"Mimi bantuin aku dong." salah satu senior tim Arumi memanggilnya. Ya, gadis dengan pakaian longgar dan celana yang tampak kedodoran ini memang memperkenalkan dirinya kepada tim kerjanya dengan nama panggilan Mimi. Tepatnya potongan dari dua huruf terakhir nama Arumi, lebih lengkapnya bernama Arumi Andriani.
Gadis 22 tahun baru saja lulus dari jurusan Administrasi perkantoran dan mendapat kesempatan magang di salah satu stasiun televisi swasta adalah kebanggaan tersendiri. Arumi baru lima bulan magang di tempat yang isinya manusia-manusia berpenampilan kece serta sederet artis pengisi layar kaca yang sering wira wiri santai di hadapannya.
Sayangnya sebagai lulusan administrasi perkantoran tugasnya bukan di bagian produksi, apalagi produser, tim kreatif, Telant, Floor Director atau Unit Production Manager dan lain lain. Sama sekali bukan bagian yang terdengar keren serta sering bersinggungan dengan para artis tersebut.
Arumi atau yang lebih sering di panggil Mimi adalah seorang staff administrasi keuangan BestTv. Sebuah stasiun Tv milik keluarga kolong merat yang kini di pimpin CEO muda dengan paras tampan bahkan kadang ke datangnya saja lebih menghebohkan dari pada kedatangan artis naik daun yang sering mengisi berbagai acara BestTv.
Mimi hanya menelan ludah ketika Sandra, senior di divisinya menumpuk pekerjaannya di atas tangan Mimi: "Selesaikan ya! Gue mau cabut dulu."
Ringan sekali kakak ini berdiri membiarkan Mimi gemetar kaku tertimbun berkas di tangan yang cukup berat. Dia dan kak Sandra mendapat tugas yang sama, membuat salinan laporan dari Unit Production Manager ke dalam sistem administrasi kantor. Si Sandra yang suka membully dan hobi memberinya pekerjaan tambahan ini santai meraih tas tangannya dan melangkah begitu saja.
Mimi hanya pasrah membalik tubuhnya berniat kembali duduk di meja kerja dan tentu saja untuk sesekian kali dia akan lembur lagi, hingga sebuah suara pria yang mendesah berat menyita konsentrasi seiring cara suara itu menggetarkan gendang telinganya: "Kamu satu tim dengan gadis itu?"
Suara laki-laki itu sangat khas dan membuat d**a berdetak kencang tak beraturan, tiap kali mendengarnya Mimi tidak berani mendongakkan wajah. Tapi bau parfum ini, sungguh ini bau parfum lelaki yang melihat saja Mimi tidak berani. Dia Mr. Roland Bramantyo pria keturunan Jerman dengan nama marga yang jarang dia gunakan 'Dichter'. Mr. Ceo Bram panggilan si tampan dengan Rahang tegas, mata tajam memikat dan aura mematikan, dia adalah anak kedua keluarga Dichter dan stasiun televisi ini merupakan stasiun televisi baru terpecah dari Doc.Tv milik kakaknya.
Keluarga Dichter terkenal sebagai keluarga kolongmerat yang memiliki banyak bisnis di bidang entertaiment. Salah satunya tempat si cupu yang kini membeku karena Mr. Ceo berdiri tidak jauh dari tempat duduknya. Lelaki yang terkenal disiplin ala orang Jerman ini memang jarang tersenyum sekali dia bicara ujung-ujungnya adalah teguran.
Bukan hanya Mimi, kak Sandra membeku dan kembali duduk di mejanya dia menurunkan tas mungilnya perlahan dan sesaat kemudian menyalakan Leptop yang telah mati sebelumnya.
"Ambil berkasmu dari gadis itu, saya mengamatinya dari tadi. Anda menyerahkan tanggung jawab anda begitu saja kepada anak baru. Saya sangat kecewa, jangan pulang sebelum semuanya usai!" Perintah Mr. Bram menggetarkan. Dia berbicara sangat formal itu artinya CEO ini sedang serius. Saking takutnya mendengar suara dingin itu Mimi seolah kesulitan bernafas.
"Dan Anda."
_Ah' Siapa?_
"Hai.. Anda, anda tidak punya telinga?" Sekali lagi Mimi mendengar ucapan suara berat Mr. Bram.
"Sa-saya..?? Em.. Saya yang bapak, Eh' mister maksud." terbata-bata Mimi membalas suara serak sang CEO, dia melirik wajah manusia yang penampilannya saja layaknya pria-pria macho sampul majalah Numero Home. Majalah fashion pria dari prancis yang sering di tenteng para Stylish artis ke sana ke mari kadang majalah itu tergelatak begitu saja setelah syuting para artis kejar tayang usai. Dan Mimi memungut majalah itu untuk di bawa ke apartemen kecilnya.
Dia suka membuat kolase baju-baju fashionable, mimpinya memang menjadi desainer namun dia hanya-lah penduduk biasa di negara berkembang seperti ini. Sama sekali tidak tahu cara untuk mengejar mimpi menjadi seorang designer. Berakhirlah Mimi sekedar sarjana lulusan administrasi perkantoran.
"Siapa lagi? Hanya ada tiga orang di dalam ruangan ini. Selain teman anda dan saya, siapa yang saya ajak bicara?" Mr. Bram menatap Mimi tajam. Dan gadis ini cuma bisa melongo sesaat kemudian menggigit bibir bawahnya seiring kesadarannya yang perlahan pulih.
"Hee.. Iya.. Ma-maaf," Sesak nafas serasa menyerang karena mendapatkan tatapan CEO yang baru kali ini berani Mimi lihat secara langsung. Biasanya ketika pria ini datang diiringi seorang ajudan serta sekretaris pribadinya yang berjalan cepat membelah lobi kemudian naik lift khusus para pejabat BestTv, Mimi bahkan tidak berani melihatnya lamat-lamat seperti para pegawai yang lain. Mereka biasanya akan tersenyum ramah sambil berucap: "Selamat pagi."
Sedangkan Mimi sekali dia menatap agak lama kakak kakak tingkat di divisinya akan berkata "Cupu kedipkan matamu," dan sejak saat itu Mimi hampir tidak menatap Mr. CEO lagi.
"Pulanglah.. Aku sering melihatmu pulang telat," tegas Bram.
"I-iya.." Mimi masih terbengong sekian detik menatap model majalah fashion pria terpampang nyata di hadapannya.
"Kenapa bengong? Ayo bangkit! Pulang!" Mr. Ceo membangunkan Mimi dari kekosongan. Tersentak gadis ini bangun seketika dan gelas di mejanya tidak sengaja tumpah karena getaran yang di timbulkan Mimi. Sebab gadis ini terburu-buru berdiri sehingga tubuhnya mendorong meja.
"stupid," gerutu lirih sang CEO melenggang pergi. Dan si Mimi heboh sendiri mengeringkan air mengalir yang perlahan membasahi berkas di atas mejanya.
***
Dua minggu sudah berlalu, kehidupan Mimi si cupu yang mendapat pertolongan CEO pada satu malam saja sudah santer terdengar. Bukannya lebih baik, kakak divisinya Sandara, Arin dan Zain makin kejam saja. Mereka membuatnya hampir tidak pernah pulang tepat waktu. Mulut Sandra sangat ahli membalik kenyataan dan Mimi tidak punya kemampuan membela diri, dia hanya bisa pasrah paling nanti mereka juga akan baik sendiri setelah semuanya berlalu. Hati gadis ini terlalu naif.
Mimi seperti biasa masih berada di meja kerjanya ketika si Anton Staff Unit Production Manager membanting laporan keuangan tim produksinya yang sudah dapat di duga isinya berantakan. Bantingan itu meluncur tepat di atas tangan Mimi yang sibuk mengetik.
Mimi hanya bisa cemberut sambil menggaruk sudut lehernya, melirik Anton yang menyeringai lebar sampai giginya kelihatan. Lelaki yang suka mengganggunya ini adalah bagian dari tim produksi talk show yang memiliki reting paling tinggi dibanding tim produksi yang lain.
Mimi sudah lelah memperingatkannya untuk memperbaiki laporan, alhasil Mimi perbaiki sendiri. Kalau pun ada masalah berarti baru dia chattingan dengan si pria jahil.
"Anton Ayo! Kita sudah ditunggu yang lain nih!" teriak salah seorang pria teman se-tim Anton dari celah pintu yang terbuka.
"Boleh aku ajak gadis malang ini," celetuk Anton menarik tangan Mimi.
"Boleh! Apa saja asal cepat!" sahut yang di luar. Dan Anton menarik tangan Mimi sembarangan.
"Tunggu-tunggu, kita mau ke mana?" tanya Mimi menjaga keseimbangan ketika tangannya ditarik Anton begitu saja.
"Biasa tim kesayangan.. Dapat traktiran bareng CEO, dan kamu harus ikut! Kamu sering membantuku," senyum Anton membawa Mimi berbaur dengan Tim produksi Talk Show.
Dari samping gadis lugu ada aroma parfum yang mulai mendekat lalu berubah menjadi hembusan udara. Kala dia, CEO Muda BestTv berjalan melewatinya kemudian masuk ke dalam mobil mewah yang perlahan melaju bersama kaca jendela mobil naik lambat menghilangkan pahatan tampan yang kedua kalinya dapat di tangkap kornea mata gadis cupu lamat-lamat.
^^^
Kira-kira kejadian heboh apa yang akan menimpa Mimi? Si cupu penyusup tim talk show?