Ellie
Kawanan Serigala Tangkas memiliki banyak wilayah, meskipun jumlahnya tidak sebesar beberapa kawanan lain yang di dekat sana. Masalah mencari tempat untuk mengadakan sayembara, Michael memiliki banyak lapangan terbuka luas untuk perlombaan melempar dan laga pertarungan. Namun, dia bersemangat untuk membuat jalur lari melewati banyak area berhutan, dan sudah memberi tahu Ellie bahwa dia mungkin juga akan membuat syarat untuk menyeberangi sungai.
Undangan baru saja dikirim beberapa hari yang lalu, dan Ellie tidak berani menanyakan apakah sudah ada yang mengirimkan surat RSVP, jadi dia menghabiskan waktunya untuk mengerjakan hal lain. Namun, ayahnya sangat bersemangat mengadakan semua acara ini, dia datang berkunjung ke tempat ayahnya menyiapkan segala perlengkapan untuk acara pertama, perlombaan melempar, setidaknya setiap sore.
Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambut pirangnya, menggelitik lehernya selagi dia berjalan, melewati desa yang pertama, di mana semua orang menyambutnya sambil menundukkan kepala dan tersenyum. "Selamat sore, Luna," sapa seorang wanita tua bernama Ruth ketika dia lewat.
"Selamat sore," kata Ellie sambil tersenyum, serta juga menyapa cucunya, Tessa. Di kejauhan, dia bisa melihat ayahnya mengarahkan beberapa anggota kawanan muda saat menyusun bangku-bangku yang baru dibuat di tempat yang disebut ayahnya sebagai lokasi menonton. Michael telah mempekerjakan tukang kayu terbaik mereka untuk membuat banyak kursi, serta segala sesuatu yang dia rasa perlu demi perlombaan yang lancar, mudah dilihat, dan adil. Dia sudah memastikan bahwa batang kayu yang akan dilempar para peserta nanti seukuran dan sebentuk, berkat pengrajin terampil dari kawanan.
"Bagus, bagus!" teriak Michael saat Cane, Hans, Seth, dan beberapa pemuda lain membawa satu set bangku besar, bergeser ke kiri saat Michael melambai kepada mereka. "Sedikit lagi. Sedikit lagi. Sempurna! Letakkan di sana!" Mereka menjatuhkan struktur itu, empat baris bangku, lengkap dengan sandaran, kemudian mendesah lelah.
Michael berdiri sejenak sambil mengusap dagunya. "Kelihatannya tidak pas," gumamnya ketika Ellie datang berdiri di sampingnya.
"Kelihatannya bagus, Ayah. Jangan suruh mereka memindahkannya lagi," tegasnya. "Mereka bisa pingsan."
"Hai, Sayang!" Seolah-olah dia tidak melihat Ellie datang. Dia merangkul bahu Ellie dan meremasnya kuat. "Bagaimana menurutmu?"
"Menurutku kelihatannya bagus," kata Ellie, mengagumi semua hasil kerja ayahnya. Lapangan itu tidak hanya bersih dari segala macam ranting-ranting kayu, tapi juga baru saja dipangkas, dan ada garis yang diukur dan digambar untuk menunjukkan seberapa jauh setiap lemparan. Deretan bangku berjejer di sisinya, meskipun jelas Michael sedang sibuk memindahkan sebagiannya, dan batang kayu besar yang akan dilempar diletakkan di atas tribun, tertata rapi. "Ayah benar-benar sudah berusaha maksimal!"
"Terima kasih!" katanya sambil mencium pipi Ellie sebelum melepaskannya. Anak-anak lelaki itu datang menghampiri, masih terengah-engah sambil menyeka alis mereka. Ellie harus membalas kebaikan semua anggota kawanan yang telah sukarela meluangkan waktu mereka untuk membantu.
Michael sangat ingin menceritakan semua yang telah dia kerjakan, dia menceritakan dari satu bagian ke bagian lainnya, sering kali menunjukkan bagian-bagian yang sudah dilihat Ellie sehari sebelumnya, atau bahkan bagian-bagian yang baru saja dikatakannya. Namun, Ellie hanya mendengarkan, dan mengatakan bahwa betapa bagusnya hasil kerjanya.
Begitu dia selesai membahas semua perlengkapan dengan Ellie, dia berkata, "Oh, dan ada satu hal lagi yang lupa Ayah beri tahu!"
"Apa itu?" tanya Ellie, mempersiapkan dirinya untuk mendengar sesuatu yang tidak akan disukainya.
Senyuman lebar mengembang di wajah ayahnya.
"Aku punya firasat kalau ayahmu merencanakan sesuatu--lagi," kata Hans sambil mengedipkan mata sembari bersandar ke bahu Ellie, yang hampir membuat mereka berdua terjatuh.
"Dia memang memberikan tatapan itu," timpal Seth.
"Tidak, tidak, bukan seperti itu," protes Michael. Dia merogoh saku belakangnya dan mengeluarkan sebuah amplop putih kecil, menyerahkannya kepada Ellie.
"Apa ini?" tanya Ellie, takut mengambilnya.
"Oh, gawat!" kata Cane sambil menggelengkan kepala. "Jangan sampai undangan untuk mengatur ulang semua bangku! Kami tidak mau mengaturnya lagi."
Ellie tertawa dan menepuknya iseng. "Kalau itu, tidak akan diberikan padaku."
"Bukalah!" desak Michael.
Ellie mengambil napas dalam-dalam dan membuka amplop tersebut, mengeluarkan secarik kecil kertas putih tebal.
Itu surat RSVP, yang pertama, dan bertanda dikonfirmasi. Jadi... setidaknya akan ada satu peserta. Beban dari maksud situasi ini terasa di pundaknya, padahal dia bahkan belum sempat membaca namanya. Dia sebentar lagi akan menikah--apa pun yang terjadi. Seseorang sudah mengatakan dia akan datang, dan itu berarti acara ini benar-benar akan berlangsung.
"Dari siapa itu?" tanya Seth mewakili ketiga anak lelaki itu.
Mata Ellie tertuju pada nama yang dicetak pada garis di bagian atas kertas itu. Dia menarik napas dalam-dalam dan membacanya keras-keras. "Alpha Blade Strand dari Kawanan Serigala Menangis." Ellie mengangkat mata dan menatap ayahnya. Dari sekian banyak pria yang bisa mengirim surat RSVP lebih dahulu, tapi malah pria bereputasi terburuk yang pertama. Ayahnya jelas terlalu bersemangat mengadakan sayembara ini sampai tidak menyadari apa artinya ini. Alih-alih membuatnya kecewa, Ellie memasang senyum di wajahnya dan berkata, "Selamat, Ayah. Acaranya akan berlangasung."
"Acaranya akan berlangsung," katanya, mengedipkan mata pada Ellie, kemudian memeluknya dengan erat. Ellie mencoba seantusias ayahnya, tetapi saat ini, dia terlalu terguncang sampai tak bisa berpura-pura.
Bayangan bahwa dia mungkin akhirnya menikah dengan Blade Strand sangat membebaninya. Untuk pertama kalinya sejak ide mengadakan sayembara ini disampaikan kepadanya, dia tiba-tiba berdoa agar menerima banyak surat RSVP.