Penulis tersebut melanggar peraturan platform dengan sangat serius, tidak menghormati pembaca platform. Tolong jangan membuka kunci buku dari penulis tersebut. Kami sedang menanganinya, terima kasih atas kerjasamanya.
Suasana kamar tamu yang berada di Mansion Jessica Pablo, kini sungguh sangat riuh dengan beberapa penilaian dari para sahabat-sahabat yang juga adalah model terkenal seperti dirinya. Mereka sibuk mengoreksi sang penata rias pengantin, yang sedang menjalankan tugasnya di wajah cantik Jessica itu.
Perempuan yang sebentar lagi akan menjadi wanita seutuhnya karena saat ini tengah berbadan dua dan akan segera melahirkan itu, memang cantik dan seksi. Profesinya sebagai super model majalah pria dewasa, acap kali membuat bukan hanya wajahnya saja yang terlihat cantik, tapi juga penampilan kesehariannya semakin modis dan sempurna dengan barang-barang bermerek.
Hanya saja segala kecantikan itu berbanding terbalik dengan kelakuannya selama ini, sebab ia kerap kali terjerumus dalam dunia malam karena memiliki teman-teman super model yang sangat kecanduan pergi ke kelab, seks bebas bahkan juga terkadang berhura-hura dengan nikotin, alkohol hingga obat-obatan terlarang.
Untung saja kini semua sudah akan berakhir sejak ia bertemu dengan Armando Dacosta dalam ruang VVIP sebuah kelab terbesar di kota Madrid, saat ia dan sahabat baiknya, Charlotte Gonzales memiliki janji temu untuk minum-minum bersama.
Sayangnya pertemuan tersebut adalah modus Charlotte Gonzales, untuk bisa memberi tahukan Jessica Pablo semata. Sebab Charlotte Gonzales kala itu sudah menangkap Ralph Sergio sedang berciuman panas dengan Dominnique Miguel. Maka sejak saat itu juga segala sakit hati yang Jessica rasakan karena penolakan Ralph atas cintanya sedikit banyak sudah berangsur-angsur hilang, pudar dan pergi tergantikan oleh cinta lain dari seorang Armando Dacosta.
Sejujurnya Jessica sangat bahagia dengan acara pernikahan yang akan mereka berdua jalani sebentar lagi. Terlebih acara itu akan berlangsung di halaman mansion megah peninggalan Mendiang Ayahanda Jessica, yang tak lain adalah salah satu milyarder di kota Madrid.
Jessica merasa begitu dicintai layaknya seorang Dewi Yunani oleh calon suaminya. Pria itu sangat berbeda dengan Ralph Sergio yang terlalu menyakiti hatinya selama ini, namun ada hal yang juga membuatnya kesal di hari bahagianya ini.
Hal itu tentu saja karena ayah sambungnya yang bernama Laurent Fernandez, bersikukuh tak mau merestui hubungan mereka berdua. Bahkan lelaki itu pernah berkata jika Jeremy Fernandez, adik satu ibu dengannya pun tidak akan diizinkan untuk datang ke pernikahannya.
Jahat!
Jessica benar-benar merasa tersakiti oleh kenyataan yang ditorehkan oleh Laurent Fernandez, sehingga beginilah sekarang raut wajah Jessica Pablo. Benar-benar datar dan tak berniat menanggapi sejumlah penilaian yang kedua super model cantik—Brenda dan Mandy—perdebatkan dengan si penata rias pengantin.
"Jessy? Apa yang kau pikirkan sejak tadi, hem? Kau akan segera menjadi Nyonya Armando Dacosta yang tampan, jadi cintamu juga tidak bertepuk sebelah tangan lagi seperti saat bersama si b******k Ralph Sergio itu, bukan?" Brenda Dasilva akhirnya angkat bicara.
Si model cantik yang acap kali berganti warna rambut itu, sedari tadi sudah memperhatikan mimik wajah Jessica. Karena bosan melihat sahabatnya terus bermuram durja, mau tak mau ia pun kembali mengingatkan Jessica jika sebentar lagi pernikahannya akan berlangsung, sementara Jessica hanya diam tanpa mau menanggapi perkataan Brenda.
Sebenarnya Jessica tidak bermaksud mendiamkan sahabatnya itu. Saat ini si penata rias sedang sibuk memainkan surai keemasannya, jadi walaupun ia tak membalas ucapan Brenda, tapi Jessica sempat memberikan senyum berselubung kesedihan melalui pantulan cermin besar yang seolah membenarkan ucapan Brenda barusan.
"Jujurlah pada kami, Jessy. Apa sebenarnya Armand yang memaksamu untuk menikah? Jika kau masih ingin bebas, maka sebaiknya kau katakan saja terus terang pada calon suamimu itu. Aku yakin kau pasti sedang memikirkan bagaimana jika kau terikat dengan sebuah pernikahan nanti, bukan? Oh my Godness! Itu adalah sebuah mimpi buruk bagi ku! Sejak dulu aku selalu gelisah ketika memikirkan diriku terikat dengan sebuah pernikahan, Darling. Jadi sebelum kau melangkah ke Altar nanti, sebaiknya kau jujur saja," sahut si cantik Amanda Gomez.
Model bikini itu berfikir jika Jessica Pablo yang dulu terkenal sangat memuja Ralph Sergio, belum berniat melepas masa kebebasannya. Sehingga dengan enteng ia memberi saran yang membuat Brenda sedikit tercengang.
"Hei, are you stupid girl or?! Apa kau tidak lihat jika selama ini mereka berdua bagaikan kondom yang terus saja menempel di kejantanan penjahat kelamin kemana-mana? Bagaimana bisa kau menyuruh Jessy meninggalkan Armand! Atau jangan-jangan kau tertarik dengan calon Suami Jessy? Cepat katakan, Mandy?!" amuk Brenda berapi-api.
Ia berdiri dari kursi malas yang berada di kamar tamu itu sembari menatap tajam ke arah Amanda Gomez.
"Enak saja kau mengataiku menyukai Armando Dacosta! Apa kau kira aku ini wanita yang menyukai lelaki bekas dari sahabatku sendiri? Lagi pula bisa sajakan prediksi ini benar? Bukankah kau juga begitu? Tidak ingin terikat dengan siapa pun saat ini meski pun kau sangat mencintai Peter Anderson hingga rela setiap minggu pergi pulang antar benua hanya demi bisa menungganginya, hem?" balas Amanda tak mau disalahkan.
Ia terus saja menghisap evod vaporizer miliknya dan melemparkan asap itu ke wajah Brenda tanpa terduga. Maka secara otomatis, Miss Dasilva itu pun terbatuk-batuk dibuatnya.
"Mandy, sudah sering ku katakan jika aku sangat benci asap rokokmu ini, kan! Kau ingin aku mati tersedak asap?" gerutu Brenda, mengimbas tangannya ke udara.
Tak ayal seisi kamar tamu—termasuk Jessica Pablo–terkekeh lucu mendengar ocehan tentang mati tersedak tadi. Bahkan senyum Jessica terlihat sangat menawan dan itu mungkin saja karena pengaruh si jabang bayi dalam rahimnya.
"Hahaha... Ternyata selain gampang dibodohi oleh lelaki seperti Peter Anderson, kau juga kurang luas dalam bergaul Miss Dasilva! Bagaimana caranya benda seperti ini bisa membuat kau mati tersedak asap? Ini 'kan hanya evod vaporizer," ucap Amanda sembari menunjukkan rokok elektrik miliknya.
"Huh, kau ini kapan sih kau mau berhenti merokok. Kata Peter merokok itu dapat merusak kesehatan tau!" sahut Brenda kesal.
Ia mulai membuka perdebatan dengan Amanda seperti hari-hari biasanya saat para sosialita itu berkumpul.
"Peter lagi, Peter lagi! Katakan pada dokter kandungan itu, jika aku memintanya untuk menceramahi kau agar berhenti clubing dan juga mabuk, Brenda! Itu juga tidak baik bagi kesehatan tubuh manusia, bukan? Apalagi jika bercinta tanpa jeda seperti yang biasa kalian berdua lakukan! Wah, sungguh hal itu bisa membuat tubuh semakin renta dan mati cepat! Hahaha... Benar 'kan, Jessy?" cibir Amanda, membalas ocehan Brenda.
Amanda merasa Brenda tak sadar jika gaya hidup yang dijalani Brenda juga salah sepertinya. Sedangkan Jessica, ia lagi-lagi kembali berhasil di buat tertawa dengan tingkah sahabat-sahabatnya.
"Oya, Jessy. Apa kau tak mengundang Charlotte? Atau dia masih bersedih atas kematian Mark? Anak itu benar-benar bodoh! Berjuang hingga harus menginap di rumah sakit jiwa tapi tidak mendapatkan kembali cintanya," celetuk Amanda.
"Mereka memang tak berjodoh, Mandy. Jadi segila apa pun usaha Charlotte, ia tidak akan bisa mendapatkannya. Ya, kecuali jika si Miss Gonzales itu juga ikut mati seperti Mark. Mereka mungkin saja bertemu lalu berjodoh di dunia lain sana," Brenda membalas ucapan Amanda sembari tertawa lebar.
Jessica dan si penata rias itu semakin menertawakan obrolan keduanya. Dalam hati Jessica berharap pernikahan yang akan ia jalani ini tidak akan membuat tali persahabatan mereka berempat—termasuk Charlotte—merenggang hingga maut memisahkan.
"Aku sudah mengundangnya, Dear. Hanya saja aku tak tahu apakah Charlotte bisa datang atau tidak. Ya, tahu sendiri saat ini dia sedang sangat berduka. Itu juga mengapa aku mengganti tempat pemberkatan yang semula ingin ku gelar di Barcelona pindah kemari. Aku dan Armand sedang dalam masalah karena apartemen kami adalah tempat kejadian perkara kematian Mark. Pasti media akan mengejek pernikahan kami ini terjadi di atas kasus itu. Padahal sudah jelas beritanya, jika kekasih bodoh si Ralph itulah pembunuhnya, kan?" ucap Jesika yang sedari tadi tak mau bersuara.
Kata-kata Jesika tentang 'kekasih bodoh' dengan penuh penekanan itu bahkan terdengar sangat sadis di telinga Brenda dan Amanda, hingga keduanya tertawa besar melihat wajah cantik Jesica yang sudah terpoles riasan.
"Sabar, Jessy. Biarkan saja polisi yang akan menangani kasus si kekasih bodoh yang kau bilang tadi," sahut Amanda. "Aku ingin Charlotte bisa datang dan berkumpul bersama kita, karena aku sudah mengatakan dia pasti akan datang pada Kakakku, agar si gila itu juga datang membawa Nick Don Bosco bersamanya malam nanti," harap Amanda.
"Hem... Memangnya ada apa dengan Dave? Lalu Nick? Apa kakakmu itu kembali mengincar Charlotte? Dan sebagai gantinya kau meminta Nick Don Bosco sebagai teman one night stand?" Brenda mulai mencecar.
"Apa kalian pikir aku ini barang sehingga begitu mudahnya dipasang-pasangkan?"
Suara serak seorang lain kini datang dari balik pintu kamar yang tadi tertutup. Tak pelak semua isi ruangan menjadi sangat histeris bahagia.
"Charloteee...!" teriak mereka bertiga bersama.
"Aku pikir kau tak datang ke acara pemberkatanku. Aku bahkan hampir menyuruh Armand untuk menjemput dengan Jet pribadinya," kelakar Jessica, langsung memasang wajah berserinya.
"Kau sangat berlebihan Mrs. Dacosta. Apa kau pikir hanya dia sendiri yang memilikinya?" balas Charlotte memperlihatkan senyum tulusnya.
Mereka berempat pun dengan serta merta kembali tertawa lepas saat itu juga. Amanda, Brenda bahkan Jessica menyadari jika Charlotte sudah lebih baik dari beberapa hari yang lalu saat di tinggal mati oleh Mark Rodriguez. Hanya saja wardrobe yang digunakan oleh Charlotte masih memperlihatkan dengan jelas jika Miss Gonzales itu masih berduka.
Ya, dia memang masih mengenakan gaun sexy yang sangat menunjukkan lekuk tubuh proporsionalnya. Namun tetap saja mereka bertiga turut merasakan bagaimana perasaan Charlotte dengan gelapnya warna dari gaun tersebut. Sejujurnya Charlotte bukanlah seorang model seperti para sahabatnya itu, tapi ia bahkan memiliki anugerah yaitu bentuk tubuh yang melebihi seorang model.
"Apa kau tak berniat mengganti warna gaunmu, Dear? Mataku sakit melihat kau berpesta dengan warna gelap seperti ini. Jika kau tak punya pilihan lain, aku bisa merekomendasikan butik Davenill Gomez untukmu. Aku yakin kau pasti menyukai rancangan-rancangannya dan mungkin juga ia akan memberi itu secara cuma-cuma," goda Amanda.
Ia membanggakan sang Kakak dengan maksud agar Miss Gonzales itu tergoda. Tapi ternyata, Charlotte hanya tertawa tanpa ada satu kata pun yang keluar. Sementara reaksi Brenda mendengar kata cuma-cuma tadilah yang kini terlihat sangat antusias.
"Benarkah itu, Mandy? Wah, aku juga ingin beberapa rancangan gaun musim gugur karyanya. Aku dengar Kakakmu itu sangat berbakat. Lalu mengapa hingga sekarang ia masih melajang? Apakah dia terlalu banyak pilihan? Jika begitu mengapa kau tak membantunya untuk sedikit menyeleksi, Mandy?" sahut Brenda dengan gaya sok polosnya.
Sedang Jessica, sudah terkekeh di antara tatanan rambut yang si penata rias itu kerjakan.
"Oh ayolah, Mandy. Aku bahkan sudah berusaha membujuk calon Kakak Iparku sekarang. Kau malah sibuk menyanggah omonganku terus," ketus Amanda memasang wajah masamnya.
"Hahaha... Sudah, Mandy. Aku berterima kasih dengan pilihan terbaikmu. Tapi aku dan Nill bukan robot, kan? Jika dia menginginkanku? Suruh saja dia yang beraksi," kekeh Charlotte menengahi kedua sahabatnya.
Kontan saja Jessica berdiri dari kursi yang ia duduki dan secepat kilat melangkah ke hadapan Charlotte, "Are you serious, Dear? This story not about Mark Rodriguez. But this story about Davenill Gomez. He's a Young Desainer. Are you okay right now?" tanya Jessica sembari menaruh telapak tangannya di atas kening datar Charlotte dan hal itu kemudian langsung di tepis olehnya.
"Apa kau pikir aku ini sakit? Aku masih waras, Jessy. Meski pun aku harus berada dalam rumah sakit jiwa itu tapi semua aku lakukan demi Mark! Sayang sekali dia sudah pergi meninggal aku sekarang," imbuh Charlotte dengan roman wajah yang kembali terlihat sedih.
Sementara Jessica merasa sangat bodoh karena telah membuat sahabatnya kembali bermuram durja. Amanda yang melihat hal itu pun dengan cepat berusaha kembali mencairkan suasana mendadak sendu.
"Baiklah, Miss Gonzales. Bagaimana jika aku membantu kau untuk berkencan dengan Dave selepas pemberkatan nikah ini? One night stand, mungkin? Atau kau ingin dia mengajakmu candle light dinner di Manchete Restaurante dulu sebelum berduaan dengannya, hem?" kekeh Amanda memasang senyum innocent-nya.
Sementara Charlotte yang mendengar hal itu pun menjadi sangat kikuk dan beberapa kali harus bersusah payah meneguk salivanya sendiri. Ia berpikir apakah harus melakukan hal itu terlebih dahulu, agar dapat terlupa bayang-bayang masa lalunya bersama Mark?
"Aku sudah mendengar keterangan si jalang itu di kantor Kepolisian Barcelona, Dear. Kalian tahu? Ternyata Mark sendirilah yang menculik dia dari Valencia. Gilanya lagi, dia memaksa perempuan hamil itu untuk melayaninya dan kau Jessy?" tunjuk Charlotte membola kedua mata birunya, "Mengapa kau dan Armand tak memberi tahuku waktu itu, hah? Aku benar-benar seperti orang bodoh karena menangisinya. Lebih parah lagi, dia bisa keluar dari rumah sakit jiwa terbaik di Washington itu karena bermain api dengan Istri Profesor kejiwaan yang menangani kesembuhannya.
Mereka bahkan bercinta di depan sang Profesor yang sudah terkena hipnotis dari Istrinya sendiri. Ini benar-benar gila! Oh, bodoh! Aku selalu menjaga diriku dari tubuh lelaki lain selain dia, tapi Mark? Dia bahkan sudah seperti gigolo di mataku sekarang!" jelas Charlotte dengan sedikit berapi-api.
Sedang ketiga sahabatnya yang lain, sangat kaget dengan segala penuturan Miss Gonzales itu. Memang hati kecil mereka menyayangkan segala kebodohan Charlotte, tetapi ketiganya juga dapat merasakan hal yang terjadi pada sahabatnya, terlebih lagi Jessica Pablo yang pernah berada di posisi mencintai namun selalu tersakiti.
"Jika begitu, mengapa kau masih saja selalu memakai wardrobe gelap seperti ini? Atau selera warna cerahmu sudah berganti sekarang?" celetuk Brenda bertanya.
"Ini hanya bagian dari duka mendalamku, Brenda. Aku berduka karena ku rasa hidupku benar-benar sangat menyedihkan dengan segala kebodohanku. Seharusnya sejak dulu aku pergi dari pria gigolo itu. Oh... My Godness!"
Charlotte menjawab ocehan Brenda dan tanpa di duga, ketiga sahabatnya serempak memeluk tubuh Miss Gonzales itu.
"Kami menyayangimu, Dear!"
Para perempuan cantik itu berkata sembari saling menertawakan satu sama lain. Tanpa mereka sadari, sang mempelai pria sudah berdiri dengan menyilangkan tangannya di depan pintu kamar tamu.
"Wah... Wah... Sepertinya sedang ada pertunjukan seru," ucap Armando Dacosta terkekeh.
Keempat perempuan itu pun kaget dan melepaskan pelukan mereka.
"Hai Armand! Kau terlihat tampan dengan setelan tuxedo hitam itu. Aku jadi iri denganmu, Jessy. Coba saja dulu aku benar-benar berselingkuh denganmu. Mungkin sekarang kita sudah memiliki banyak anak yang lucu dan menggemaskan," Charlotte berkata sembari memutar netra birunya.
Sementara Armando yang bingung dengan ucapan sahabatnya itu pun menatap Charlotte dengan wajah penuh tanya. Seakan tahu jika calon Suaminya itu sedang tidak mengerti dengan arah pembicaraan Charlotte, maka Jessica pun menerangkannya.
"Dia menyesal sudah bertahan sekian lama dengan Mendiang Mark yang dengan suka rela berbagi tubuhnya ke wanita-wanita lain, Honey. Jadi kau sudah boleh mencarikan seorang partner one night stand untuknya sekarang," ujar Jessica yang langsung di balas dengan sebuah pelototan tajam si Miss Gonzales itu.
"Hei Mrs. Dacosta yang terhormat! Kau pikir move on harus dengan cara melakukan one night stand? Oh, ya ampun! Betapa lebarnya milikku nanti. Kasihan sekali suamiku, jika dia harus bermain dengan barang lebar," celetuk Charlotte.
Kontan saja, mereka yang berada di ruangan itu tertawa dengan sangat lepas mendengar ucapan Charlotte. Bahkan si penata rias tadi, sampai terbatuk-batuk seolah tersinggung dengan ocehan wanita cantik itu.
"Well, kau benar Charlotte. Jangan dengarkan ocehan calon Istriku. Dia sendiri saja baru bisa moving on ketika bertemu dengan ku."
Armando berkata sembari mengerlingkan sebelah netra abu miliknya dan pemandangan itu kembali membuat para ladies yang berada di sana tertawa.
"Emmm... Maaf Mrs. Dacosta. Apakah kita bisa melanjutkan make over-nya lagi? Bukankah satu jam lagi acara pemberkatan anda sudah harus di mulai?"
Si penata rias pengantin itu kemudian menyadarkan para wanita cantik yang ada di sana tentang maksud kehadiran mereka. Jessica pun dengan cepat membalas kerlingan nakal Armando tadi, dan si calon Ibu muda itu pun akhirnya kembali duduk dan menyelesaikan dandanan di wajah dan rambutnya.
Tak lama setelah itu, ia masuk ke dalam walk in closed dan mengenakan gaun pengantin mewahnya dengan di bantu oleh si penata rias cantik tadi. Sepuluh menit kemudian, Jessica keluar dari tempat itu dengan memakai gaun pengantin yang super, hemmm... Elegan dan mewah. Warna merah muda pastel nan soft yang Jessica kenakan itu benar-benar membuat para sahabatnya iri.
"Aku pastikan Peter juga akan menikahiku dengan gaun yang lebih 'wow' dari ini, Jessy," sahut Brenda dengan mata terus memandangi Jessica.
Sementara Amanda dan Charlotte hanya bisa bergumam dalam hati betapa indah gaun itu, disertai sebuah pengharapan jika kelak mereka juga akan memakainya.
Armando yang melihat Jessica pun berusaha melangkah dan akan mendekati calon Istrinya. Tapi ternyata, ketiga wanita itu dengan sigap merentangkan kedua tangan seraya menghalangi langkah kaki si Mr. Dacosta.
"Kau di larang menyentuh mempelai wanita, Brother!" tegas Brenda.
"Sebaiknya kau bersiap dengan Bapak Pastor di sana, Armand. Karena kami yang akan bertugas mengantarnya nanti," tambah Amanda.
"Dan kau harus ingat, Tampan. Selesai pesta nanti, kau tidak boleh memperlakukan Jessy dengan kasar karena sudah menahan ereksimu berjam-jam. Ingat! Mrs. Dacosta sedang mengandung," Charlotte ikut menambahkan ocehan Brenda dan Amanda dengan seringai menggodanya.
Gelak tawa kembali riuh menggema di kamar tidur tamu yang sudah penuh dengan dekorasi dan ornamen khas pernikahan itu, akibat tingkah Armando Dacosta yang persis seperti musafir di padang gurun yang merindukan oase ketika melihat Jesica Pablo.
Alhasil dengan hati dongkol Armando pun bergegas membalikkan tubuh, lalu melangkah ke panggung kecil yang sudah di sulap menjadi Altar dengan nuansa pink soft seperti keinginan Jessica karena wanita itu menginginkan sebuah pesta kebun sakral yang hanya dihadiri oleh beberapa tamu dan undangan dari keluarga dan sahabatnya saja.
