Prolog

2414 Words
♥ ♥ ♥ ♥ ♥ Hari ini merupakan hari terakhir para murid kelas XII berseragam sekolah sebagai siswa-siswi di SMA Penabur Bunga. Kemarin semua siswa dan siswi telah dinyatakan lulus seratus persen. Untuk merayakan kelulusan tersebut, maka pihak sekolah mengadakan pentas seni untuk terakhir kalinya bagi siswa siswi kelas XII tersebut. Empat orang cewek yang duduk di pojok kiri paling depan dan baris nomor dua terlihat tegang, kontras dengan suasana gaduh isi kelasnya dan lingkungan sekitar. "Sesuai dengan perjanjian kita waktu kelas dua diawal, hari ini hari penentuan kisah cinta kita," ucap Danisha serius "Tapi kalo ditolak gimana?" tanya Grenda "Itu sih risiko kita kali," jawab Gisella enteng Ketiga gadis itu melirik salah satu sahabat mereka yang sama sekali tidak berkomentar tentang yang sedang mereka diskusikan. Sontak sang gadis yang merasa dirinya jadi tujuan lirikan, hanya mendelik sebal pada mereka semua. "Kenapa sih liatin gue segitunya?!" ketus Clarista. Dan ketiga sahabatnya itu mengedikan bahu tak peduli. "Pokoknya sebelum pensi dimulai kita jalani misi perjanjian kita. Apapun hasilnya harus diterima. Janji harus ditepati. Gimana setuju, kan?" ucap Danisha yang diikuti anggukan dari ketiga sahabatnya. Keempat sahabat ini melangkah menuju koridor XII IPS 4, target pertama mereka yaitu Giovanni Putra. Cowok kalem blasteran Indonesia - Swedia, salah satu anak pengusaha dealer motor dan mobil di kota ini. Banyak yang menyangka kedekatan Gio dan Gisella selama ini adalah kedekatan sepasang kekasih. Namun kenyataannya sampai detik ini, baik Gio maupun Gisella tidak pernah mengungkapkan perasaan mereka. "Tarik napas! Hembuskannn...Tarik napasss.... Hembuskannn..." Danisha memberikan contoh pada Gisella untuk mengurangi ketegangannya. "Gimana penampilan gue? Udah oke belom sih?" tanya Gisella gugup sambil memelintir rambut panjangnya yang sudah dikeritingnya. "Lo udah cantik, Gisell. Udah buruan sana. Keburu Gio kabur," ucap Clarista datar. "Iya. Sana buruan. Keburu nanti target gue ngilang," ucap Grenda mendorong pelan bahu Gisella. Gadis itu menghela nafas panjang sebelum melangkah menuju Gio yang terlihat sedang bercanda gurau di depan kelasnya. "Good luck, Gisell!" ucap Danisha, Clarista dan Grenda bersamaan. Dengan langkah percaya diri dan menebar senyum berseri-seri, Gisella menghampiri Gio. Ditepuknya bahu Gio pelan dan Gio terlihat kaget, namun raut wajahnya berubah seketika menjadi ceria kembali sesaat menatap Gisella. "Hei, kamu ngapain kesini?" tanya Gio pada Gisella. "Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, Gi," ucap Gisella. "Ngomong? Ngomong apa? Ya,udah. Ngomong aja kali," ucap Gio santai. Terlihat Gisella menarik nafas panjang dan membuat jeda agak lama, lalu kemudian Gisella memulai perkataannya. "Aku suka sama kamu, Gi. Kamu mau nggak jadi pacar aku?" seketika situasi yang riuh disekeliling Gio dan Gisella mendadak hening ketika mendengar ucapan lantang yang diucapkan Gisella. Gio terlihat kaget, namun ia dengan cepat lagi merubah raut wajahnya menjadi serius. "Gisell, Kamu serius nembak aku? Disini?" bisik Gio. Gisella hanya menganggukkan kepala dengan santai dan matanya tetap menatap Gio dengan penuh harap. "Terimaaa... Terimaaa...Terimaaa..." koridor itu seketika riuh akibat sorak sorai teman-teman mereka yang sedang berada disekitar kelas Gio dan laki-laki itu terlihat menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal. "Tapiii... Kenapa kamu yang nembak aku sih!" gerutu Gio. "Duh buruan deh, kamu tinggal jawab. Mau apa nggak nih? Nggak usah lama deh!" ucap Gisella kesal. "Iyalah. Aku mau jadi pacar kamu. Mulai hari ini kita jadian," Gio menarik Gisella kedalam pelukannya, hingga membuat teman-teman yang berada disekitar sana bertepuk tangan gemuruh tak terkecuali Danisha, Clarista dan Grenda. Mereka bertiga berhighfive bersama. "Oke... Kita ke target kedua," seru Grenda pada kedua sahabatnya. "Kamu udah siap, Sha?" tanya Clarista pada Danisha. "Siap nggak siap harus siap, kan?" ucap Danisha yang dijawab anggukan dari kedua sahabatnya. "Ya, udah. Ayo, kita ke kelasnya Dima," ajak Grenda tak sabaran. Ketiga sahabat ini berjalan menuju kelas Dima Gornova, salah satu siswa berprestasi dibidang olahraga Karate. Dima ini selain tampan, dia juga laki-laki yang supel dan Dima adalah anak tunggal dari pasangan chef terkenal di Indonesia. "Tuh, Dima. Astagaaa...! Dia makin kece aja kalo diem begitu," gurau Clarista yang dihadiahi cubitan pipi dari Danisha. "Denger ya, Cla. Dima itu cuma punya Danisha. Kita udah bareng-bareng dari dulu. Dima itu soulmate gue banget tau nggak?" jelas Danisha panjang lebar. Clarista hanya terkekeh saat mendapat respon dari gurauannya pada Danisha. "Duh sana deh buruan kesitu. Tembak si Dima, jangan ngomong mulu!" omel Grenda. "Iya, bawel! Iya," ketus Danisha. Danisha bergerak menuju Dima dan terlihat Dima sedang mengotak atik ponsel berlogo apel digigit keluaran terbarunya dengan serius. Di luar kelas nampak, Gisella berlari dengan wajah sumringah menuju Clarista dan Grenda untuk ikut serta mengintip aksi yang akan dilakukan Danisha. Gadis itu duduk persis didepan Dima dan sang laki-laki segera mengalihkan tatapannya, karena merasakan kehadiran seseorang. Wajahnya yang tadi terlihat serius kini berubah menjadi tersenyum senang, begitupun Danisha. "Kok kamu disini? Nggak ke aula?" tanya Dima yang kini fokus pada Danisha. "Nggak, nanti aja. Aku kesini ada perlu sama kamu, Dim," ucap Danisha. "Perlu? Kamu perlu apa? Kenapa nggak chat aku aja? Biar nanti aku anterin ke kamu," Danisha menggeleng cepat, membuat Dima sedikit bingung. "Aku mau ngomong langsung ke kamu kok. Bukan lewat chat dan ini penting banget, Dim," Dima tersenyum simpul mendengar ucapan Danisha. "So? Kamu udah disini, kan? terus apa yang penting?" tanya Dima lembut. Di luar kelas, Clarista, Gisella dan Grenda terlibat percakapan kecil. "Njirrr... Dima so sweet banget sih," ucap Grenda. "Duh, aku kenapa jadi baper ya sama Dima?" Gisella menambahkan. Clarista hanya tersenyum kecil mendengar ucapan kedua sahabatnya itu dan matanya terus tertuju pada Dima dan Danisha. "Aku tau kalo kita udah dijodohkan. Tapi hari ini aku mau nembak kamu," ucap Danisha yang disambut kekehan Dima, "Kamu kenapa ketawa sih? Apanya yang lucu?" lanjut Danisha kesal. "Abisnya kamu lucu banget deh. Kita 'kan mau tunangan. Jadi ngapain kamu mau nembak aku? Yang ada harusnya aku yang nembak kamu," jelas Dima seraya membelai rambut Danisha. Tak ayal gadis itu mencebikkan bibirnya, "Udah deh. Kamu tuh lama banget. Kenapa nggak kemarin-kemarin kalo mau nembak aku?" ketus Danisha. "Maaf Shasa, Sayang," ucap Dima sembari mengelus puncak kepala Danisha. "Ya, udah. Sekarang kamu mau nggak jadi pacar aku?" tanya Danisha lagi. "Aku mau jadi tunangan kamu, bukan cuma jadi pacar kamu," jawab Dima dengan senyuman sejuta watt. "Nggak usah nyebelin deh! Aku serius! Jawab dulu aja. Mau nggak jadi pacar aku sekarang? Masalah tunangan itu besok-besok, urusan kamu yang minta aku buat mau ga jadi tunangan kamu," cerocos Danisha panjang lebar. Dima tertawa terbahak dan diikuti ketiga sahabat Danisha yang sedang mengintip di depan pintu kelas. "Kamu tuh, ya? Ishhh..." rajuk Danisha. "Aku mau jadi pacar Danisha kok. Mau banget malah. Makasih ya sudah nembak aku hari ini," ucap Dima sembari menarik Danisha kedalam pelukannya. Clarista, Gisella dan Grenda berhighfive bersorak senang, karena satu lagi sahabat mereka akhirnya resmi jadian dengan orang yang disukainya. Danisha dan Dima berjalan beriringan menghampiri ketiga sahabat Danisha. "Target kedua Berhasil, giliran target ketiga. Kamu udah siap belum Gre?" tanya Danisha yang berdiri disamping Dima. Hal itu membuat Dima bingung, namun ia memilih untuk diam daripada bertanya. Terlihat Grenda hanya mengancungkan jempol untuk menyatakan kesiapannya. Target ketiga mereka adalah seorang pemain futsal yang udah digilai oleh Grenda dari empat bulan yang lalu tepatnya. Sebenarnya Grenda itu termasuk playgirl yang putus dan jadian sama cowok baru seperti gonta ganti celana dalem, tetapi entah mengapa sudah empat bulan ini dia begitu terpesona oleh sosok si pemain futsal. Tidak sulit untuk mencari keberadaan incaran Grenda, mereka hanya perlu pergi ke lapangan futsal. Grenda berlari menuju calon kekasih hatinya itu tanpa memedulikan teriakan para fans Andrian yang sedang berdiri di pinggir lapangan. "Dri, sini bentar donggg... Gue mau ngomong sama looo..." jerit Grenda tanpa malu-malu. Andrian berlari pelan kearah Grenda dengan seragam futsal yang penuh keringat membasahi seluruh tubuhnya. Namun tetap saja Grenda menatap Andrian dengan tatapan memuja. "Ada apa? Lo mau ngomong apa, Gre? Kayaknya penting banget sampe lo nyamperin gue kesini," ucap Andrian sembari mengacak-acak rambutnya. "Lo mau nggak jadi pacar gue?" tanya Grenda to the point yang membuat Andrian melotot dan semua orang disekitar mereka ikut terdiam. "Lo lagi mengigau, ya? Nggak lucu banget sih lo, Gre!" ucap Andrian yang wajahnya kini telah memerah menahan malu. "Ck! Emangnya muka gue keliatan becanda apa? Gue serius kali! Masa becanda sih? Sekarang tinggal lo jawab. Mau apa enggak?" ucap Grenda. Andrian terlihat menggaruk tengguknya yang tidak gatal, memandang ke kanan kiri keadaan sekitarnya yang terlihat sama dengan Grenda yang menanti jawabnya. "Sorry, Gre. Gue nggak bisa jadi pacar lo. Gue udah punya pacar. Sorry banget ya, Gre? Sorry banget. Lo nggak marah 'kan sama gue?" ucap Andrian dengan lemah dan penuh rasa bersalah. "Biasa aja kali. Gue 'kan cuma nyoba-nyoba aja. Kali aja lo gak punya pacar, terus mau jadi pacar gue. Kalo lo udah punya pacar, ya mau diapain lagi? Semoga langgeng, ya? Gue cabut dulu. Bye, Driii..." ucap Grenda panjang lebar dan secepat mungkin meninggalkan Andrian dan teman-temannya di lapangan futsal. Grenda terlihat biasa, namun ada sedikit raut kekecewaan dalam dirinya karena tidak bisa berhasil memenangkan hati seorang Andrian yang sudah disukainya dalam waktu empat bulan belakang ini. "Lo kalo mau nangis, ini dibahu gue aja," ucap Gisella pada Grenda. "Gila apa lo, ya? Gue nggak akan nangis cuma gara-gara ditolak gitu doang. Biasa aja kali, gue kan strong," ucap Grenda santai. "Tapi mata lo merah banget, Gre. Kalo mau nangis, nggak apa-apa. Jangan ditahan-tahan," ucap Danisha. "Ya, elahhh... Kalian ini lebay banget sih! Emang gue nggak mau nangis, kenapa disuruh nangis? Ini soflens gue udah lewat dari lima jam nggak dilepas mangkanya begini. Nggak boleh Neg-Thing sama gue," ucap Grenda. "Ya, udah deh. Kalo lo nggak kenapa-kenapa, kita ikut tenang, Gre," sahut Clarista. "Huh, target ketiga gagal. Kita harus kerja keras buat target keempat ini," ucap Gisella. "Udah tenang aja. Yang keempat ini, jinak kok. Apalagi yang bakal nembak so sweet begini, ya nggak?" ucap Danisha sembari menjawil dagu Clarista. "Ya, udah. Nggak usah lama-lama lagi. Ayok ke aula. Lo harus check sound dulu, kan? Habis nyanyi baru deh, lo laksanain misi terakhir kita," Grenda menggiring ketiga sahabatnya menuju Aula. "Tapi gue nggak pede," ucap Clarista lirih. "Duh, suara lo bagus. Lo itu multitalent, tapi lo terlalu menutup diri. Lo bisa nyanyi, bisa ngedesain baju. Pokoknya lo itu T-O-P banget! Jadi nggak usah sok rendah diri deh, Cla." "Saatnya lo tunjukkan sama semua isi sekolah yang nggak pernah menganggap lo ada selama tiga tahun ini. Kita selalu dukung lo kok, Cla." "Iya, Cla. Lo nggak usah banyak mikir ini itu, pokoknya lo nyanyi aja,terus bikin doi meleleh sama suara lo. Kalau nggak sekarang, terus kapan lagi? Udah ini kita 'kan bakal sibuk sama kuliah masing-masing." "Makasih ya, girls. Kalian emang sahabat terbaik gue," ucap Clarista. Gadis itu melambaikan tangannya kepada ketiga sahabatnya, dan menghilang dibalik pintu bertulisan khusus pengisi acara. Gisella, Grenda dan Danisha berdiri paling depan menanti penampilan Clarista. Namun mata mereka berjelajah mencari target keempat mereka. Ternyata orang yang mereka cari itu berada tak jauh dari mereka, target keempat ini bernama Josh Nicolas yang biasa dipanggil Nico. Ia salah satu member most wanted di Sekolah ini. Wajah tampan dan paling kalem diantara ketiga anggota yang lain. Nicolas bukan yang paling tampan diantara mereka, namun Clarista telah jatuh hati padanya. Dia terlihat paling baik diantara ketiga anggota yang lain. MC sudah bercuap-cuap ria diatas panggung acara perpisahan kelulusan SMA Penabur Bunga. Tepuk tangan hanya sedikit yang terdengar ketika nama Clarista disebut, dikarenakan banyak siswa sekolah yang tidak begitu mengetahui sosok Clarista. Clarista berdiri dengan canggung menatap ratusan penonton yang juga teman-teman satu sekolahnya. Dia ditunjuk oleh ibu Wati, guru kesenian untuk mengisi acara perpisahan dan memberikan kebebasan pada gadis itu untuk menyanyikan lagu apapun. Ketiga sahabat Clarista tampak memberikan semangat pada cewek cantik berambut sebahu, dengan t-shirt pink dan juga jeans biru dongker biasanya itu. "Hai, semuanyaaa... Nama gue Clarista dari kelas XII IPA 3. Hari ini gue mau nyanyi sebuah lagu buat seseorang yang juga ada disini. Semoga dia tahu perasaan gue dari lagu ini." Sapa Clarista sebelum ia bernyanyi "I lie awake at night. See things in black and white. I've only got you inside my mind. You know you have made me blind.I lie awake and pray, that you will look my way. I have all this longing in my heart. I knew it right from the start. Oh my pretty pretty boy I love you, like I never ever loved no one before you. Pretty pretty boy of mine, just tell me you love me too..." Seusai menyanyikan sebuah lagu dari M2M-Pretty Boy, Clarista menolehkan diri kearah ketiga sahabatnya. Setelah mendapat anggukan dari mereka, Clarista berjalan menuju Josh Nicolas atau yang sering dipanggil Nico. Nico tampak sedang bercanda gurau dengan kedua sahabatnya, seketika terdiam ketika Clarista berdiri didekat mereka. Arah pandang seisi aula ini menuju ke Clarista. "Hm.. Nico, gue bisa minta waktu lo sebentar nggak?" tanya Clarista pada Nicolas. Laki-laki itu hanya menjawab dengan anggukkan kepala, tampak Clarista menarik napas panjang. "Lagu tadi itu buat lo, Nic," ucap Clarista memberanikan diri. Nico hanya menatapnya lama dan tersenyum simpul. Maju dua langkah mendekati posisi Clarista berdiri. "Terus?" tanya Nico. Clarista terlihat gugup, bahkan peluh sudah membasahi dahinya. Tampak Clarista tengah menggigit bibirnya dalam. Dengan sisa keberanian yang ada, akhirnya ia memberanikan diri bertanya, "Hmm- elo, mau nggak jadi pacar gue?" ucap Clarista cepat. Nico hanya diam tanpa ekspresi, menatap lekat wajah Clarista. Di sana juga tampak kedua teman Nico. Ada Alexander dan Jammie yang tersenyum menggoda dibelakangnya. Semua yang sedang berada di Aula, menantikan jawaban Nico mengenai ajakan berpacaran dari salah satu murid yang tidak begitu populer disekolah mereka. "Menurut lo, gue harus jawab apa?" tanya Nico pongah pada Clarista yang nampak gugup didepannya. Clarista hanya diam dan menunduk mendengar pertanyaan yang diajukan Nico padanya. Perasaannya saat ini bercampur aduk, antara malu dan juga gugup. "Udah gila kali yah gue mau nerima lo. Emangnya lo itu siapa, mau jadi pacar gue? Lo harus ngaca diri lo dulu sebelum nembak gue." "Gue seganteng dan sekeren ini, masa iya pacaran sama cewek modelan lo begini. Cupu dan kampungan. Kita sama sekali gak selevel. Lo sukses mempermalukan diri lo sendiri didepan semua orang. Lo itu..." ucap Nico panjang lebar. Clarista berlari meninggalkan Aula diiringi oleh riuhnya cemoohan dari semua orang yang berada didalam aula yang tidak bersimpati padanya. Clarista tidak ingin mendengar lebih banyak lagi ucapan kasar yang dilontarkan Nico untuknya. Sebelum keluar aula, Gisella dan Grenda mengancungkan jari tengahnya lalu berlari mengejar Clarista. PLAKKK Bunyi tamparan keras terdengar begitu nyaring di dalam Aula SMA Penabur Bunga, karena ulah salah satu dari sahabat Clarista. "Lo pantes nerima itu," ucap Danisha pada Nico yang membuat Nico tertegun ditempat. ❤️❤️❤️❤️❤️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD