Slave

1000 Words
Bukan hanya darah dan keringat... Ketakutan ribuan pria berotot kekar megangi perisai dan pedang mereka, sebagian gemetar memegang tombak berdiri di garis paling depan sebagai pertahanan. Atau lebih tepatnya, sebagai golongan manusia yang akan pertama mati. Ketika komandan berteriak untuk membuat posisi bertahan, prajurit yang takut akan kematian akan bertegar di garis pertahanannya. Menunggu, Pasukan dari lawan yang menyerang, Arcadia, adalah tempat di mana para pria belajar menjadi seorang gladiator. Petarung yang tak mengenal kekalahan meski darah mereka terus mengalir membasahi tanah, bobot tubuh yang besar menandakan kekuatan mereka yang juga tak tertandingi. Jumlah mereka memang tidak sebanyak pasukan Sparta. Tapi tidak ada yang meragukan kekuatan bangsa Arcadia. Saat bangsa Arcadia mulai memasuki garis pertahanan Sparta, pemanah jitu terlebih dulu melukai prajurit Sparta. Tidak membuat mereka mati, tapi membuat sebagian dari mereka yang menyerang paling depan sedikit lengah. Dan hal itu berhasil membuat para penombak membunuh mereka dengan ujung tombak yang runcing. Pertahanan di garis depan menjadi lautan darah, manusia terhempas ke sana kemari dan sebagian lagi memegang kokoh perisai besar yang di gunakan untuk mempertahankan sebuah pasukan. Arcadia sangat bersemangat menyerang bahkan penyerang paling depan menerjunkan dirinya di antara tombak lawan guna melumpuhkan pertahanan perisai Sparta. Pertahanan Sparta hanya sebentar, prajurit Arcadia menerobos seluruh perisai dan membantai seluruh pasukan pertahanan dalam hitungan detik. Teriakan semangat prajurit beriringan dengan jeritan kematian, Sparta mungkin memiliki ribuan prajurit yang siap mati demi memperebutkan kekuasan. Tapi Arcadia, adalah kota lahirnya sebuah seni tarung yang di sebut gladiator. Dan jelas sekali jika prajurit yang ada di sana memiliki bobot tubuh yang sangat besar. Komandan Sparta yang melihat pasukan di garis depan terbantai akhirnya mengarahkan penyerangan, di iringi oleh regu pemanah yang terus bergantian memanah prajurit Arcadia. Meskipun beberapa panah tak berpengaruh bagi prajurit Arcadia, dan hal itu membuat komandan Sparta geram. Eros... Komandan Sparta dengan wajah rupawan dan tubuh sempurna layaknya prajurit Yunani lainnya. Mengarahkan kuda yang ia kendarai mengarah langsung ke medan pertempuran, kesatria andalan kerajaan Sparta yang berani dan selalu membawa pulang kemenangan itu adalah salah satu prajurit kesayangan Raja. Ketika pertempuran usai Eros selalu membawa kepala-kepala bangsawan dari kubu lawan jika mereka ikut andil dalam pertempuran. Memberikannya kepada sang Raja dan membuktikan betapa loyalnya seorang prajurit muda yang namanya telah melambung pesat hanya dalam beberapa pertempuran, Eros memulai peperangan ketika ia masih sangat muda. Ia sangat menggilai seni bela diri bertarung dan pedang serta perisai. Wajahnya begitu rupawan seolah ia adalah keturunan Dewa Yunani, rambut ikal panjang yang sering ia ikat menambah kesan maskuli betapa Eros sangat gagah perkasa. Otot yang menyembul menandakan ia selalu bekerja dengan keras di bawah terik matahari, pandangannya tajam ke arah para prajurit Arcadia. Memikirkan sebuah siasat saat menyerang mereka yang bobot tubuhnya lebih besar dari Eros. Meskipun semua kehebatan yang di miliki pria itu, sama seperti yang di miliki setiap Dewa yang ada di Yunani, terdapat sifat haus darah akan kemenangan dalam peperangan. Dari wajah tampannya, Eros hanya memikirkan kemenangan yang akan ia bawa pulang dan membuat namanya di agung-agungkan di dalam kerajaan. Eros mengayuhkan sebuah baja ke arah wajah prajurit Arcadia, prajurit terbesar yang telah menghabisi para prajurit Eros di baris depan. Membuat tubuh besar prajurit Arcadia itu tumbang seketika ke atas tanah, Eros lalu segera turun dari kudanya. Ia sama sekali belum pernah melawan bangsa Arcadia, yang ia dengar dari hanya sebuah desas-desus jika mereka memiliki bobot tubuh yang besar. Dan ternyata benar, Eros dapat melihat dengan kedua matanya sendiri jika mereka memang sangat besar. Bahkan dua kali lebih besar dari Eros sendiri, namun ia pernah sekali mengalahkan prajurit seperti ini. Eros mengeluarkan pedangnya, meski tanpa perisai ia tetap menyerang prajurit Arcadia di tengah medan pertempuran. Eros di rundung oleh hantaman, terjatuh ke atas tanah dengan darah keluar dari sudut bibirnya. Eros mengambil sebuah perisai yang berserakan guna melindunginya, dari hantaman besi yang di ayunkan oleh prajurit Arcadia tersebut. Nafasnya memburu, dan keringat makin membuat wajahnya dan tubuhnya basah. Eros lelah dengan serangan brutal tersebut. Tak lama ia menyayat paha prajurit Arcadia, membuatnya kesakitan dan Eros tak menyayangkan kesempatan itu. Sebilah pedang milik Eros di lesatkan tepat di jantung prajurit Arcadia. Tak hanya itu, Eros menarik pedangnya lalu menggorok lehernya. Hingga prajurit itu akhirnya tumbang dengan tubuh telungkup tepat di depan Eros berdiri. Prajurit Arcadia yang paling besar dan telah menghabisi prajuritnya kini telah tumbang. Eros kembali menunggangi kudanya dan kembali memimpin pasukan. Siang berdarah itu berlangsung hanya sebentar, Arcadia kekurangan prajurit dan sudah di pastikan Sparta memenagkan pertempuran. Prajurit Sparta bersorak, ia menyisakan seorang prajurit untuk menyampaikan pesan kepada kerajaan Arcadia jika tanah itu sudah menjadi milik Sparta. Eros dan pasukannya kembali ke perkemahan di pesisir pantai, melewati Lord Darrius yang tak lain adalah seorang pangeran dari kerajaan yang di tinggali oleh Eros. "Kerja bagus Eros, mengapa tidak dari awal kau berdiri di tepat garis depan" ujar Darrius saat Eros mulai mendekat melewatinya. "Mengapa bukan seorang pangeran yang bertarung? Sehingga prajurit mereka dapat melihat bahwa bangsawan tidak hanya duduk di singgasana mereka." Balas Eros lalu melewati Lord Darrius dan pengawalnya begitu saja. Darrius hanya tersenyum menanggapi hal tersebut. Sebenarnya Darrius sama seperti Eros, seorang prajurit yang tak kenal takut dan haus akan kemenangan. Tapi semua prajurit lebih menyukai Eros dengan sifat rendah hati yang di miliki pria itu sehingga Eros memimpin pasukannya sendiri. Hanya perbedaan nasib yang di miliki Eros dan Darrius. Darrius yang terlahir dari seorang Ratu dan Raja, dan Eros yang hanya seorang prajurit biasa yang selalu melayani sang Raja kapanpun. Darrius tumbuh dan belajar seni bertarung sama seperti Eros, tidak ada yang berbeda dalam urusan peperangan. Namun Eros tidur di sebuah gua dan tikar seorang prajurit, tapi Darrius tidur di sebuah ranjang dengan alas lembut dan selimut yang terbuat dari satin yang nyaman. Di temani wanita penghibur yang ada di sekitar kerajaan, meskipun sama halnya dengan Eros yang kapan saja bisa tidur dengan b***k yang ia mau. Tapi Eros lebih memilih menunggu seseorang. Ia memegangi sebuah intan ketika telah tiba di pinggiran pantai, bentuk dan warna yang indah. Benda tersebut dapat ia bawa pulang atas kemenangan yang ia raih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD