Prolog
-Cris-
Di malam tahun baru tiba-tiba gue diserang oleh Togar, mantan bandar judi yang dulu menjadi pendana judi gue. Dulu banget gue memang melarikan diri dari hutang judi dengan bunga ciptaan Togat yang sama sekali nggak masuk akal nominalnya. Jadi gue pikir dia sedang mencoba memberi pelajaran pada gue karena sudah berani melarikan diri dari kekuasaannya.
Setelah puas membiarkan anak buahnya menghajar gue habis-habisan sampai wajah gue babak belur, Togar menyodorkan lembaran kertas yang berisi rincian hutang gue beserta bunganya yang sudah menggila selama tiga tahun. Totalnya hampir 20M. Gila!!! Pasti ada yang nggak beres nih hutang gue yang cuma belasan juta bisa beranak pinak menjadi puluhan milyar. Togar lantas memberi gue waktu 100 hari untuk melunasi seluruh hutang gue.
Bah! Jangankan 100 hari, seumur hidup juga gue nggak bakal bisa membayar hutang j*****m itu. Yang harus gue lakukan saat ini adalah mencari orang b*****t yang sudah mengantarkan gue harus berurusan lagi dengan lingkaran neraka Togar. Batak itu pasti akan terus meneror gue sampai keinginannya tercapai. Kalau cuma gue saja yang dia incar nggak masalah. Yang membuat emosi gue tersentil, Togar melibatkan sahabat-sahabat gue Briana dan Aaron dalam persoalan ini.
♤♡◇♧
-Nina-
Bagiku pernikahan itu tidak membahagiakan, pernikahan itu seperti sebuah pintu menuju rasa sakit yang akan dirasakan kapan aja, pernikahan itu hanya menutupi aib keluarga, pernikahan itu hanya mencari keringanan materi, dan pernikahan itu cinta. Apa iya?
What the f**k, cinta!
Aku nggak pernah tahu akan bagaimana suatu saat nanti, entah mungkin akan bertemu dengan waktu di mana aku berdiri di tengah kepercayaan untuk membuat sebuah ikatan pernikahan dengan orang yang aku cintai dan mencintaiku, tapi kalau saat ini ya seperti yang udah aku bilang, aku tidak percaya pernikahan.
Bagi beberapa orang, pernikahan tidak lebih dari sekadar suatu janji romantis dan kesepakatan hukum. Namun seperti yang kita semua sama-sama tahu, janji selalu dapat diingkari.
Sepertinya kata menikah bagi sebagian orang memang menyimpan makna tersendiri. Ada yang begitu mendambakannya sehingga membuatnya selalu terbayang akan keindahan menikah. Namun ada juga yang begitu membencinya, seolah menikah adalah sebuah sumber ketakutan dan keresahan yang tidak bisa ditoleransi keberadaannya.
Sebenarnya, eksistensi menikah itu sendiri ada dikarenakan faktor kebutuhan manusia dalam membentuk sebuah lingkungan keluarga di mana di dalamnya akan berdiri sebuah aturan tersendiri yang bersifat bebas dan bisa dilaksanakan dengan sekehendak hati sesuai dengan keinginan setiap pasangan. Seperti itu selama hampir lima tahun ini aku memahami makna sebuah pernikahan yang hakiki.
Sampai akhirnya di malam tahun baru ini, di saat sekaratnya Papi menuntutku menikah dalam waktu 100 hari. Membuatku mengubah pemikiranku pada pernikahan yang awalnya membenci pernikahan, menjadi semakin membenci pernikahan. Jika rata-rara perempuan takut tidak bisa menikah karena tidak ingin menjadi perawan tua, kalau aku takut tidak mendapat harta warisan orang tuaku.
***
^vee^