6. Agreement letter

1101 Words
Sore hari telah tiba, Lisha terbangun dari tidur nyenyaknya. Seluruh tubuhnya sakit seolah-olah dia telah ditabrak sebuah mobil tadi malam. Dia melihat sekeliling untuk melihat apakah ada orang lain di ruangan ini, hanya untuk mengetahui bahwa dia adalah satu-satunya orang di ruangan ini. Lisha membalikkan tubuhnya menjadi terlentang ditempat tidur yang besar ini dan menatap kosong pada ukiran yang dirancang indah di langit-langit kamar, sepertinya pemilik kamar ini sangat menyukai perhiasan atau sebuah lukisan yang sangat cantik. Fragmen ingatan tadi malam perlahan-lahan meresap ke dalam pikirannya, potongan-potongan itu menyatu seperti potongan puzzle dan membentuk gambar yang tak terlukiskan. Dan boommmm! Seperti ledakan Pipi Lisha meledak merah dalam sekejap, "A-aku sepertinya tidur dengan seorang pria tadi malam. Dan, pria itu...pria itu adalah saudaranya Reza, dia adalah Mr. Liandra!" ujarnya terbata-bata. "Ya Tuhan!" pekik Lisha, dia begitu terkejut. Liandra adalah lelaki berusia 28 tahun. Meskipun Reza dan Lian tidak memiliki hubungan darah, tetapi Reza selalu menganggap dan menghormatinya sebagai saudara yang sebenarnya. Sedari kecil Reza memang terlihat dekat dengan Liandra. Bahkan kedekatan mereka seperti saudara kandung. Lian juga selalu baik pada Reza, hanya itu yang Lisha tahu dengan Liandra. Dan informasi itu didapatkan dari Reza yang sekarang sudah menjadi mantan pacarnya. sejak kapan? Tentu saja sejak kemarin Reza ketahuan berselingkuh dengan Rosa. Dengan segera, Lisha memutuskan hubungannya secara sepihak. Sekarang Lisha sangat menyesal pergi ke bar tadi malam. Jika dia tidak benar-benar mabuk, dia tidak akan pernah bertemu dengan Lian di jalan, dan mereka tidak akan pernah ___ Ah shitt! Lisha membawa bencana kepada dirinya sendiri, Dia ingat dirinyalah yang dengan terang-terangan telah menggoda Lian didalam mobilnya sendiri. Dia juga tidak menolak saat Lian menciumnya, membawa dirinya ke kamar dan melakukan hal yang ___ Ah. Lisha menepuk keningnya perlahan. Dia akui dirinya memang bersalah dan sangat ceroboh. Tiba-tiba, dia mendengar ketukan di pintu yang hampir memberinya serangan jantung. Karena terkejut, dia membuyarkan lamunannya dan menatap gelisah ke arah pintu kamar "Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku akan menghadapi orang ini? Huft." Sebelum Lisha mengingat kembali pikirannya tentang semalam. Suara seorang pelayan terdengar dari arah luar ruangan, "Apakah Anda sudah bangun, Nona?" Mendengar suara pelayan itu terdengar melegakan bagi Lisha. Setidaknya, itu bukan suara Lian. "Ya, tolong masuk." Ketika Lisha mencoba untuk duduk tegak, sprei yang menutupi tubuhnya tergelincir, dan memperlihatkan jejak-jejak percintaan panas semalam dengan Liandra pada kulit leher telanjangnya yang putih, dan kini terdapat banyak sekali bercak merah Sayangnya, sudah terlambat untuk menghentikan pelayan datang. Dia masuk melalui pintu dan melihat jejak di seluruh tubuh Lisha. Dengan ekspresi samar-samar yang tidak bisa dibaca oleh Lisha, pelayan itu berkata, "Ini ada beberapa pakaian baru untukmu, Nona." ujarnya terdengar sinis di pendengaran Lisha. Lisha mengerutkan kening karena malu. Saat dia bermaksud menolak pelayan itu untuk memberikan satu buah dress berwarna biru muda, dia melihat sekilas pakaiannya yang berceceran di lantai. Lisha tersipu dan berkata dengan suara rendah. "Terima kasih" Lisha menghela nafas sejenak dan akhirnya bertanya, "Di mana kak Lian? Hmm maksudku Mr. Liandra?" "Tuan Lian pergi ke perusahaannya sejak tadi siang." jawab Pelayan itu bernada sinis dan jutek terlihat tidak suka pada Lisha, mungkin karena Lisha adalah wanita pertama yang dibawa Lian ke mansion nya. Melihat gelagat yang ditunjukkan oleh pelayan itu membuat Lisha berpikir. Apakah pelayan itu suka dengan majikannya sendiri? Lisha memperhatikan sikap menjengkelkan dari pelayan tersebut, jadi dia memutuskan untuk berhenti berbicara dengannya. Setelah pelayan meninggalkan ruangan, Lisha segera bergegas memakai baju tanpa mandi dan langsung keluar meninggalkan mansion dengan sedikit bertanya pada seorang pelayan agar mengantarkannya sampai depan mansion ini, lalu dia memanggil taksi dan berniat meninggalkan mansion. Dalam benaknya berpikir apakah semua pelayan disini harus terlihat cantik dan elegan? "Sebelum Mr. Liandra kembali aku harus pergi." pikirnya. Lian tiba di mansion, tepat setelah taksi Lisha datang. Dengan segera dia langsung turun dan menghampiri Lisha yang sudah mematung di depan mansion tepat di dekat gerbang. "Mau kemana?" tanya Lian, dengan pembawaan yang terkesan dingin dan sangat berwibawa. "A-aku akan segera pulang, terima Kasih untuk bajunya. Dan maafkan aku" Jawab Lisha, dia langsung berlari dengan sedikit menahan sakit di area bawahnya. Membuka taksi lalu segera memerintahkan supir taksi agar menjalankan mobilnya dengan segera. Sementara Lian yang melihat itu hanya tersenyum simpul penuh arti lalu segera melenggang masuk ke dalam mansion mewahnya. Setelah beberapa detik sampai di kamar, Lian melirik sepray yang ada di hadapannya. Ada tetesan darah di kain satin itu, jelas terlihat dengan mata telanjang nya, yang menunjukkan sekali lagi bahwa Lian adalah pria pertama bagi Lisha. Pandangan akhirnya bergerak dari sprai itu dan ada sesuatu yang berbeda muncul di matanya. Pakaian minim Lisha yang masih berserakan. Dia duduk di sofa lalu menatap pakaian itu. Lian harus mengakui bahwa dia tergoda oleh Lisha. Kontrol diri yang dibanggakannya selama ini telah meruntuhkannya. Dan rasa itu membangunkan binatang buas di dalam dirinya yang telah lama tertidur. Tadi malam, Lian melakukan hubungan terlarang untuk tenggelam dalam keinginannya lagi dan lagi. "Mr. Lian seseorang ingin berbicara dengan anda" ujar Revano di sebrang telepon membuat Lian mendengus. Sehari saja Lian tidak ingin menerima tamu, memikirkan masalah otopsi dan juga orang-orang yang berkhianat saja membuat kepala Lian pusing. Lian mulai keluar dari kamarnya, memasuki Lift untuk sampai ke lantai bawah. Lian berjalan pelan dengan tatapan tajam yang menusuk. "Untuk apa kau kemari, Erlin!" ujar Lian tanpa basa-basi. "Bagaimana kabarmu Lian, sepertinya kau terlihat bahagia setelah kakek mu meninggal?" jawab dan tanya Erlin dengan senyum sinis nya. Wajah Lian memerah, tangannya mengepal kuat. "Pergi dari sini, dan jangan menampakkan wajahmu padaku. Jika kau menginginkan pembatalan otopsi maka aku tidak akan mengabulkannya!" ujar Lian menegaskan. "Tenanglah sayang, aku hanya ingin memberikan ini" Erlin memberikan sebuah map berwarna merah, dan tersenyum saat Lian merampasnya secara kasar, "Aku pergi dulu" Lian tak menggubris ucapan Erlin, pandangannya terfokus pada satu titik yang membuat pikirannya bertanya-tanya "Surat perjanjian?" Dalam sebuah map itu terdapat sebuah surat perjanjian, karena penasaran dengan isinya Lian segera membuka map itu dan terlihatlah satu lembar kertas yang berisi tulisan lengkap dengan kolom tanda tangannya. Lian mulai membaca surat itu dalam hatinya. SURAT PERJANJIAN Saya atas nama Erlin Diana, dengan adanya surat ini saya menginginkan sebuah perjanjian dan keadilan Sebagai istri SAH dari Alan Pardew William. 1. Saya akan menyetujui jenazah Mr. Alan untuk di otopsi, tetapi dengan persyaratannya saya menginginkan sebuah perusahaan yang berada di Kota ini. 2. Saya menginginkan panti asuhan untuk saya kelola sendiri dan.. 3. Keadilan dari Liandra William untuk anak Saya REZA WILLIAM. Liandra menggeram kesal melihat surat perjanjian itu, dia meremasnya kuat lalu melempar surat itu ke sembarang arah. Setelah itu dia bergegas pergi ke ruang kerjanya. Sementara Revano yang kebingungan, memungut kertas yang sudah tak berbentuk itu untuk ia baca.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD