Zombie 16 - Second Experiment

2206 Words
Zombie 16 - Second Experiment Xavier dan Jessica melihat sekitarnya dulu sebelum masuk ke terowongan bawah tanah. Mereka harus tetap waspada dan berhati-hati. Meskipun tempatnya tersembunyi. Tetap saja tidak menutup kemungkinan para Zombie akan menemukan tempat ini. Setelah di rasa aman, mereka cepat membuka penutup lubang menuju terowongan. Mereka langsung bergegas menuju terowongan bawah tanah. Xavier langsung menuju tenda dimana profesor Felix berada. Sedangkan Jessica mengecek kondisi tenda-tenda kelompoknya. Saat masuk ke dalam tenda profesor Felix. Ternyata penelitian pertama mereka telah dimulai. Xavier melihat Mark dan Suzan sedang mencampur-campurkan bahan chemical yang ada. Xavier tidak mempersalahkan itu. Karena memang yang berani keluar, hanya dirinya dan Jessica. Xavier tidak mungkin menyuruh Mark atau Suzan untuk mencari bahan-bahan penelitian di luar sana. Mereka belum tentu bisa menghadapi dan menangani para zombie yang menggila. "Ini profesor beberapa obat bius dan sampel kulit Zombienya. Yang pakai kantong plastik warna merah itu, sampel kulit Zombie yang paling baru," lapor Xavier sambil memberikan tas yang berisi semua bahan yang di minta profesor Felix. "Baiklah Xavier, kamu baik-baik saja kan?" Tanya profesor Felix sedikit khawatir. Pasalnya di luar sana sangat berbahaya. Zombie bisa saja melukai Xavier. "Tentu, prof. Kami selalu waspada dan saling melindungi," sahut Xavier. Meskipun beberapa kali mereka hampir tertangkap oleh kawanan Zombie. Keluar dari tempat persembunyiannya, sangatlah memacu adrenalin. Mereka harus pintar-pintar dalam melindungi diri mereka dari zombie. "Syukurlah, ya sudah kamu cepat cuci tangan. Saya perlu bantuan kamu untuk membuat chemical," pinta profesor Felix. "Chemical?" Tanya Mark. "Sejak kapan Xavier bisa membuat chemical?" Matanya mendelik ke arah Xavier. Profesor Felix menyesal dengan apa yang telah ia katakan tadi. Mark pasti akan bertanya-tanya. Harusnya Mark orang yang lebih dulu tahu tentang isi chemical apa saja. Hal ini pasti akan menimbulkan rasa kecemburuan di dalam hati Mark. Karena memang sejak dulu. Mark selalu di beda-beda dengan Jimmy. Hanya Xaveir yang di anggap sebagai anak Jimmy. Tidak semua orang tahu, kalau Mark juga adalah anak Jimmy. Kakak dari Xaveir Thomson. "Tentang lah Mark. Jangan mempermasalahkan itu. Kita semua di sini mencari solusi dari kiamat ini. Kita harus segera menemukan vaksin dari wabah ini," profesor Felix mencoba menenangkan Mark yang mulai emosi. "Oh ya, prof. Aku ngerti. Karena memang hanya Xavier yang layak mendapatkan semua itu. Xavier adalah calon ilmuan yang sangat hebat. Sementara aku? Aku hanya ilmuan ceroboh yang tidak ada gunanya." Benar kan? Mark pasti merasa di langkahi oleh Xavier. "Mark, stop bersikap egois dan kekanak-kanakan. Belum lama ini kok profesor kasih tahu cara membuat chemical. Elo jangan salah paham dulu. Elo ilmuan hebat kok," Xaveir juga mencoba meredam amarah Mark. "Tidak! Elo lah yang terbaik. Dari awal gue hanya bayang-bayang elo. Dan hanya elo yang nyata. Kalian bisa kok menemukan vaskin wabah ini, tanpa gue!" Mark pergi dari tenda. Dia benar-benar merasa kecewa dengan Profesor Felix. Padahal Mark sudah menjadi asistennya selama bertahun-tahun. Kenapa justru Xavier yang lebih tahu dulu, isi chemicalnya dibanding Mark. Padahal Xavier hanya baru dua tahun menjadi asisten profesor Felix. Mark merasa ini tidak adil. Mark tidak perduli dengan percobaan kedua yang akan di lakukan oleh profesor Felix. Mark hanya bosan selalu menjadi bayang-bayang Xavier. Dari awal memang Xavier yang selalu di andalkan profesor Felix dan orang-orang laboratorium lainnya. Mark merasa mereka sudah tidak membutuhkan keahliannya lagi. Karena sudah ada Xaveir yang lebih hebat dari dirinya. "Xavier, biarkan dia sendiri dulu. Kita mulai saja eksperimen ke dua kita," bujuk profesor Felix. "Baik, profesor." Mereka memulai percobaan keduanya. Profesor Felix meminta sampel kulit Zombie yang terbaru. Kemudian mereka mencampurkannya dengan beberapa chemical yang berbeda. Hal ini harus di lakukan dengan hati-hati. Salah sedikit saja akan berakibat fatal. Profesor Felix melihat sampel yang telah di campurkan dengan chemical melalui mikroskopnya. Virus itu sangat ganas rupanya, menyerang chemical pertamanya sampai habis. Hal itu tidak membuat profesor Felix menyerah. Ia kembali meminta Xavier untuk melihat cawan kedua yang berisi kulit Zombie dan chemical. Yang kedua pun sama. Virus yang terdapat di kulit Zombie itu masih terus bertahan dan melawan zat yang ada di dalam chemical yang Profesor buat. "Masih sama hasilnya prof," lapor Xavier. Semua ini terasa sulit dari yang di bayangkan. Virus ini terus menjalar. Mereka ekstra hati-hati jangan sampai virus yang berada di sampel kulit Zombie berpindah pada mereka. Meskipun mereka melakukan percobaan di dalam tenda. APD (Alat Pelindung Diri) tetap harus di pakai. Untuk meminimalisir jika terjadinya kecelakaan di dalam laboratorium buatan ini. "Lakukan lagi. Percobaan kedua kita belum berakhir. Masih ada enam cawan yang harus kita teliti lagi," perintah profesor Felix. Suzan membantu Xavier untuk mengambilkan ekstrak yang di minta Xavier. Cawan ketiga, Xavier isi dengan eksrak alii sativi bulus (Bawang putih), boesen bergi Rhizoma (Akar temu kunci), oilum Citrus (minyak jeruk) dan beberapa eksrak lainnya. "Xavier coba masukan lagi asam asetat dan asam sulfat masing-masing dua tetes. Kita lihat reaksi apa yang akan di tumbulkan dari sampel kulit Zombie yang kamu bawa," perintah profesor Felix. Xaveir melakukan percobaan cawan ketiganya sesuai dengan instruksi yang di minta profesor Felix. Saat asam asetat di teteskan. Virus yang terkandung dalam kulit Zombie semakin ganas meneyarang dan memantikan asam asetat yang Xavier berikan. Xavier kembali meneteskan dua zat itu, asam asetat dan asam sulfat secara bersamaan. Yang terjadi virus semakin kuat. Dan... Prag! Cawan itu pecah. Ternyata malah meledakan cawan. "Hati-hati Xavier! Kamu baik-baik saja?" Tanya profesor Felix cemas. "Aku baik-baik saja prof, baiklah kita lanjut ke cawan yang keempat." Seperti profesor Felix. Xavier juga tidak mau menyerah soal penelitian ini. Mereka tidak tahu, berapa sisa ilmuan yang masih hidup. Mungkin saja hanya mereka berempat yang tersisa. Mereka harus tetap berjuang, sampai mereka benar-benar menemukan vaksinnya. Percobaan kedua ini membutuhkan waktu yang cukup lama sampai mencapai cawan yang kedelapan. Setelah mereka melakukan eksperimen cawan yang kedelapan. Ternyata hasilnya masih sama, mereka masih gagal menemukan vaksinnya. Artinya eksperimen kedua ini, berakhir dengan gagal. Sampel kulit Zombie yang di ambil oleh Jessica dan Xavier juga sudah habis. Besok mungkin mereka harus mencari sampel lagi. Sambil mencari apa saja yang bisa di ambil, seperti persediaan makanan dan senjata yang bisa di gunakan. Xaveir melepas baju APDnya. Kemudian ia keluar dari tenda yang di buat menjadi laboratorium. Xavier masih kepikiran dengan Mark. Saat ini pasti Mark masih kecewa padanya. Padahal Xaveir sudah berusaha untuk tidak membicarakan soal itu di depan Mark. Malah profesor Felix sendiri yang keceplosan. Xaveir harus berbicara pada Mark. Sebelum situasi semakin buruk dan mengacaukan semuanya. Saat Xavier akan berjalan menuju tendanya. Xavier berpapasan dengan Jessica. "Bagiamana Xavier percobaannya?" Xavier menggelengkan kepalanya. "Belum ada hasil yang berarti. Semuanya masih gagal. Virus itu terlalu kuat, virus itu selalu mengalahkan chemical yang kami campurkan. Sepertinya memang butuh waktu yang cukup lama untuk menemukan vaksinnya," jelas Xavier. Terlihat betul Xavier sangat kecewa. Yang namanya penelitian memang tidak sekali langsung berhasil. Butuh waktu jangka panjang dan terus mencoba sampai benar-benar berhasil. "Semangat, gue ngerti kok perasaan elo. Ini baru percobaan ke dua kan? Kita semua akan sabar menunggu kalian sampai benar-benar menemukan vaksin itu. Menciptakan vaksin itu tidaklah mudah. Kalau kalian sampai berhasil menemukan vaksin itu. Kalian akan mencetak sejarah, menjadi penemu vaksin zombie," Jessica mencoba menyemangati Xavier yang tertunduk lesu. "Oh ya, buku catatan yang kita temukan di apotek. Apa elo sudah tanyakan pada profesor Felix?" Tanya Jessica mengalihkan pembicaraan. Xavier menepuk jidatnya yang tidak bersalah. "Astaga gue lupa. Untung elo ingatkan. Ya sudah gue mau coba tanya profesor Felix dulu," Xavier bergegas menuju tendanya profesor Felix. Semoga saja profesor Felix bisa membaca formulasi dalam aksara kuno itu. Xavier sampai di tenda profesor Felix. "Permisi profesor, apa profesor sudah tidur?" Tanya Xavier memastikan. Kalau profesor Felix tidak menjawab, berarti profesor Felix sudah tidur. "Belum Xavier. Masuklah," profesor Felix mempersilahkan Xavier masuk. Xavier masuk atas izin profesor Felix. Xavier menyerahkan buku catatan yang dia temukan bersama Jessica di apotek. "Apa ini?" "Sepertinya itu buku catatan seseorang. Kejadian disana tertulis lima puluh tahun sebelum wabah ini terjadi. Ternyata lima puluh tahun yang lalu pernah terjadi wabah virus zombie juga," jelas Xavier. Profesor Felix mulai membuka buku catatan tersebut. Dahinya berkerut aneh. "Aksara kuno? Apa kamu yakin ini formulasi?" Tanya profesor Felix. Xavier mengembuskan napasnya dengan berat. Kalau profesor Felix bertanya seperti itu. Berarti profesor Felix tidak bisa membaca aksara kuno. "Iya, prof. Jessica bisa membacanya sedikit. Dan di sana tertulis formulation for zombie. Pastinya itu adalah formulasi vaksin untuk virus zombie. Aku pikir profesor Felix bisa membaca aksara kuno," jelas Xavier lagi. "Aku hanya seorang ilmuan Xavier. Yang aku bisa hanya membaca rumus kimia dan kimia. Aku hanya tahu seputar ilmuan saja, aksara kuno aku belum pernah belajar. Kalau ayahmu pernah, tapi.." profesor Felix menjeda kalimatnya. Profesor Felix merasa sudah salah bicara. Jimmy memang bisa membaca aksara kuno. Jimmy adalah seorang profesor yang banyak mau belajar. Jimmy belajar membaca aksara kuno dengan cara otodidak. Tidak ada guru yang mengajarkan. Namun, dia cukup bisa diandalkan jika ada aksara kuno yang profesor Felix tidak bisa membacanya "Ganulasi halus, kalau di campur dengan asam sulfat akan meledak," ucap Jimmy saat itu. Jimmy sedang menterjemahkan aksara kuno yang tetulis di dalam sebuah chemical. "Serius tulisannya artinya seperti itu?" Tanya profesor Felix. "Ya, Felix. Aku sudah belajar sangat lama tentang aksara kuno. Tapi di sini tidak tertera siapa pengirimnya," Jimmy terus membolak-balikkan zat yang ada di hadapannya. Berharap menemukan nama si pengirimnya. Jimmy dan profesor Felix bingung. Ada seseorang yang misterius mengirimkan sebuah zat yang berisikan chemical. Mereka tidak tahu isi kandungan dari chemical tersebut. "Seharusnya kita jangan menerima chemical dari luar. Belum tentu chemical itu aman. Atau malah racun yang akan membahayakan kita," terka profesor Felix. "Di sini tulisannya hanya tidak boleh di campurkan dengan asam sulfat. Karena akan menimbulkan kedakan. Itu saja sih, kalau kamu takut ganulasi ini meledak. Biar aku saja yang mencari tahu isi chemical ini," saran Jimmy. Persis seperti Xavier yang selalu berani mencoba apapun resikonya. Jimmy memang curiga. Kenapa ada chemical misterius yang dikirimkan ke laboratorium. Di sana hanya dituliskan untuk profesor Jimmy dan profesor Felix. Tanpa ada nama pengirimnya. "Kamu yakin akan meneliti chemical itu? Pekerjaan kita masih banyak Jimmy," tukas profesor Felix. "Kamu tenang saja. Aku akan meneliti chemical ini diluar jam kerja kita. Kalau di izinkan aku akan meneliti chemical ini di rumah saja. Agar lebih aman," Jimmy meminta izin. Profesor Felix tidak punya pilihan lain selain mengizinkan Jimmy membawa chemical itu ke rumahnya. Profesor Felix sebagai penanggung jawab penelitian tidak mau menerima reskio besar. Bisa saja chemical itu sebuah bumerang yang dikirimkan oknum yang tidak bertanggung jawab. Tentunya untuk menghancurkan laboratorium. "Terserah kamu saja, tapi ingat. Hati-hati jangan sampai terluka. Kamu masih punya tanggung jawab di laboratorium!" Tegas profesor Felix. "Ya, aku akan berhati-hati. Ya sudah kita lanjutkan penelitiannya," ajak Jimmy. "Profesor! Apa profesor baik-baik saja?" Tegur Xavier membuyarkan pikirkan profesor Felix di masa lalunya dengan Jimmy. "Ya Xavier aku baik-baik saja. Maaf tidak seharusnya aku mengatakan hal itu," sesal profesor Felix. "Tidak apa-apa prof, aku juga masih berandai ayah masih ada. Agar kita semua bisa dengan cepat menemukan vaksin zombie itu. Ya sudah, biar Xavier simpan saja bukunya. Siapa tahu nanti berguna. Xavier pamit dulu, maaf menganggu waktu istirahatnya profesor," pamit Xavier. "Tidak apa-apa Xavier. Maaf aku tidak bisa bantu banyak," ucap profesor Felix. Setelah sedikit basa basi, Xavier pergi meninggalkan tenda profesor Felix. Xavier kembali ke tenda penelitian. Xavier kembali membuka buku itu. Sepertinya ada tanda yang pernah dia lihat. Xavier kembali masuk ke tenda penelitian yang disulap menjadi laboratorium. Xavier menyamakan tanda itu. Tanda yang ada dibuku dengan tanda yang ada di wadah chemical atau ekstrak. Ternyata ada beberapa yang sama. Kemungkinan bahan-bahan formulasi yang mereka miliki sama seperti dengan dibuku catatan. Semoga saja Xavier cepat menemukan orang yang bisa membaca aksara kuno ini. Setidaknya mereka bisa dengan cepat menemukan vaskin itu. Mengakhiri kiamat yang menyeramkan ini. "Fokus Xavier! Fokus!" Cetusnya pada dirinya sendiri. Xavier harus bisa memecahkan misteri dibalik buku catatan ini. Dugaan Xavier sementara, ternyata di klinik apotek itu ada seorang ilmuan. Yang pernah hidup di dalam wabah zombie sebelumnya. Mereka berhasil hidup normal kembali. Namun, setelah lima tahun wabah itu berakhir. Kembali terjadi lagi akibat ledakan di laboratorium. "Lalu kemana pemilik buku ini? Apa dia masih hidup?" Terka Xavier. Buku catatan itu sangat menyulitkan Xavier. Kalau saja si penulis catatan ini masih hidup. Xavier bisa meminta bantuannya untuk kembali menciptakan vaksin tersebut. Kemungkinan penulis ini adalah seorang ilmuan juga sama seperti dirinya dan profesor Felix. Di buku ini, pasti ada nama pemiliknya atau penulisnya. Xavier merasa bodoh karena tidak bisa membaca aksara kuno ini. Heran saja, kenapa juga penulisnya menulis dalam aksara kuno. Padahal di halaman awal-awal dia menceritakan bahwa di tahun sekian telah terjadi wabah yang menakutkan. Yaitu wabah virus zombie. Penulis itu menjelaskan, wabah itu terjadi begitu saja. Manusia berubah menjadi aneh. Kulitnya menjadi hijau, matanya kosong dan rasa laparnya yang sangat menakutkan. Mereka memakan satu sama kali, menyebar sangat cepat. Virus itu bergerak seperti angin. Menjadikan manusia yang terinfeksi virus itu, menjadi seorang zombie yang sangat kelaparan juga. Buku catatannya sangat banyak. Mungkin beberapa formulasi mengalami kegagalan. Apa harus Xavier melakukan percobaan yang tertulis di dalam buku itu? Tentunya hanya halaman terakhir saja. Karena biasanya setiap hasil yang menunjukan keberhasilan. Itu biasanya ada di halaman terakhir buku itu. "Sudahlah, besok gue minta Jessica menerjemahkan ini sedikit-sedikit saja. Setidaknya dia bisa membacanya sedikit. Gue bisa menemukan petunjuk kalau Jessica perlahan bisa menerjemahkannya," Xavier menutup buku itu. Kemudian keluar dari tenda laboratorium penelitian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD