Mike. "Jelas beda. Gue masih belum tahu, apa yang akan terjadi selanjutnya antara gue sama dia." "Dan sekarang lo bikin otak gue jadi lemot tahu nggak," rengek Mike. "Gue nggak ngerti woy!" Aaron terkekeh pelan, membuat Mike semakin jengkel. "Sok misterius lo!" ♡♡♡ Shena mengusap peluh keringat yang ada di dahinya. Banyak pengunjung yang datang hari ini ke kafe. "Na, gue denger-denger kalau rumah lo kemarin kebarakan. Bener?" Felly yang merupakan teman satu kerjaan dengan Shena bertanya. Shena menghela napas berat, lalu menganggukan kepala. "Iya, Fell. Tapi untungnya, nggak terjadi apa-apa sama Amanda." "Ya ampun, kasihan banget sih kalian. Gue turut berduka ya, Na." Felly menatap iba pada Shena. "Terus sekarang lo sama Amanda tinggal dimana?" "Sementara ini sih gue sama Amanda tinggal di rumah tetangga gue. Dan rencananya, nanti setelah pulang kerja, gue mau coba cari kontrakan." Felly mengangguk-anggukan kepala. "Semoga cepat dapat kontrakannya ya, Na. Maaf, gue nggak bisa bantu apa-apa selain doa." Shena tersenyum. "Iya, Fell. Nggak apa-apa. Makasih ya." ♡♡♡ "Apa nggak bisa kurang ya, Bu?" "Maaf, Mbak. Ini sudah harga pas." Shena menghembuskan napas panjang. "Ya udah, kalau begitu. Saya permisi ya, Bu." Sudah empat rumah kontrakan yang Shena datangi, namun tidak ada satupun yang berhasil ia dapatkan. Mengingat harga perbulan sewa kontrakan tidak sebanding dengan pendapatan yang Shena miliki. Di tambah lagi dengan kebutuhan sehari-hari. Tidak akan cukup hanya dengan gaji pelayan setiap bulan nya. Sudah jam sembilan malam, Shena pun memutuskan untuk pulang lebih dulu dan akan di lanjut besok lagi. Tubuhnya sudah sangat lelah, setelah bekerja seharian. Suara gemuruh petir dengar, tanda hujan akan segera turun. Udara malam ini pun terasa sangat dingin. Tetes demi tetes air mulai membasahi bumi, Shena berlari ke arah halte bus untuk berteduh. Hujan mengguyur begitu deras, di tambah lagi dengan suara petir yang saling bersahutan. Shena memeluk tubuhnya sendiri saat merasakan dingin yang semakin menusuk kulit. "Uh, dingin banget." Selanjutnya, Shena di kejutkan dengan kedatangan sebuah mobil sport yang berhenti di hadapannya. Shena beringsut mundur, mencurigai orang yang berada di dalam kendaraan beroda empat itu. Khawatir kalau orang itu mempunyai niat jahat pada nya. "Ya Allah, lindungi aku." Shena berdoa dalam hati. Ia mulai ketakutan saat kaca mobil di turunkan. "Kamu sedang apa di sini?" Melihat wajah Aaron yang berada di dalam mobil tersebut, membuat Shena bernapas lega. "Berteduh," jawab Shena. "Cepat masuk ke dalam, saya antar kamu pulang." Shena terdiam ragu. Namun tidak ada pilihan lain untuknya karena keadaan jalan sangat sepi, tidak ada satu kendaraan pun yang melintas. Jarak dari halte menuju rumah terbilang masih cukup jauh. "Mikir apa lagi? Cepat masuk, nanti kamu bisa sakit." Shena mengangguk, lantas segera masuk ke dalam mobil. Aaron pun segera melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Mike telah di antar pulang oleh Aaron setelah kembali dari Bandung. "Malam-malam seperti ini, kamu sedang apa sendiri di halte?" "Saya baru pulang kerja dan langsung cari kontrakan," jawab Shena. "Lalu, sudah dapat?" Shena menggelengkan kepala pelan. Selanjutnya keadaan hening, tidak ada lagi obrolan antara Aaron dan Shena. Hanya terdengar suara gemercik hujan. Membuat suasana menjadi awkword bagi Shena. Dua puluh menit berlalu, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Hujan pun sudah reda sejak mereka dalam perjalanan. Di depan rumah, terlihat Amanda yang sedang duduk di temani dengan Bi Asri. Terlihat dari wajahnya, kalau gadis itu sedang gelisah. Aaron dan Shena keluar bersama dari dalam mobil. Melangkah menghampiri Amanda dan Bi Asri. "Assalamu'alaikum," ucap Shena seketika membuat Amanda tersenyum lega. "Wa'alaikummusalam, Kak. Akhirnya Kakak pulang juga," ucap Amanda. Shena tersenyum sambil memeluk tubuh Amanda dari samping. "Syukurlah, kamu sudah pulang sekarang. Dari tadi Amanda nggak mau masuk sebelum kamu sampai," ucap Bi Asri. "Kalau begitu, Bibi tinggal masuk ya." "Iya, Bi." "Kakak pulang sama siapa?" Amanda bertanya saat merasa ada kehadiran orang lain di sini. Shena menoleh pada Aaron yang sedang tersenyum. "Kakak di antar sama Aaron." Amanda tersenyum. "Bang Aaron? Makasih ya, Bang. Udah antar Kak Shena pulang." Tangan Aaron terulur, mengusap pundak Amanda. "Sama-sama. Tadi nggak sengaja ketemu di jalan. Jadi sekalian saya antar pulang. Kalau begitu saya permisi." "Hati-hati di jalan, Bang." Aaron tersenyum. "Iya." Aaron mulai melangkah ke arah mobilnya. "Sebentar ya," ucap Shena pelan pada Amanda. Setelah itu, ia berlari menghampiri Aaron sebelum laki-laki itu masuk ke dalam mobil. "Aaron!" "Iya?" Shena menarik napas panjang. Menoleh sekilas pada Amanda yang masih berdiri di sana dengan senyum manisnya. "Soal tawaran kamu yang kemarin, apa masih berlaku?" tanya nya ragu. Bibir Aaron mengulas senyum kala mendengar pertanyaan Shena. "Tentu. Jadi, apa jawaban kamu?" Shena menganggukan kepala. "Saya terima. Saya mau menikah dengan kamu." Aaron terkejut mendapatkan jawaban dari Shena yang begitu cepat. "Serius?" Shena mengangguk mantap. "Iya. Saya mau Amanda kembali bisa melihat dan bisa menjalani hari-harinya seperti teman-teman seusianya. Saya nggak mau, Amanda terus hidup dalam kegelapan." Aaron mendesah lega. Tanpa ia sadari, ia menarik tubuh Shena ke dalam pelukan. Membuat gadis itu terdiam membeku merasakan pelukan hangat dari Aaron. "Terima kasih. Saya lega mendengar jawaban kamu. Mungkin dengan cara ini, saya bisa bertanggung jawab atas kesalahan yang telah saya perbuat. Saya janji, semua kebutuhan kamu dan Amanda akan terpenuhi. Aku janji." Shena tersenyum miris. Kalau bukan karena Amanda, ia tidak mau menikah tanpa ada cinta. Apalagi dengan orang yang sudah membunuh ayahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD