Melempar Kesalahan

2089 Words
"Dengan liciknya dia menuduh orang lain. Padahal, dia lah yang melakukan kesalahan itu." *****      Harry terbangun karena merasa ada keributan. Estel masih tidur dengan nyenyak mungkin kelelahan. Harry mengucek matanya. Dan melihat ke arah Kiri di sana Kakek Tono dan seseorang entah siapa karena wajahnya kehalangan pohon. Dia lantas bangkit dan menuju ke arah mereka.   "Kalian ngapain?" tanya Harry menghampiri mereka.   "Harry. Wanita ini mengikuti kita untuk mengambil barangmu. Aku sedang merebutnya lagi."   "Heh Kakek tua jangan nuduh sembarangan ya. Jelas anda yang tadi mau bawa kabur alat itu."   "Saya bawa kabur alat ini juga buat apa? Sedangkan saya sudah tua, bisa ikut Harry saja sudah syukur." Lili menggeram kesal bisa-bisanya Kakek itu bohong.    "Bohong! Kamu tadi yang mau bawa kabur semua alat ini. Kamu Kakek yang tamak!"   "Heh. Kamu yang jelas-jelas ikutin kita ke sini berarti kamu yang mau ambil alat ini. Harry jangan percaya dia. Saya hanya menyelamatkan barang-barang kamu ini," ucap Tono Dan memberikan barang-barang yang tadinya ingin Tono bawa kabur ke Harry. Tono berusaha mencuri perhatian Harry bahwa pencurinya adalah wanita ini.   "Lili?"   "Tuan bukan saya yang mau mencuri tapi Kakek ini. Tadi, saya lihat dia yang buka tasnya Tuan. Saya hanya ingin menyelamatkan barang-barang ini."    "Kamu ini apa-apaan malah berbohong. Jelas saya kalau mau mengambil barang ini juga untuk apa? Sedangkan saya merasa aman dengan Harry."    "Kamu laki-laki tua bangka yang tamak. Kamu hanya mau selamat sendiri tanpa Tuan Harry dan anaknya, kamu Dan cucumu mengambil barang ini sendiri untuk dibawa  kabur kan!"   "Dasar wanita licik. Sudah menguntit kita, lalu, mencuri sekarang malah menuduh saya. Sangat tidak tahu diri kamu!" Lili jelas tidak terima kalau dituduh pencuri, dia memang angkuh tapi Lili tidak akan melakukan Hal Kotor itu.   "Anak kecil kamu tahu, kan tadi Kakek kamu yang ambil barang ini. Jelas tadi kamu menolak juga Kakek kamu mencuri sekarang katakan yang sebenarnya kalau Kakek kamu lah yang mencuri bukan saya!" Lili mencoba mengatakan itu kepada Jeromy. Tapi, Jeromy hanya diam saja, dia tidak mau bicara kalau Jeromy mengatakan yang sebenarnya dia Dan kakeknya pasti tidak akan boleh lagi ikut bersama Harry.   "Jawab anak kecil!"    "Aku tidak tahu. Aku tadi menyusul Kakek saat terbangun sudah ada keributan."   "Kamu bohong anak kecil. Jelas kamu dari tadi ikut Kakek kamu. Kenapa malah bilang baru nyusul. Jawab yang benar." Lili mengguncang tubuh Jeromy. Tono jelas tidak terima cucunya dikasari oleh Lili.   "Dasar kamu. Anak kecil itu jujur, jadi kamu sudah jelas kamu yang mencuri!"   "Tuan tolong percaya saya. Kakek ini adalah musuh dalam selimut. Dia enggak mau ketahuan makannya dia nuduh saya."   "Kamu yang pencuri. Jelas kamu nguntitin kita. Harry kamu pasti tahu kan dari awal wanita ini pasti ada niat buruk."   "Saya ngikutin kalian karena saya tidak tahu harus ke mana. Tadinya saya tidak mau mengikuti kalian lagi tapi setelah saya tahu rencana buruk Kakek saat dia membuang air kecil tadi. Saya lanjut untuk mengikuti untuk menyelamatkan kalian." Tono membulatkan Matanya. Dia tidak sadar kalau wanita ini sudah mengikutinya dari awal. Sial kalau seperti ini Dan Harry percaya pasti riwayatnya habis. Harry tidak akan mengajaknya untuk bersama lagi. Tidak, Tono harus terus mengelak. Tapi, sebelum Tono mengatakan sesuatu seseorang datang menghampiri mereka entah siapa.    Sedangkan Harry masih diam, dia tidak tahu harus percaya yang mana. Dia ingin percaya wanita itu tapi wanita itu orang asing. Dia ingin percaya Kakek Tono tapi sedari tadi dia juga merasa curiga dengan sikap Kakek Tono yang berbeda. Kalau Kakek Tono yang mencurinya untuk apa sedangkan dia juga sudah tidak ada keluarga untuk menyelematkan diri.    Kalau wanita ini, bisa saja tapi Harry benar-benar tidak tahu harus percaya siapa. Hingga seseorang datang Dan menyela ucapannya.    "Apa yang diucapkan Kakek itu benar. Wanita itulah yang mencuri alat itu." Mereka semua menengok ke arah wanita yang berbicara itu. Lili mengerutkan kening sambil memandang wanita itu tajam. Siapa wanita itu bisa-bisanya dia baru datang Dan tidak tahu kebenarannya langsung membela Kakek ini.    Pasti ini wanita itu masih sekongkol dengan Kakek itu. Sialan, kalau begini dia bisa dituduh pencuri beneran. Sedangkan Kakek Tono yang melihat wanita itu pun bingung, karena dia tidak mengenal wanita itu. Tapi, satu sisi dia beruntung karena wanita itu membelanya.    "Siapa kamu?" tanya Harry kali ini. Estel di sana yang merasa ternganggu dengan kebisingan itu pun bangun. Dia mengucek matanya dan melihat banyak orang di sana. Dia langsung bangun, karena takut terjadi sesuatu. Pikirannya sudah membayangkan kalau manusia kanibal itu datang lagi.   "Papi kenapa?" tanya Estel langsung memeluk pinggang Papinya. "Saya kebetulan lewat sini. Dan saya melihat semuanya, kalau wanita ini memang benar mencuri barang anda." Satu tangan Harry memeluk anaknya. Wanita yang baru datang itu menunjuk ke arah Lili. Estel masih diam melihat mereka karena tidak tahu apa yang terjadi. Pertanyaan tadi pun tidak dijawab oleh Papinya.    "Bohong, Tuan. Saya yang lihat semuanya Dan saya bantu ambil barang milik Paman ini saat Kakek Dan cucunya ini hendak kabur." Lili tetap mencoba meyakinkan Harry kalau dia tidak bersalah. Dia tidak mengambil barang Harry.   "Kamu 'kan wanita yang tadi siang diselamatkan, Papi. Papi dia mencuri barang kita?" tanya Estel lagi.   "Enggak, Dek. Kakak enggak sama sekali ngambil barang milik Papi kamu. Kakak malah nyelamatin barang ini."   "Mana ada maling mau ngaku. Apalagi wanita ini udah punya niat licik," ucap Kakek Tono lagi.    "Tuan sebaiknya anda percaya dengan Kakek ini. Lagian Kakek ini sudah tua untuk apa juga dia mencuri. Wanita inilah yang sebenarnya licik ingin mengambil barang kalian."    Lili menujuk mereka berdua dengan kesal, "Kalian berdua pasti sekongkol 'kan. Kalian pasti sengaja jebak aku seakan-akan aku yang nyolong barang Tuan Harry. Tuan percaya dengan saya mereka ini licik. Saya hanya membantu tadi."   "Kalau kamu memang membantu apa buktinya? Sedangkan kamu saja menguntit," kata Jeromy lagi. Jeromy dengan terpaksa membantu Kakeknya yang terpojok. Dia tidak mengenal wanita yang datang membela kakeknya itu. Tapi, dia juga harus meyakinkan Harry kalau Kakeknya tidak bersalah.   "Heh anak kecil kamu itu masih kecil tapi diajarin enggak benar sama Kakek kamu nurut. Jelas tadi kamu sendiri yang bilang ke Kakek kamu jangan mencuri barang milik mereka tapi akhirnya kamu bela Kakek kamu juga. Dasar!"    "Sudah cukup." Harry tidak tahu harus membela yang mana jadi lebih baik dia memutuskan untuk mengajak mereka bersama-sama saja. Sambil Harry melihat siapa sebenarnya yang licik.   "Harry sudah ayo kita pergi lagi saja tidak perlu mendengarkan wanita ini. Dan kamu lebih baik pergi jangan menguntit kita."   "Tapi, Tuan anda harus percaya dengan saya kalau saya ini niatnya baik ingin membantu Tuan."   "Sudah, Lili. Sudah, Kek. Saya tidak akan menyalahkan siapa-siapa lebih baik kita jalan bersama-sama saja. Perihal mencuri sudah saya maafkan siapapun itu. Toh, barangnya sekarang ada di saya juga. Jadi, lebih baik kita lupakan masalah ini dan berjalan bersama-sama saja." Mereka Semua malah termangu mendengar ucapan bijak Harry. Bukannya marah Harry malah mengajak mereka semua bersama-sama.   "Sudah ayo jalan." Harry menggandeng anaknya untuk berjalan.    "Harry tapi kalau perempuan itu ikut dengan kita yang ada dia makin menjadi Dan saat kamu lengah dia mencuri lagi." Tono berusaha menghasut Harry untuk tidak lagi mengajak orang lain yang ada nanti dia akan semakin sulit mengambil barang itu.   Harry berhenti berjalan Dan menengok ke arah mereka. Harry melihat jelas tampang Tono tidak terima kalau Harry mengajak dua wanita itu, sedangkan wanita yang satunya yang entah Harry tidak kenal itu hanya diam saja. Lili hanya memandang datar tanpa banyak bicara.   "Tidak apa, Kek. Semakin banyak orang akan semakin mudah. Lili kalau kamu mau ikut, ikut saja tidak perlu diam-diam mengikuti kita. Dan kamu wanita yang entah saya tidak kenal siapa nama kamu?" tanya Harry.   "Okta."    "Oke, Okta kalau kamu juga mau ikut saya ikut saja. Kita jalan bersama-sama." Harry berbalik badan dan mengajak mereka untuk berangkat bersama.      Harry memasukkan semua barangnya ke dalam tasnya lagi. Estel tidak mengerti dengan Papinya itu. "Kenapa malah mengajak banyak orang, Pi? Bukannya malah bikin repot aja?"   "Enggak papa Estel. Kalau kita semua bekerja sama malah lancar nanti."   "Kalau salah satu dari mereka penghianat gimana, Pi?"   "Kalau salah satu dari mereka penghianat ya biarkan saja. Penghianat akan hancur dengan sendirinya, Stel. Tuhan tidak akan pernah tidur. Kejahatan akan terungkap dengan sendirinya Dan nanti juga akan hancur dengan sendirinya," ucapan Harry membuat mereka semua tersindir. Tidak semua lebih tepatnya hanya Kakek Tono tapi dia hanya menganggap angin lalu sedangkan Jeromy sudah takut kalau ucapan Paman Harry menjadi doa.     "Ayo kita berangkat kalian tidak perlu bengong."    "Apa enggak sebaiknya besok aja, Har? Kita istirahat dulu. Lagian tadi kita baru istirahat Dan malah gaduh karena wanita ini pencuri."   "Heh Kakek tua bangka jangan asal ya anda ngomongnya. Jelas anda yang pencuri tapi malah nyalahin saya."   "Lihat saja etika kepada orang yang lebih tua saja tidak ada. Penguntit lagi sudah pasti tadi dia yang nyuruh." Kali ini Okta sebagai kompor yang ikut memanasi Harry kalau Lili lah yang pencuri itu.   "Nah kamu benar, Okta. Perempuan ini tidak tahu malu memang sudah mencuri menyalahkan orang lain lagi."   "Saya tidak menyalahkan orang lain. Saya hanya berbicara fakta. Lihat saja Tuhan akan menunjukkan yang mana yang benar dan yang mana yang salah." Lili tidak takut kalau memang apa yang diucapkan benar.   "Jangan bawa-bawa Tuhan kamu Lili. Nanti kamu kena karma sendiri," ucap Tono lagi. Saat Lili ingin menjawab lagi. Harry menengahi mereka.   "Sudah-sudah tidak ada yang perlu diributkan lagi. Saya juga sudah tidak mempermasalahkan Hal itu. Kalian mau kita jalan sekarang saja atau besok?" tanya Harry lagi. Tadinya, dia sudah tidak mengantuk Dan ingin melanjutkan jalan lagi agar segera bertemu dengan istrinya. Hatinya belum tenang kalau istirinya belum ada bersamanya.   "Pi, Estel masih ngantuk besok aja ya kita jalannya."    "Benar besok saja. Malam-malam mungkin lebih berbahaya. Dari pada salah satu dari kita kenapa-kenapa apa tidak lebih baik besok saja?" tanya Okta lagi. Dia berusaha untuk bijak.   "Yasudah kalau gitu besok saja kita jalannya." Harry menaruh lagi tasnya. Sekuat tenaga dia tetap mempedulikan yang lain. Walaupun, hatinya sangat khawatir keberadaan istri Dan anaknya yang sedang sakit.   Estel tidur lagi dengan bantalan tas yang mereka bawa. Jeromy Dan Tono pun sama tidur dengan barang bawaan mereka. Begitupun dengan Okta yang duduk di dekat pohon. Sedangkan Lili pun juga hanya duduk dengan jarak yang tidak mau dekat dengan para manusia licik itu.     Dia akan tetap duduk dan tidak tidur. Kalau dia tidur pasti mereka akan bereaksi kasian Tuan Harry dan anaknya mereka sudah baik tapi manusia-manusia ini malah saling memanfaatkan.    Beberapa saat kemudian mereka semua malah tertidur. Tapi, entah Lima atau sepuluh menit kemudian Harry bangun lagi karena mimpi buruk. Dia bermimpi istri Dan anaknya dalam bahaya lagi, tapi dia berdoa semoga saja tidak terjadi apapun dengan mereka.    Mendengar suara kresek membuat Lili pun terbangun, dia yang tadinya mengatakan tidak ingin tidur malah ketiduran. Dia melihat ke arah Harry laki-laki itu duduk dengan mengusap wajahnya berkali-kali.    "Ada apa dengan Tuan Harry? Aku ingin menghampiri tapi takut kalau mengganggu Tuan Harry," ucap Lili pelan. Jadi, dia memutuskan untuk ditempatnya lagi sambil melihat ke arah Harry. Dia merasa ingat dengan Papanya. Papanya yang sudah meninggal karena jadi tumbal monster itu karena ulang Ibu Dan Kakaknya. Tapi, akhirnya mereka semua kena karmanya Dan mati semua. Hanya Lili yang bisa selamat sekarang.   "Huft...." Harry mengeluarkan earphonenya dari kantong. Milik istrinya yang terjatuh. Seharusnya mereka mencari bersama-sama bukan saling berpencar malah membuatnya jadi kepikiran terus dengan mereka. ......    Steven merasa kasihan dengan Maminya. Melihat Kaki Maminya dia tidak kuasa menahan tangisnya. Angelina yang mendengar suara seperti tangisan pun terbangun.   "Stev kamu nangis?" tanya Maminya menegakkan badannya yang menyender.   "Mami, kok bangun? Suara aku ganggu, Mami ya pasti."   "Enggak kok. Kamu kenapa nangis? Ada yang sakit?" tanya Angelina yang malah khawatir.   "Enggak, Mi."   "Terus kenapa nangis?"   "Aku enggak tega lihat kaki, Mami. Pasti sakit banget kan, Mi kena ketancep  paku itu." Angelina yang mendengarnya malah terharu. Dia lantas memeluk anaknya yang sedang memangku adiknya.    "Maafin, Steven belum bisa buat Mama bahagia ya. Steven anak pertama tapi belum bisa jadi anak yang berguna. Aturan tadi aku jalan bareng sama Mami bukan malah duluan Dan enggak tahu kalau ada paku itu. Jadi, kena Mami. Hiks ... Hiks...." Angelina menitihkan matanya karena terharu.   "Stev kamu enggak boleh ngomong kayak gitu. Kamu udah jadi anak Mami yang hebat kok. Mami udah bangga banget sama Steven kalau masalah kena paku. Kan emang musibah enggak ada yang bisa ngehalang musibah. Jadi, kamu enggak usah sedih atau nyalahin diri kamu ya. Mami enggak papa kok." Angelina menghapus air mata anaknya lalu mencium wajah anaknya agar anaknya itu tidak merasa sedih lagi.    "Dah senyum enggak usah nangis lagi besok ini sembuh kok." Angelina menarik sudut bibir anaknya untuk senyum. Steven pun akhirnya tersenyum. Walaupun, dia masih merasa tidak tega melihat raut wajah Maminya yang terlihat sekali sangat lelah. .....    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD