Kematian Kirana

1432 Words
Setelah kejadian pisau itu, mereka berempat tidak membahas kembali karena mereka kini sibuk dengan aktivitas dan kegiatan mereka masing-masing. Seperti yang dilakuan Rossi sekarang yang tengah duduk sambil membaca novel dikelasnya seorang diri karena Kirana yang tak masuk sekolah karena sakit. Saat sedang asyik-asyiknya membaca tiba-tiba Karen dan Lani datang dan melempar novel itu sembarang membuat Rossi menatap mereka berdua dengan tenang dan tanpa takut sedikitpun. "Wah.. wah lihat siapa didepan kita ini? Rossi sipenakut dan sicupu kini berubah menjadi Rossi sitenang dan sipemberani?" ejek Lani sambil menyentuh rambut Rossi bermaksud mengejek sedangkan Karen hanya tersenyum sinis melihat itu. "Lihat sipembunuh ini bahkan tak merasa bersalah sedikitpun. Benar-benar psikopat" timpal Karen dengan wajah mengejeknya. Rossi hanya terdiam mendengar semuanya. Sesekali matanya menatap datar kepada teman sekelasnya yang hanya diam tanpa mau berbuat apapun hingga tanpa sadar senyuman sinis tercipta diwajahnya. Membuat Karen dan Lani terkejut melihat itu namun dengan cepat mengubah keterkejutan itu menjadi ejekan. Lani yang tengah memegang rambut Rossi langsung menjambaknya membuat Rossi menegak karena tarikan kuat di rambutnya. Sedangkan Karen mencengkaram dagu Rossi dengan sama kuatnya membuat ringisan keluar dari mulut Rossi. Lagi dan lagi teman sekelasnya hanya diam tanpa ada niatan membantu Rossi. Sungguh malang nasibnya. "Dengarkan aku sialan, jangan anggap karena Mila dan Min Ji sudah tidak ada kau akan hidup tenang, itu tak akan terjadi. Anggap saja seminggu yang lalu adalah hari tenangmu karena kami masih berduka atas kematian Mila sahabat kami. Tapi hari ini? Jangan harap aku tak akan tinggal diam paham? Aku akan menunjukan pada semua orang bahwa kau pelakunya, sipembunuh kejam itu" ucap Karen dengan memelankan suaranya diucapan terakhir. "Begitukah?" Rossi membuka suaranya tanpa takut. Dan tak lama langsung menjambak rambut Lani sama kuatnya, dan memelintir tangan Karen yang hingga tangan Lani maupun Karen lepas dari tubuhnya. "Aw!!! Lepaskan, ini sakit bodoh!!" teriak Lani sambil memegang rambutnya dan Karen pun yang sama memohon untuk dilepaskan. "Sakit? Baru segini kalian sudah bilang sakit? Ckckck, bodoh!!! Apalagi aku yang selalu kalian lakukan setiap harinya memukul, menjambak, menampar bahkan menendang. Tapi pernahkan aku mengeluh atau memohon ampunan? Tidak!! Karena aku bukan gadis pengecut seperti kalian yang baru segini saja sudah meminta pertolongan dan memohon untuk dilepaskan" ucap Rossi panjang lebar dengan nada tenang sedangkan Karen dan Lani sudah meradang marah mendengar ejekan itu. Tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa karena sakit yang mereka rasakan. "Aku akan membalasnya, next time" bisik Rossi membuat Lani dan Karen menegang. Sedangkan Rossi tersenyum penuh kemenangan. Rencananya berhasil, untuk membalas keduanya. Di Sekolahan yang lain, Rossa tengah menatap papan tulis itu dengan tenang dan pandangan bosan. Sesekali ia menghela nafas saat guru menjelaskan pelajarannya. Dan semua kegiatan itu tak terlewatkan oleh pandangan Azka yang kini tengah memandang dengan intens kepada Rossa. Merasa diawasi, Rossa memalingkan wajahnya kearah samping dan matanya langsung bertubrukan dengan pandangan Azka entah mengapa hal itu bisa membuat jantungnya berdegub kencang. Namun Rossa memilih memandang datar Azka dengan pandangan tenang dan datar andalannya. Azka hanya tersenyum tipis bahkan saking tipisnya Rossa tak yakin Azka tersenyum atau tidak. Namun Rossa kembali fokus kembali pada papan tulis dihadapannya, merasa bosan kembali melandanya Rossa memilih memandang kearah jendela dan tak lama ia tersenyum manis yang belum pernah ia keluarkan selama ini. "Apa itu?" gumam Rossa pada jendela, namun saat melihat dengan jelas wajah Rossa kembali datar dan dingin. Dan mulutnya terlihat komat-kamit bersumpah serapah kepada yang dilihatnya. "Sialan, dia mengetahuinya" dan hanya kata itu yang bisa didengar dari mulut Rossa. Tak terasa hari sudah menjelang sore dan kini semua orang berlomba untuk kembali kerumahnya dengan cepat untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah diforsir untuk bekerja seharian. Termasuk Kirana yang kini tengah berjalan digelapnya malam seorang diri karena disuruh ibunya untuk membeli sesuatu tapi sayang supermarket terdekat tidak menyediakan barang yang dicarinya hingga terpaksa harus pergi mencari keyang lain. Malangnya, ia lupa tak membawa kendaraan, dan bus entah mengapa hari ini susah sekali didapatkan. Hingga sangat terpaksa ia berjalan kaki. "Huh, malang sekali nasibku. Mana sepi lagi" keluh Kirana mengasihani dirinya sendiri dan matanya menatap kesekitar jalan taman yang sepi ini. "Ya, kau memang sedang bernasib malang" sahut seseorang membuat Kirana berjingkit kaget dan langsung mengucap syukur saat Rossi yang ia lihat sekarang. "Kau mengagetkanku saja Rossi, kau hampir membuat jantungku copot" ucap Kirana merasa lega karena sahabatnyalah yang kini bersamanya. "Masih hampir belum waktunya copot" balas Rossi dingin membuat Kirana menganggkat alisnya bingung tapi dia berpikir emang Rossi selalu kadang bersikap dingin padanya. "Kau masih memakai seragam sekolah? Kenapa belum pulang?" tanya Kirana saat melihat baju seragam sekolahannya dan Rossi masih menempel ditubuhnya. "Bukan urusanmu" timpal Rossi dingin membuat Kirana mnghentikan langkah kakinya karena merasa asing dengan sahabatnya ini. Kirana merasa ia bukan Rossi sahabatnya tapi orang lain. "Kau bukan sahabatku, kau kak Rossa?" tanya Kirana dengan nada ragu membuat Rossi ikut menghentikan langkah kakinya dan menyeringai sinis pada Kirana membuat bulu kuduknya berdiri dan entah mengapa rasa takut menghampiri Kirana hingga tak sadar meremas kedua tangannya. "Sahabat yang baik. Tapi sayang kau masih bukan sahabatnya. Kenapa? Karena kau lama mengenaliku" sinis Rossa kepada Kirana yang tengah menunduk takut. "Apa kau tak pernah berpikir bahwa Rossa bisa menjadi Rossi, dan Rossi bisa menjadi Rossa" "Rossa bisa menjadi Rossi, tapi Rossi tidak bisa menjadi Rossa" ucapan yang sama namun beda terakhir diucapkan oleh orang berbeda, ditempat berbeda namun dimalam yang sama. "Kau bisa saja membohongi semua orang, tapi aku tak bisa, karena aku bisa membedakannya dalam sekejap mata" sambung Azka kepada Rossa yang ternyata adalah Rossi. Ya, hari ini memang hari yang sudah direncanakan. Mereka berdua bersepakat untuk bertukar peran Rossa menjadi Rossi dan begitupun sebaliknya. Awalnya Rossi menolak secara mentah-mentah namun Mala ikut membujuk Rossi saat melihat Rossa yang kaku itu tidak bisa meluluhkan adiknya. Dan terjadilah hal seperti ini, yang melawan Karen dan Lani bukanlah Rossi melainkan Rossa, dan yang berjalan-jalan dengan Azka bukan Rossa tapi Rossi. Karena Azka tahu sebanyak apapun Azka mengajak jalan Rossa jika ia yang asli akan menolaknya mentah-mentah dengan kata pedas andalannya. Namun berbeda dengan Rossa sekarang yang dalam sekali bujukan langsung mengiyakan. Hingga tebakan diawal ia benar bahwa dia bukanlah Rossa tapi Rossi adik kembarnya. Kembali ke Kirana yang kini tengah duduk disalah satu bangku taman seorang diri karena Rossa langsung meninggakannya begitu saja setelah mengucapkan kalimat terakhir. Kirana merasa tertusuk saat Rossa mengatakan bahwa dia bukanlah sahabat baiknya karena sahabat baiknya tidak akan pernah meninggalkan dia dalam kesusahan. Seolah menohok dirinya, Kirana memflashback pada masa kemarin-kemarin yang hanya diam saat Rossi dibully bahkan ia sempat percaya saat Karen dan Lani menuduh Rossi sebagai pembunuhnya. Sahabat macam apa itu? Apa pantas dirinya dianggap sahabat? Tak terasa bulir-bulir crystal berjatuhan dikedua pipinya menyesali semuanya. Sungguh ia sangat menyesal dengan semuanya. "Maafkan aku Rossi" gumam Kirana disela tangisnya. Kirana larut dalam tangisnya hingga tak menyadari seseorang tengah menatapnya. "Maaf?" desis orang itu membuat Kirana menghentikan tangisannya dan mendongakan kepalanya melihat seseorang yang tengah memakai jaket hitam dan tak lupa sebuah pisau ditangannya yang terlihat berkilat karena terpaan cahaya lampu taman. Kirana yang melihat itu langsung berdiri dan waspada. Ia ikut memundurkan langkahnya saat orang itu maju secara perlahan namun berbahaya. Hingga telinga Kirana mendengar sebuah kekehan yang tak asing. "Karena kau tengah menyesal maka aku akan memudahkanmu kau tak akan merasa sakit saat menjelang kematianmu" desis orang itu sambil mengangkat wajahnya hingga mata Kirana terbelalak kaget melihatnya. Namun sayang, belum sempat ia berkata sebuah pisau menancap tepat dikeningnya yang membuat Kirana meninggal dihari itu dengan mata yang terbelalak kaget. Sedangkan orang itu tersenyum meninggalkan jasad itu tanpa berniat membenarkan posisi Kirana. "Dimaafkan" gumam orang itu dibalik pohon sebelum ia hilang ditelan gelapnya malam. Sedangkan Kirana, ia meninggal dengan pisau tertancap dikeningnya dan air mata yang mengalir dikedua matanya yang terbelalak kaget. Dan paginya Kirana ditemukan oleh seseorang hingga Santos menerima laporan dan segera menuju TKP yang sekarang tengah dikelilingi banyak orang yang penasaran dengan penemuan mayat. Bahkan ibu Kirana menangis sejak ia menerima telepon dari pihak kepolisian bahwa putrinya ditemukan tewas ditaman kota. "Pak sepertinya pisau ini bisa menjadi barang bukti, tapi saat dicek lagi-lagi sidik jari tak ditemukan digenggaman pisau itu" lapor salah satu bawahannya membuat Santos kembali memijit pelipisnya. "Kenapa dia membunuh Kirana, apa alasannya?" gumam Santos yang didengar oleh salah satu warga yang berada dikerumunan itu. Bahkan matanya fokus menatap pisau itu meski terhalang oleh kacamata. Hingga ia mulai meninggalkan kerumunan itu dengan senyuman tercetak diwajahnya. Sedangkan disisi yang lain ditempat yang sama seseorang tengah melempar bunga mawar putih kearah jasah Kirana yang sudah terbungkus tanpa sepengetahuan polisi. Dan orang itu menghilang tertelan warga yang semakin banyak. "Selesai" gumamnya sambil berjalan dengan tenang tanpa berdosa. Dan melanjutkan langkahnya menuju sekolah walau ia sudah terlambat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD