Hari ini aku bebas bersantai di dalam kamar, sementara di luar sana ada dua orang wanita suruhan Adit yang mengurus semua bagian rumah. Setidaknya dengan begini, aku bisa mengurangi sedikit lelah, atau sekadar merawat wajah agar tidak semengenaskan tadi pagi. Kegiatan istirahat sejenak ini sedikit terganggu saat dering ponsel terdengar. Setelah meraih benda pintar itu, nama 'Anin' tampak menghiasi layar. Aku segera menggeser icon hijau untuk menerima panggilan. "Hal—" "Nisa ...!" Aku sedikit menjauhkan layar dari telinga saat suara cempreng Anin terdengar bersamaan dengan isak tangisnya. "Ada apa?" Aku bertanya, berusaha bersikap santai meski sedikit dari diriku merasa cemas. "Adit. Adit maksa Fadil buat ceraiin aku." "Cerai? Loh, kok bisa, Nin?" Aku rela meninggalkan sandaran empuk