Eps. 2

1044 Words
n****+ ini sudah tersedia buku cetaknya. Lengkap, Season 1 dan 2. Pemesanan bisa ke massager Yuwen Aqsa -- Pov Audy Mengerjapkan mata pelan, mengamati keadaan sekitar yang ternyata sudah hampir petang. Mulai beranjak, merapikan rambut dan keluar dari kamar. Jam didinding menunjuk diangka empat dan enam. Itu artinya sebentar lagi suamiku akan pulang. Menuju dapur untuk melihat stok mie instan pesanan suami tadi. Namun kosong. Kembali masuk ke kamar, ngambil dompet dan bergegas ke mini market yang tak jauh dari rumah. Hanya lima menit, motor maticku sudah berhenti didepan mini market. Selesai membeli yang kubutuhkan, segera keluar dan kembali menstater motor. Disaat yang bersamaan, tiga moge masuk keplataran minimarket. Pandangan kami bertubrukan. Mata melotot, hampir tak percaya sama apa yang kulihat. Menelan saliva yang tercekat ditenggorokan, tanpa menunggu lagi, segera kujalankan motor meninggalkan tempat ini. Sesampainya dirumah, pikiran tak menentu. Kuputuskan untuk membersihkan diri saja. Sudah kulupakan perihal membuat mie instan pesanan Elang. Bayangan kedua tangan yang melingkar diperutnya, tubuh yang begitu mepet kepunggung. Membuat d**a terasa sangat nyeri. Siapa wanita itu? Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu mengagetkanku, menghapus bayangan mereka sekilas. “May! Kamu didalam kan?” itu suara Elang. Tak ada niatan untuk menjawab panggilan atau pertanyaan itu. Menangis dibawah sower, kurasa akan lebih baik. Setelah cukup lama aku berada didalam, kuputuskan untuk keluar. Aku ingat dengan anak yang ada didalam perut. Jangan sampai dia sakit karna ke egoisanku. Baru saja membuka pintu, sudah kulihat wajah Elang yang duduk didepan kompor menghadap pintu kamar mandi. Pandangannya langsung tertuju padaku, dia beranjak. Tanpa aba-aba, memelukku cukup erat. “Jangan marah, ya. Aku nggak selingkuh kok. Semua nggak kaya’ yang kamu lihat.” Aku hanya diam dengan debaran d**a yang tak menentu, menahan semua amarah yang ingin segera kuluapkan. Kudorong dadanya dengan kuat. “Aku lelah, mau istirahat.” Tanpa menatapnya, kulangkahkan kaki menjauhi dapur. Elang mengekor sampai masuk kekamar. Aku duduk dikursi rias, mengeringkan rambut dengan handuk yang kubawa. Elang duduk ditepi ranjang, terus menatapku tanpa beralih pandang sedikitpun. Sampai rambutku kering dan rapi oleh sisir, dia masih ditempat semula. Aku beringsut menghadapnya. “Mau menjelaskan sesuatu?” tanyaku sesantai mungkin. Meraih tanganku, membawa kedalam genggaman. “Mayang, jangan marah dong. Aku beneran nggak ada hubungan apapun sama Dara.” Mataku melotot sempurna. “Jadi gadis yang memelukmu itu Dara?” Elang ngangguk. Kutarik tangan yang digenggamnya, dadaku kembali terasa sangat sakit. Dara, wanita yang dulu dikabarkan dekat dengan Elang. Apa memang dari dulu mereka dekat? “Mbak,” Aku beranjak, berjalan dengan cepat keluar dari kamar. Elang mengekori lagi, gondeli dressku dari belakang. Ngintilin kemanapun aku pergi. Dan berakhir memelukku dari belakang. “Aku nangis kalo kamu marah,” suara yang mirip rengekan itu ngusel ditengkukku. Kubuang nafas kasar melalui mulut. “Kamu ingkar janji, Lang. Udah janjikan, nggak mau dekat-dekat sama Dara. Tapi malah pelukan, bukan hanya dekat. Aku kecewa.” Ungkapku dengan datar, sama sekali nggak nge gas. “Aku nggak sengaja ketemu dia waktu mancing tadi, May. Karna Raka dan Kenzo bawa ceweknya. Dara ngebonceng aku. Udah kubilang nggak usah pegangan, karna aku bawa motornya nggak ngebut. Tapi dianya sengaja gitu.” Jelasnya dengan gaya khas seorang anak yang takut dimarahin emaknya. Tangannya mulai mengelus perutku. Dan baby merespon sentuhan Damudnya. Dia bergerak pelan didalam perut. “Eh, may. Baby gerak lagi.” Dia meraih kursi plastik terdekat, lalu memeluk pinggangku. Menempelkan telinganya diperut. “Hahahah....ada suaranya, may. Dia lagi ngapain ya?” aku ikutan ketawa melihatnya yang nyengeges sambil menatapku. Wajah imut dan tampan itu sangat menggemaskan. Hasilnya, aku nggak bisa marah. “Sayangnya Damud, kamu ngapain? Pasti tau ya kalo Momud marah sama Damud. Maafin Damud ya. Damud tuh Cuma sayang sama Momud. Nggak ada yang lainnya. Kamu percaya kan?” Kutatap Elang yang ngomong sambil natap kepusaranku. Lalu melirikku dengan mengedip-ngedipkan mata. “Cie...Momud lagi nahan tawa lho, dek.” Dianya terkekeh, lalu memeluk perutku kembali. Aku jadi tertawa kecil. Mengelus rambutnya pelan. Rasa marahku berubah jadi gemas yang pengen banget untuk unyel-unyel dia. “Jangan gitu lagi dong, Lang. Aku kan cemburu.” Ungkapku masih dengan memainkan rambutnya. “Iya, may, maaf ya. Aku akan berusaha untuk nggak ulangi.” Dia berdiri, kedua tangannya mendarat dileherku, mengangkat kepalaku agar mendongak menatapnya. “Aku sayang banget sama kamu, ay. Jan kecewain aku ya.” Wajahnya mendekat, nafasnya menyapa wajahku dengan lembut. Cup! Ciuman sekilas dibibir. Lalu ngangguk. “Aku juga sayang banget sama kamu.” Kembali bibirnya mendarat dibibirku. Aku merem, dan dia mulai melumat bibirku pelan. “Permisi! Yuhuui!” Suara yang sangat kukenal itu mengagetkan kami. Elang melepaskan ciuman, merem menahan kesal. Pintu depan sudah terbuka, kak Al berdiri disana dengan bahu yang bersandar dimulut pintu. Lalu kedua tangannya dilipat didepan d**a. “Eh, lagi cipokan ternyata. Gue ngeganggu dong, ya. Pergi ah.” Ngeloyor, tapi nggak keluar. Melangkah masuk menuju dapur. “Babi!” umpat Elang dengan sangat kesal. “Aku mandi dulu ya, may. Siapin buku sama laptop kedalam tas.” Tanpa nunggu jawaban dariku, dia melangkah masuk kekamar mandi. Sempat adu tonyor dulu sama kak Al. Aku masuk kedapur, numpangin panci buat masak mie. “Kakak mau mie sekalian nggak?” tawarku sambil natap dia yang sibuk makan gorengan bikinanku tadi pagi. Dia geleng kepala. “Aku Cuma bentar, mampir aja. Jam enam ada meeting di caffe, ntar makan sekalian disana.” Aku ngangguk, melangkah pergi menuju kamar. Membaca jadwal mata kuliah hari ini, lalu memasukkan semua yang dibutuhkan Elang. Termasuk laptop dan beberapa berkas yang tadi pagi udah di print. Udah jadi kebiasaanku begini, nggak ikut kuliah, tapi ikutan ribut mikir kuliah. Setelah menghidangkan semangkuk mie instan lengkap dengan jeruk nipis, kembali sibuk bikinin s**u buat suami. Lalu menyajikannya disamping mangkuk. Semerbak parfum yang menusuk indra penciuman, bahkan wanginya memenuhi seisi rumah. Elang keluar kamar dengan menenteng tas ranselnya. Lalu meletakkan diatas meja. Tersenyum senang menatap yang sudah kusajikan. “Makasih ya, may.” Aku ikut duduk menghadapnya. Memperhatikan dia yang sibuk makan, bahkan sangat menikmati. “Enak banget, may.” Lalu menghabiskan segelas s**u putih. Menatap jam ditangan kirinya. “Aku berangkat dulu ya. Hampir telat ini.” Kuraih tangannya dan menciumnya dengan takzim. Dia mengecup kening sekilas, lalu mengacak rambutku. “Hati-hati ya, ay.” Kuantarkan dia sampai depan. Kembali masuk setelah asap motor itu tak lagi terlihat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD