KEEMPAT

1041 Words
VII. Puncak Cerita Dengan Cinta Pertama “terima kasih telah datang di saat yang tak tepat lalu menghilang di waktu yang tidak tepat juga, luka itu tak akan pernah hilang” Aku menunggu Rey datang untuk membagi beberapa pekerjaan dengannya. Rey merupakan orang yang terlalu santai dan tidak peduli dengan sekitar. Ia terlalu bergantung kepadaku seperti anak ayam. Acara sudah dimulai dan Rey masih belum menampakkan batang hidungnya. Sedari tadi aku hanya menunduk tak sanggup melihat pandangan orang lain tentang diriku yang hina menurut mereka. Tentang seorang teman, aku punya beberapa teman perempuan. Tapi memang kami tidak dekat, dengan kendala bahwa aku adalah seorang anak dari janda adalah tamparan yang keras bagiku. Menurut mereka seorang janda hanyalah perempuan tak berguna yang tak bisa mempertahankan rumah tangganya. Sebenarnya mereka salah besar, walaupun tak ada pasangan. Seorang wanita akan tetap hidup bagaikan baja yang tak takut akan angin, air, api ataupun karatan. Mereka runtuh saat waktu yang tepat dan pintar menjaga diri. Tapi perempuan zaman sekarang minim yang memiliki pemikiran cerdas layaknya perempuan pejuang hak kita dahulu. Aku mencari kursi paling belakang dan menyisakan sebuah kursi kosong untuk Rey barangkali dia datang. Aku tak bisa menghentikan rasa takut yang menjalari punggungku , aku melirik kursi di seberang. Berharap banyak menemukan seseorang yang rela menemaniku. Rey muncul dari balik pintu masuk, ia menjulurkan kepalanya ke dalam. Melihat-lihat kondisi dan waktu yang tepat untuk masuk. Beberapa lelaki yang menjaga pintu menyuruhnya masuk dan mencari tempat. Aku yang kegirangan melihatnya masuk langsung melambaikan tangan, menandakan tempatnya sudah kusisakan di sini. Ia melangkahkan kaki dengan cepat ke sisi kananku dan duduk diam seakan-akan tidak terjadi apapun. Aku cekikikan karena tingkahnya yang membuat malu diri sendiri. Ia memakai setelan hitam yang cocok dengan bajuku, luar biasa kekompakkan kami yang tak terduga ini. Rey tak benar-benar focus pada pembicaraan hari ini, matanya menampilkan kelinglungan. “ada apa?” bisikku pelan kepadanya. “ada sedikit masalah di luar tadi, beberapa anak pengurus menangis” jawabnya yang tak kalah pelannya dengan suaraku. “well, kau tau alasannya?” tanyaku yang ragu tentang pernyataannya. Dari jam 7 tadi semua Nampak baik-baik saja. Bahkan acara kali ini berjalan dengan mulus tanpa adanya masalah. Semua tampak luar biasa dan sempurna. “no, kau tau aku datang lumayan telat hari ini” mata Rey berbinar-binar. Meski begitu, secara keseluruhan mungkin memang ada beberapa kesalahan. Dari pengamatanku sepertinya pengurus acara lumayan risau. Aku terlalu fokus dengan beberapa hal di depanku hingga tidak merasakan adanya seseorang yang duduk di sebelah kananku. Barisan belakang tempat kami duduk tersisa 5 kursi kosong. 1 kursi di sebelah kananku dan 3 kursi di sebelah kiriku. Rey menempati kursi kosong di sebelah kiri. Seorang laki-laki kurus duduk di sebelah kananku tanpa bertanya ataupun permisi. Benar di sini semua orang berhak memilih tempatnya sendiri. Aku lumayan tercengang saat melihat wajahnya. Seseorang yang cukup tampan dengan rambut tertata rapi dan pakaian hitam yang serasi dengan kami berdua. Luar biasa, sebentar lagi kami akan menjadi kembar 3 karena pakaian yang sama. Aku tak punya pilihan lain kecuali membuang mukaku ke arah yang lain. Dengan wajah seperti itu, aku yakin lelaki itu punya banyak simpanan di hidupnya. Telingaku menangkap semua tentang materi yang disampaikan, namun pikiranku malah berlari-larian kepanasan saat mengingat lelaki itu. “hai?” seseorang berucap. “hai juga?” lidahku keluh untuk berbicara dengan lelaki tampan. “berapa jam lagi hingga acara membosankan ini berakhir?” ia bertanya namun nada bicaranya seperti memerintah. “mungkin 1 jam lagi?” aku berpura-pura mengecek jam di smartphone. Mana tau jika beruntung ia akan mengajak mutualan. Ternyata di luar ekspetasiku, dia sejenis lelaki acuh tak acuh. Kami terdiam lagi, tenggelam dalam keheningan. Kepalaku sedikit pusing dan dadaku sedikit sesak saat berbicara dengannya, pikiranku tak karuan. Jangan katakana apapun tentang cinta. Jikalau dikatakan ini adalah rasa cinta, kalian salah besar!. Aku emosi dengan tingkah lakunya, berani sekali ia tak mengatakan terima kasih setelah memberikan pertanyaan frontal yang tak seharusnya ku jawab. Akhirnya aku menemukan 1 titik kelemahan dari acara ini. Terlalu banyak suara, para pendengar bosan dan malah bergosip dengan teman mereka. Tak terkecuali Rey, ia malah sibuk berkenalan dengan perempuan di sebelahnya. Akhirnya aku tau alasannya mengapa tidak duduk di sisi kananku. Dasar lelaki tak tau diuntung!. Aku berusaha menenangkan mataku untuk tidak menatap ke sebelah kanan. Tapi jujur, aku ingin menanyakan nomornya atau pin bbm. Berkomunikasi lewat bbm merupakan sesuatu yang trend pada masaku saat itu. Dari sebuah pin yang berisi angka atau huruf secara acak kita dapat berkomunikasi dengan mudah. Mengetahui satu sama lain lebih dalam dan menjalin hubungan percintaan sampai ke jenjang yang serius. Tapi aku tak berpikir sampai ke jenjang serius. Mengingat banyak orang di sekitarku, kuurungkan niat nekatku meminta pinnya. Tiba-tiba ia menjulurkan beberapa minuman gelas ke arahku. Aku menghindarinya denga cepat, gerak reflekku sangat tidak berguna sekarang. Tapi ia tertawa terbahak-bahak dengan tingkahku. Ia tak berbicara apapun dan hanya menutup mulutnya. Aku masih bisa melihat raut mengejeknya dari balik tangan iblis itu. “sialan! Aku mempermalukan diriku sendiri” gumamku kecil. Aku terkejut saat ia malah makin tertawa keras dan hampir mengacaukan acara. Aku panik bukan kepalang saat semua pendengar melirik kea rah kami. Laki-laki ini mendengarnya, aku langsung menatapnya tajam karena tak bisa menyuruhnya diam. Ia langsung mengerti maksudku. “ah maaf semua, tadi ada seekor kucing yang membuatku tertawa” ia berdiri sambil meminta maaf yang tidak tulus. Jujur aku langsung aneh dengannya, kucing itu aku???. Ia langsung duduk dan menyilangkan kaki jenjangnya. Tadinya aku benar-benar fokus dengan wajahnya dan sekarang aku malah fokus ke kaki jejangnya. Kaki itu membuatku iri, laki-laki ini dari ujung rambutnya sampai ujung jari kakinya menggodaku. Aku mengingkan semuanya, kalau aku bisa mendapatkannya. Ia kembali menyodorkan minuman, kali ini aku langsung mengambilnya tanpa berkata apapun. Perempuan harus jual mahal kan? Aku sedikit ragu. “sudah sadar?” ia masih cekikikan. Lelaki sialan ini sepertinya puas sekali melihat ekspresiku. “maaf, pikiranku sedang tak begitu karuan” jawabku menghindar, sebelum aku ditertawakan lebih parah lagi. “imut sekali” gumamnya. Aku mendengarnya dan sekarang mukaku memerah seperti tomat. Aku pura-pura diam dan tidak mendengarnya. Ini terlalu mendadak sampai jantungku hampir keluar dan menari-nari di lantai. Aku berkata dalam hati “jantungku, tolong jangan buat majikanmu malu. Diam saja di sana tolong” sekarang aku memohon pada sebuah organ tubuh. Sepertinya aku sudah gila, yah tergila-gila pada lelaki sialan ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD