Reva berdiri di depan rumah sakit begitu dia turun dari sebuah taksi online, menatap bangunan megah itu agak lama, kemudian memutuskan untuk melangkah masuk kedalam.
Keadaannya yang mengkawatirkan setelah muntah-muntah lagi pagi tadi membuatnya memutuskan untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Dirinya tak mau mengalami sakit yang cukup lama, karena berdampak pada pekerjaannya. Dan itu akan sangat merugikan dirinya sendiri.Mengurangi pendapatan, dan tentu saja bonus bulanannya dari atasan tidak akan dia dapatkan jika dia terlalu lama cuti bekerja.
Dokter umum tidak terlalu mengantri saat dia tiba, dan Reva langsung mendapat gilirannya setelah dua orang sebelumnya selesai.
"Apa keluhan anda?" sang Dokter langsung bertanya begitu Reva duduk di depannya.
"Mual, dan pusing dokter." gadis itu menjawab.
"Lalu?"
"Muntah-muntah. Dan tubuh saya terasa lemas." katanya lagi.
"Baik, mari kita periksa." dokter melakukan prosedur pemeriksaan seperti biasa. Memeriksa detak jantung, denyut nadi, juga tekanan darah.
"Bagaiamana pola makan anda?" tanya dokter setelahnya.
"Akhir-akhir ini sedang tidak baik. Saya selalu merasa mual ketika makan." jawab Reva.
"Siklus bulanan anda?" dokter itu menghentikan pekerjaannya, lalu menatap wajah pucat sang pasien.
Reva terdiam, dia mengingat kapan terakhir kali dirinya mengalami siklus alami tersebut, dan itu rasanya sudah lama sekali.
"Sebaiknya anda memeriksakam diri ke dokter kandungan." ucap sang dokter yang melepaskan stetoskop dari telinganya.
*
*
Dan disinilah gadis itu, dengan tubuh agak gemetar dan dadanya yang berdegup kencang, juga perasaannya yang berkecamuk. Duduk di depan seorang dokter kandungan yang telah selesai melakukan pemeriksaan pada tubuhnya.
"Dihitung dari hari terakhir anda haid, seperti yang anda katakan tadi diperkirakan janin sudah berusia empat minggu." dokter menyerahkan sebuah alat tes kehamilan dengan tanda dua garis merah yang begitu jelas.
"Selamat, anda sedang mengandung." lanjutnya dengan senyum ramahnya yang ceria.
Reva merasakan sesuatu meledak di dalam dadanya, yang seketika membuatnya merasa sesak. Tubuhnya terasa semakin lemas dan dia tidak berdaya. Mendapati dirinya yang tengah berbadan dua dalam keadaan seperti ini. Sungguh bukan hal yang menyenangkan untuk dirasakan.
"Bu?" dokter menepuk tangannya yang bertumpu di meja untuk menyadarkan Reva dari lamunannya.
"I-iya, dokter?" gadis itu mendongak.
"Anda datang sendiri? dimana suami anda?" tanya sang dokter lagi.
"Su-suami?" gadis itu terbata.
"Lebih baik telfon suami anda sekaramg juga, dan minta dia untuk menjemput. Keadaan anda sedang rentan, dan tidak baik untuk pulang sendirian." lanjut dokter.
"Obat dan vitaminnya jangan lupa diminum ya? untuk menjaga kandungan agar lebih kuat, dan mengurangi rasa mual." dia menyerahkan beberapa macam obat kepadanya.
*
*
*
Reva tak mampu berpikir jernih saat ini. Apa yang harus dia lakukan setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya? bagaiaman dirinya akan hidup dengan janin yang kini sedang tumbuh dalam rahimnya, sementara hidupnya sesulit ini?
Bagaimana dia bisa menjalani kehidupannya, sementara saat ini dirinyapun harus menanggung beban yang begitu berat?
Adam sang ayah yang masih saja asyik dengan kelakuannya yang tidak berubah. Dia bahkan sepertinya kembali melakukan hal yang membuatnya terjerumus dan terbelit hutang, yang membuatnya harus mengenal Razan, yang menyebakannya dengan terpaksa menggadaikan harga dirinya demi terhindar dari cengkeraman rentenir itu.
Tiba-tiba dia teringat kejadian malam itu, ketika dirinya menyerahkan kegadisannya kepada seorang pria misterius demi sejumlah uang.
Reva kemudian menyentuh perutnya, yang di dalamnya sedang tumbuh makhluk kecil yang tak dia sangka-sangka kehadirannya.
Pria itu bohong. batinnya saat ingat perkataan Abimanyu sebelum mereka berhubungan badan.
Namun lamunannya buyar seketika saat dia tiba di depan rumahnya, dan mendapati mobil milik Razan yang terparkir disana.
Reva merasa tubuhnya semakin lemas, Adam pasti berulah lagi, itulah sebabnya Razan kembali, dan dia ingat perkataan pria itu. Yang pastinya telah menjebak sang ayah untuk kembali berjudi dan meminjam sejumlah uang lagi kepadanya.
Gadis itu mendongak saat seorang pria muncul dari dalam sana, dan tanpa berpikir lagi, Reva mundur kemudian berlari meninggalkan tempat itu. Dia merasa harus kabur dan menyelamatkan dirinya. Entah bagaimana caranya, yang pasti dia harus menghindari Razan.
*
*
Abimanyu berdiri di dekat jendela besar yang menampilkan pemandangan kota Jakarta pada hampir malam itu. Lampu-lampu sudah menyala, dan gedung-gedung pencakar langit diluar sana tampak berpendar. Semenatara jalanan di bawahnya tampak seperti arus cahaya yang berkilauan. Dan dia menikmatinya dalam kesendirian. Tentu saja, dia malas untuk pulang kerumah malam itu karena dipastikan tak ada siapapun yang akan menyambutnya seperti biasa.
Kepulangan Vivi dari Paris hari itu harus diundur hingga beberapa hari ke depan karena ada agenda dadakan yang tak bisa ditolak. Dan itu membuatnya tak bisa pulang seperti janjinya.
Dia menghela napas, seraya memejamkan mata. Dan lagi-lagi wajah Reva melintas dalam bayangannya. Sama seperti hari-hari sebelumnya, dan perasaan yang sama pun muncul setelahnya.
Abimanyu menyesap minuman dalam genggamannya hingga habis, kemudian dia mutuskan untuk pergi. Ingatannya terus tertuju pada klub dimana dia mendapatkan penawaran malam itu, dan berniat mencari tahu apakah gadis itu masih berada disana atau tidak.
Dengan mobilnya dia melaju melewati jalanan yang mulai padat. Kehidupan malam kota Jakarta mulai menggeliat, dan semua orang tampak tak ingin melewatkannya.
Kepadatan lalu lintaspun tak terelakan, hingga dia hampir tiba di klub tujuannya setelah kurang lebih setengah jam berkendara.
Namun sebuah pemandangan tak biasa mengusiknya, saat pandangannya teralihkan pada sebuah keributan di depan sana. Dimana dua orang pria terlihat tengah memaksa seorang perempuan untuk masuk kedalam mobil yang terparkir di depan mereka.
Teriakan penolakan tampak keluar dari mulut perempuan itu, dan dia terlihat mempertahankan dirinya dengan susah payah.
Abimanyu menggelengkan kepala, dia tak habis pikir dengan kejadian tersebut. Bagaimana hal itu tak membuat siapapun terganggu, bahkan tak ada seorangpun yang berniat untuk menolongnya, seolah hal itu merupakan hal biasa yang terjadi di depan mata. Sama seperti dirinya yang tak mau ambil pusing, karena dia merasa itu bukanlah urusannya.
Namun dirinya terhenyak saat mobil yang dikendarainya semakin mendekat, dan dia dapat melihat dengan jelas.
Gadis itu. ..
"Reva?" gumamnya saat dia merasa mengenal wajah gadis yang tengah mati-matian bertahan dari cengkeraman dua pria itu. Dia tak mungkin lupa dengan raut wajahnya.
Abimanyu segera membanting stir untuk berbelok, meski keadaan lalu lintas sedang padat malam itu, dia tetap melajukan mobinya, menerobos sisi trotoar dan menghampiri tempat kejadian.
Dia hampir melompat keluar saat mobilnya berhenti. Dan menyongsong gadis itu untuk kemudian menariknya dalam sekali gerakan, lalu menyembunyikannya dalam dekapan.
*
*
*
Bersambung ...