Zombie 26 - Go Away
Pagi sekali Xavier dan Mark sudah sibuk di tendanya. Semalam Xavier sudah meminta satu tenda yang cukup besar, agar muat untuk tiga orang. Berjaga-jaga saja, siapa tahu mereka harus tinggal di alam terbuka. Itu artinya mereka membutuhkan tenda untuk tempat berteduh mereka. Selain tenda, Xavier juga meminta sedikit pesediaan makan dan senjata. Selanjutnya mereka akan mencari persediaan makanan sendiri, selama di luar terowongan bawah tanah. Tentunya meminta semua itu sudah mendapatkan izin dari Jessica dan Oliva.
Tiba-tiba profesor Felix datang menghampiri tenda mereka. "Apa kalian benar-benar akan pergi?" Tanya profesor Felix.
"Ya, profesor. Kita perlu tempat yang pas untuk dijadikan penelitian. Seperti yang profesor bilang. Kita butuh tempat yang mempunyai pasokan listrik. Kami akan berusaha mencari tempat itu prof," sahut Xavier.
"Lalu siapa yang akan meneliti di tenda. Kalau kamu dan Mark yang akan pergi?" Profesor Felix terus menanhan agar Xaveir dan Mark tidak pergi.
"Masih ada Suzan, Nia dan Nita, Prof. Ayo lah kita tidak bisa stuck di tempat ini saja. Aman saja tidak cukup. Kita harus cepat menyelesaikan wabah ini. Harusnya profesor mendukung apa yang mau aku lakukan," Xavier bersi kukuh ingin mencari tempat tersebut.
"Baiklah jika itu yang kamu mau, tetap hati-hati dan selalu waspada. Jangan sampai tergigit," nasihat profesor Felix.
"Siap, profesor," ucap Xavier.
Mereka sudah bersiap-siap tinggal menunggu Gerland saja. Ternyata Gerland sudah siap juga. Mereka akan pergi, di luar sudah banya anggota lainya sedang berkumpul.
Jessica mendekati mereka. "Kalian hati-hati ya, pokoknya seminggu tidak dapat tempat. Kembalilah, setelah itu baru lanjutkan lagi perjalanan kalian," pinta Jessica. Ternyata yang lainnya berkumpul untuk melepas kepergian Xavier, Mark dan Gerland. Mereka bertiga jadi merasa tidak enak. Seperti pergi tidak akan kembali. Padahal mereka juga akan kembali dengan selamat.
"Oke. Kalian tenang aja. Kita akan menjaga satu sama lain," sahut Xavier. Tidak sengaja ia melirik mata Layla. Layla dan Gerland sedang saling menatap. Sorotan mata Layla mengisyaratkan jangan pergi. Mereka begitu cepat dekat. Namun, Gerland pun tidak punya pilihan selain ikut. Karena memang ia harus ikut dalam berkonstribusi pada kelompok yang di pimpin oleh Jessica.
Mereka bertiga mulai pergi keluar dari terowongan bawah tanah. Saatnya mereka mencari tempat yang lebih layak dari terowongan bawah tanah. Untuk sementara Xavier memutuskan untuk menuju arah Utara. Mereka akan mencari rumah sakit atau klinik besar di luar kota Troxbo. Tentunya yang masih bisa di gunakan dan mempunyai pasokan listrik. Syukur-syukur mendapatkan tempat laboratorium lengkap seperti di laboratorium tempat Xavier bekerja. Agar tidak perlu repot-repot membangun dan menata ulang tempat yang akan di jadikan sebagai tempat penelitian.
Perjalanan menuju luar kota Troxbo memang cukup jauh. Karena posisi terowongan bawah tanah berada di pusat kota Troxbo.
"Elo yakin dengan apa yang elo lakukan sekarang?" Tanya Gerland. Pasalnya, sangat sulit sekali untuk mencari tempat yang masih ada pasokan listriknya. Karena mungkin di akibatkan oleh para zombie yang merusak sarana kota. Sehingga menghancurkan gardu listrik dan tiang listrik yang berfungsi untuk mengalirkan listrik. Karena pasti ada banyak orang juga yang menggunakan itu sebagai bahan pertahanan.
"Tentu, elo juga mau kan tempat lebih layak dari ini?" Xavier balik nanya.
"Oke baiklah. Oh ya, gue Gerland? Elo kakaknya Xaveir kan?" Tanya Gerland pada Mark yang tadi terlihat bengong saja.
"Mark, iya gue kakaknya, Xavier," ucapnya sambil melirik sinis ke arah Xavier. Setelah mengetahui kenyataan yang terjadi. Apa Mark masih pantas menganggap dirinya sebagai kakaknya Xavier? Padahal jelas-jelas Jimmy mengatakan, kalau Mark bukanlah anak kandungnya.
Mark masih ingat ucapan Jimmy saat itu. "Mark, perlu kamu ketahui. Selama ini, ayah menutupi satu kenyataan yang mungkin akan membuat kamu terkejut dan patah hati," ucap Jimmy ragu saat itu.
"Apa ayah? Kok aku jadi merasa takut," Mark semakin penasaran.
"Sebetulnya kamu bukanlah anakku. Kami mengadopsi kamu di sebuah panti asuhan. Karena dulu katanya tidak akan bisa punya anak. Namun, setelah kamu mengadopsi kamu cukup lama. Keajaiban tercipta. Ibu hamil Xavier, maafkan ayah dan ibu. Karena kami telah membohongimu. Karena kami tidak mau kamu sakit hati. Saat tahu kamu bukan dari keluarga Thomson. Percayalah Mark, kamu tetap anak ayah. Meskipun tidak lahir dari rahim ibu," jelas Jimmy panjang lebar.
Mark tampak mencerna apa yang di ucapkan oleh Jimmy. Jadi apa yang dikatakan semua orang itu benar? Ya, mereka juga bisa menilai. Karena Mark tidak ada mirip sedikitpun dengan Jimmy maupun Chintya. Mereka hanya mencoba melindungi Mark. Padahal kenyataan yang sesungguhnya adalah Mark betul-betul anak adopsi.
"Are you ok, Mark?" Tanya Jimmy memastikan keadaan Mark. Tidak ada respon sama sekali. Ketika Jimmy mengatakan kenyataan yang sesungguhnya.
"Aku butuh sendiri dulu ya, aku perlu berpikir soal yang ayah katakan tadi," ucap Mark kemudian ia pergi ke dalam kamarnya.
"Nanti sore kita jadikan ke toko buku? Ayah sudah janjian dengan pemilik tokonya," teriak Jimmy. Kemarin mereka memang berencana untuk ke toko buku langganan mereka. Ada buku yang Mark harus beli. Makanya Jimmy sampai menelpon pemilik toko untuk membuat janji. Ternyata buku yang Jimmy cari ada di toko miliknya.
Mark tidak menggubris perkataan Jimmy. Apa ke toko buku itu lebih penting dari masalah yang tejadi pada saat ini? Sebetulnya Jimmy tidak salah, karena ia sangat menjaga rahasia ini. Demi mengaja perasaan dan hati Mark. Namun, entah kenapa. Mark merasa marah dan sakit hati. Terbayang kembali semua temannya yang mengejek Mark. Bahkan mereka membully Mark. Karena merasa Mark terlalu mengaku-ngaku sebagai anak ilmuan bernama Jimmy Thomson. Bahkan selalu dibanding-bandingkan dengan Xaveir. Sakit sekali rasanya, ternyata kenyataan itu semuanya benar. Tidak ada darah Thomson yang mengalir di dalam tubuh Mark.
Masih terngiang-ngiang ucapan teman-teman yang mengejeknya. "Kalau mau berbohong yang pintar sedikit dong. Jangan ngaku-ngaku sebagi anak ilmuan Jimmy Thomson. Kamu itu enggak ada mirip-miripnya sama sekali. Lihatlah ayahmu yang berkulit putih dan bermata biru. Sedangkan kamu hitam dan matamu juga hitam. Hahaha lucu sekali kamu," mereka terkekeh.
"Kalau Xavier aku percaya anaknya Jimmy Thomson. Dari ujung rambut sampai ujung kaki dia sangat mirip. Jadi sedikit lebih pintar kawan kalau berbohong!" Tambah salah satu temannya.
Mark meninju orang yang telah mengejeknya. Baku hantam mulai terjadi. Namun, karena jumlah teman-teman cukup banyak. Mark kalah, karena mereka terlalu kuat. Satu lawan delapan, mana bisa?
Gara-gara hal itu, Mark sampai di panggil oleh kepala sekolah. Kejadian ini terjadi saat Mark duduk di sekolah SMA. Mereka memutar balikan fakta. Mereka bilang Mark memukuli mereka. Padahal Mark yang di keroyok. Dengan bodohnya kepala sekolah percaya, kalau Mark memukuli kedelapan anak yang telah mengejeknya. Padahal kalau di pikir secara logika, tidak mungkin satu anak melawan delapan anak. Kepala sekolah minta untuk Jimmy datang menghadap kepala sekolah.
Namun, sialnya saat itu Jimmy sedang ada penelitian di luar kota. Entah kapan Jimmy akan kembali. Kalau saja Jimmy bisa datang. Ia bisa membuktikan kalau Jimmy benar-benar ayahnya. Karena Jimmy di luar kota, sudah pasti tidak akan bisa datang. Hal itu pasti akan membuat teman-temannya semakin yakin. Kalau Mark berbohong mengenai anak dari seorang ilmuan ternama, bernama Jimmy Thomson.
"Mark, are you ok?" Tanya Xavier. Seharusnya tadi Xavier tidak membawa Mark. Karena Mark belum terlalu siap untuk berada di luar sini. Apalagi setelah apa yang terjadi Minggu lalu. Tentang kenyataan yang Mark bilang. Bahwa Jimmy memberitahunya. Bahwa Mark bukan anak kandungnya.
"Gue baik-baik aja. Kalau sudah sampai bangunkan gue," pinta Mark.
Untungnya saat ini Xavier yang sedang menyetir. Mark ada di bangku belakang. Sedangkan Gerland duduk di samping Xavier.
"Dia kayak frustasi," ceplos Gerland. Untunglah Mark sudah tidur.
"Siapa yang tidak frustasi di saat situasi seperti ini. Elo juga frustasi kan? Elo kehilang kekayaan elo dengan sekejap. Padahal butuh waktu yang sangat lama. Untuk merintis dan membangun usaha elo," ujar Xavier.
"Ya, gue juga ada di posisi Mark. Gue sangat frustasi. Bahkan rasanya gue mau mati saja. Ini seperti kiamat. Namun, gue berpikir lagi. Gue bukan orang yang pengecut. Yang mengakhiri hidup gue karena masalah ini. Gue yakin ada solusi di balik kekacauan ini. Apalagi setelah gue bertemu elo sama Jessica. Enggak memungkiri, gue juga berharap elo dan tim profesor Felix. Bisa menemukan vaskin virus zombie ini. Agar semuanya bisa kembali normal. Diluar sana mungkin ada yang lebih parah dari kita. Maka dari itu, gue memutuskan untuk melanjutkan hidup gue," oceh Gerland.
Dunia kali ini sedang benar-benar kacau. Orang yang frustasi pun semakin banyak. Tidak heran, karena mereka terlalu banyak bilangan. Kehilangan orang yang mereka cintai, kehilangan harta dan segala ketenangan yang dulu mereka punya. Banyak yang mempertanyakan. Dimana Tuhan saat ini? Mereka terlalu menderita dengan situasi dan kondisi yang ada. Mereka selalu waspada, hati-hati dan ketakutan. Mereka hanya ingin dunianya kembali. Tanpa Monster pengigit yang sewaktu-waktu bisa menyerang tanpa di duga. Meskipun mereka berani. Namun, tetap saja rasa takut saat bertemu para zombie dan rasa takut akan kehilangan. Terus menyelimuti hati mereka. Mereka harus pergi ke tempat satu ke tempat yang lain. Karena suatu saat pasti terowongan bawah tanah tidak akan aman lagi.