Tak lama kemudian Jessica yang cantik sudah melangkah di ujung pink carpet dengan para sahabatnya. Saat ia hendak melangkah maju, tiba-tiba saja Jeremy Fernandez datang dan memberi aba-aba agar Jessica mengapit lengannya.
Terang saja dua bulir air mata jatuh dari manik mata indah Jessica karena hal itu. Ia tak menyangka jika sang Adik yang pernah merasakan rahim Ibunya, kini membawa dia menuju ke Altar dan menggantikan posisi Mendiang Ayahnya untuk mengucap janji suci pernikahan.
Rasa bahagianya bertambah saat di tengah perjalanan mereka menyusuri pink carpet itu, Laurent Fernandez tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Jessica semakin yakin, jika pernikahan yang ia jalani nanti pasti akan bahagia karena seluruh keluarga dan sahabat mendukung penyatuan cinta mereka dalam ikatan suci.
Acara pun berjalan dengan baik.
Mulai dari sang Pastor yang membuka Misa pemberkatan dengan pembukaan hingga liturgi sabda yang mengharuskan kedua mempelai untuk membacakan bacaan pertama hingga bait pengantar Injil. Kemudian setelah sang Pastor membacakan bacaan Injil, maka tibalah saatnya acara inti dari Misa pemberkatan tersebut. Apalagi kalau bukan perayaan yang berkaitan dengan sakramen perkawinan.
Armando dan Jessica begitu khidmat mengucapkan janji mereka untuk saling setia dalam untung dan malang serta dalam sakit juga sehatnya hidup mereka berdua. Namun beberapa menit tadi Jessica sempat diam sesaat, menatap Armando untuk mencari sebuah kebohongan di manik matanya, hingga sang Pastor harus memberi kode dengan sengaja terbatuk.
Nyatanya wanita itu tak menemukan hal lain, selain sebuah ketulusan di sana. Maka dengan keteguhan hati, Jessica mengucapkan janjinya dan tentu saja Armando kembali bisa bernapas normal setelah sebelumnya ia hampir meledak dengan sikap diam dan tatapan menusuk Jessica tadi.
Tak lama keduanya bertukar cincin yang terbuat dari bahan titanium bertabur beberapa titik diamond untuk sang mempelai Wanita dan sang pemimpin Misa pemberkatan itu kemudian menyuruh mereka berdua saling bersentuhan fisik. Tapi jangan salah kaprah dulu, karena sentuhan yang di maksud adalah berbagi kasih dengan saling berciuman.
Tak ayal, moment ini berhasil membuat para tamu yang sebagian besar adalah keluarga dan sahabat kedua mempelai itu pun mulai bersorak riuh sembari bertepuk tangan. Bahkan ada sebagian dari mereka yang datang bersama pasangan, pun turut terbawa perasaan dengan ikut-ikutan mengumbar ciuman di sana. Lalu saat acara terakhir yang mengkhususkan para bujang dan perawan di sana terjadi, maka salah satu dari sahabat kedua mempelai itu harus rela menjadi bulan-bulanan para tamu.
"Wah! Kau yang mendapatkan buket bunga itu, Charlotte. Aku pastikan jika Davenill adalah mempelai prianya nanti," seru Brenda menggoda Charlotte.
"Cih, dia 'kan cinta mati dengan Mendiang pengusaha muda yang baru saja mati itu. Bagaimana bisa dia yang mendapat buketnya? Apa pria itu nanti akan bangkit lagi?" celetuk Mile Dacosta, sepupu Armando.
"Dia sangat cantik. Apa masih lajang? Tapi dari raut wajahnya dia terlihat tua," celoteh suara sumbang seorang lelaki yang ternyata adalah asisten pribadi Armando.
Lalu sebuah suara lagi yang mampu membuat Charlotte sedikit termangu adalah ketika Davenill benar-benar berada di depannya.
"Hai! Bisakah kau membuka sedikit saja pintu hatimu untukku, Miss Gonzales?"
?!%+&§$£€¥