BAB 1
Jakarta 11 sepetember 2021, aku baru saja mengakhiri ujian akhir sekolahku di SMA Negeri 54 Jakarta. Semua siswa-siswi saling mendaftarkan dirinya ke perkuliahan yang mereka inginkan, namaku Clara Claudi, aku berminat untuk melanjutkan pendidikanku di Jerman. hmmm bukankah mustahil? Ya sangat mustahil, Sepertinya aku tidak mungkin bisa pergi melanjutkan sekolahku disana.
Acara perpisahan akan segera tiba, semua murid diperintahkan mempersiapkan diri untuk datang ke acara pelepasan siswa-siswi SMA Negeri 54 Jakarta besok pagi. Aku merasa sedih karena harus berpisah dengan teman-temanku, namun ini semua adalah awal dari kesuksesan kita semua. Hingga pagi datang aku pergi ke sekolah dengan ibu dan ayahku, semua murid berdatangan dengan orang tua nya masing-masing. Tiba di sekolah aku bertemu dengan Unna dan Vera sahabatku, mereka berteriak memanggilku, mereka menangis memelukku, sahabatku tahu aku mendaftarkan diri untuk bersekolah di Jerman, mereka merasa sedih karena akan berpisah denganku. Aku menanyakan Reza pada mereka, Reza adalah sahabatku, namun sebenarnya aku dan Reza saling menyukai, tetapi Unna pun menyukainya, jadi aku tidak bisa bersamanya, aku memikirkan perasaan sahabatku. Unna selalu menjawab “Reza ada di hatiku.” Sambil ketawa. Namun dengan seiring berjalannya waktu perasaan itu mulai hilang, aku hanya fokus pada pendidikanku dan masa depanku. Reza terus mengejarku, aku selalu menghindarinya, aku selalu menjawab, “kamu adalah sahabatku.”
Acara pelepasan akan segera dimulai, seorang guru mengumumkan kepada siswa dan siswi untuk langsung berkumpul di ruang aula. Siswa dan siswi bergondong-gondong pergi kesana bersama orang tuanya. Semua murid sangat merasakan haru kesedihan dan kebahagian. Acara pelepasan pun berlangsung, bapak kepala sekolah memberikan sambutan dan ucapan terimakasih kepada murid muridnya. Acarapun berlangsung dengan sangat lancar, ada beberapa siswa menampilkan kemampuannya, ada yang berdansa, bernyanyi dan lain-lain. Setelah acara selesai semua murid dipersilahkan untuk pulang ke rumahnya masing-masing, aku dan sahabat-sahabatku melanjutkan acara kami, aku dan mereka pergi ke sebuah cafe untuk merayakan kelulusan kami.
Sesampai di cafe kita melanjutkan obrolan-obrolan yang menyenangkan hati, sebenarnya dalam hati kita semua menangis karena akan berpisah. Aku dan sahabat-sahabatku mempunyai rencana masa depannya masing-masing. Unna akan melanjutkan pendidikannya di Universitas Negeri Jakarta, Vera akan melanjutkan pendidikannya di Universitas Gunadarma, dan Reza melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia (UI). Sore pun tiba, aku dan sahabat-sahabatku pulang diantar Reza menggunakan mobilnya. Rumahku paling jauh, Jadi aku yang paling terakhir diantar, rumah terdekat adalah rumah Unna, Unna duduk di depan dengan Reza, aku dan Vera di belakang. Unna sangat merasa gugup, sesampainya di rumah Unna, Reza menghentikan kendaraannya, Reza berkata, “Unna sudah sampai.”
Tapi Unna tidak mau turun, Ia malah berkata, “Aku anter kamu nganterin mereka ya, rumahmu kan melewati rumahku, jadi biar kutemani.”
Reza tidak menginginkan itu, Reza menjawab, “Jangan Unna cantik, sudah malam, kamu harus tidur.” Unna pun dengan senang hati akhirnya turun dari mobil, menurutnya Reza sangat perhatian padanya.
Aku, Vera dan Reza melanjutkan perjalanan kami, kita mengobrol di mobil. Vera mengakui kesedihannya karena akan di tinggal jauh olehku. Reza pun merespon, dia mengatakan, “Kalo aku kangen, aku pergi ke Jerman temui kamu, boleh ya!” Aku panik, aku takut Vera berpikir yang tidak-tidak, atau bilang sama Unna. Akhirnya aku jawab “Boleh dong, kalian boleh main kapan aja ke aku, Unna harus dirantai dia suka mencar sendiri.” Sambil tertawa. Dengan asyiknya kita mengobrol, membicarakan tentang akan melanjutkan pendidikan nanti.
Tiba di rumah Vera, ia memelukku dan langsung turun, dia mengatakan, “Makasih ya, Za.” Akhirnya hanya sisa aku dan Reza, dia menyuruhku untuk pindah duduknya ke depan, aku tidak mengganggapnya apa-apa, aku hanya tidak enak duduk di belakang, seperti dia supir saja, dan aku pindah ke depan, kita mengobrol dia selalu mengatakan “Aku gak bisa jauh dari sahabatku yang satu ini.”
Aku hanya mengganggapnya bercanda, kita terus mengobrol ketawa-ketawa layaknya seorang sahabat. Aku selalu menghindari dia untuk tidak menaruh harapan lebih kepadaku, aku selalu bilang “Nanti kalo udah di kampus baru, kalo dapet cewe jangan lupa kenalin ke kita ya! Tapi kalo nanti sama Unna mah engga usah di kenalin, aku juga udah kenal.” Aku terus mengoceh sampai akhirnya dia memberhentikan mobilnya, tangannya memberhentikanku, mulutku dibungkam, dia menatapku dengan penuh rasa ketulusan di hatinya.
Setelah aku berhenti berbicara, dia hanya diam melanjutkan dan perjalanannya hingga sesampainya di rumahku, aku langsung turun, namun dia memegang tanganku, menarikku untuk tidak langsung turun, dia hanya berkata, “Makasih ya, aku seneng kamu ada disampingku, sahabatku!” Aku melepaskan tanganku dari genggamannya. Aku bilang, “M akasih udah nganterin.” Tidak lama dia langsung berpamitan dan pergi pulang.
Sesampai dirumah aku mengetuk pintu, ibu membukanya, dia sudah menyiapkan makan malam untukku. Ibu menyuruhku mandi, dan makan malam bersamanya. Namun aku hanya ingin membersihkan badanku dan langsung tidur. Aku bilang, “Aku sudah makan tadi di luar bu, ibu makan sama ayah aja ya, aku mau langsung tidur, enggak papa kan?”
Ibuku sangat baik dan mengertiku, akhirnya aku pergi ke kamarku, aku terus memikirkan Reza yang semakin menujukan rasanya kepadaku. Ketika sudah selesai mandi, Reza meneleponku, dia mengatakan, “Tidur belum? Apakah aku mengganggumu?” Dia mengajakku untuk pergi joging besok pagi. Aku merasa waktuku dengan sahabatku tidak lama lagi, sebentar lagi kita akan sama-sama sibuk, akhirnya aku mengiyakan.
Namun aku mengajak sahabat-sahabatku yang lain, aku menelepon Vera dan Unna untuk mengajaknya, dengan senang hati mereka mengiyakan. Ketika sudah selesai menelepon sahabat-sahabatku, aku langsung tidur ditemani kucing kesayanganku.
Pagi pun tiba, aku langsung bergegas bersiap-siap untuk pergi joging bersama mereka. Unna dan vera sudah sampai duluan, aku selalu telat, mereka menungguku. Ketika aku mau nyamperin mereka, Reza meneleponku. “Kamu dimana? Kamu sendiri kan?”
Aku menjawab, “Aku di dekat tugu, iya aku sendiri, Unna dan Vera nungguin kita disana.” Aku langsung tutup teleponku, aku dan reza mengahmpiri mereka, aku tahu sepertinya Reza sangat kesal, karena yang dia mau berdua sama aku.” Akhirnya kita berolahrga, berlari, kita bercanda-bercanda dan mengadakan lomba kecil-kecilan, yaitu lari sejauh mungkin.
Reza pagi itu sangat tidak asik, dia tidak merespon kita, pria itu hanya ikut gabung tanpa mengucapkan sekata pun. Jam pun terus berputar, aku berpamitan pulang lebih dulu sama mereka, aku akan pergi dengan ibuku ke kantor ayahku. Reza ingin mengantarku pulang dengan beralasan rumahku paling jauh, aku merasa tidak enak karena ada Unna di situ.
Reza bilang, “Clara bareng aja, sekalian gue mau ke tempat Gym.” Aku pikir ajakan itu tidak aneh, dan akhirnya aku pulang bersama Reza.” Di jalan Reza tetap diam, dia marah padaku, akhirnya aku menanyainya, “Kamu kenapa? Marah? Kok aneh hari ini.”
Reza menjawabnya, “Iya! Aku hanya ingin berdua sama kamu, kenapa mesti ajak mereka, kamu tau kan bentar lagi kita akan jauh, aku hanya ingin punya waktu berdua sama kamu.”
Aku jawab, “Kenapa harus berdua, kamu sahabatku, mereka juga sahabatku, tidak salah dong aku ajak mereka!.”
Dia terus menjawab, “Iya aku sahabatmu, tapi kamu bukan sahabatku, kamu lebih dari itu.”
Aku langsung menjawab, “Za bisa gak sih gausah punya perasaan yang aneh aneh sama aku! Aku tidak ada perasaan sedikitpun sama kamu! Iya aku sayang, karena kamu sahabatku, kalo kamu ga mau sahabatan, ya sudah mending tidak usah berteman!”