Empat

1178 Words
Happy reading Waktu menunjukkan pukul 23.46. Hampir tengah malam dan Hanna belum bisa tidur. Ia menunggu suaminya pulang. Hanna tahu Bisma tidak lembur. Ayah mertuanya bilang pada Bisma untuk tidak lembur sampai sebulan kedepan. Dan Bisma mengiyakannya. Ponsel Hanna berdering, membuat gadis itu cepat-cepat menghampiri nakas untuk meraih ponselnya. Siapa tahu ada kabar dari suaminya. Sedikit kecewa saat Hanna membaca nama orang yang menghubunginya. Hanna pun segera mengangkatnya. "Bagas," sapa Hanna pelan. "Sudah kuduga kau belum tidur. Aku kan sudah bilang jika Bisma ada di rumah sakit. Mungkin dia tidur di sana malam ini." "Begitu, ya?" Hanya itu tanggapan Hanna. Ia sendiri tak mengerti mengapa ia harus menunggu kepulangan Bisma sedangkan pria itu saja tak pernah menganggap Hanna sebagai istrinya. "Hey, kakakku yang kelewat cerdas, kau tahu maksudku, kan? Lebih baik kamu tidur sekarang!" Hanna meringis mendapat sentakan dari Bagas. Ia tahu Bagas tak benar-benar memarahinya. Tapi Hanna juga tak bisa menuruti perintah Bagas. Ia akan menunggu Bisma hingga pulang. "Kututup, ya." Sebelum Hanna mengakhiri sambungan, Bagas terlebih dulu melakukannya. Hanna duduk di tepi ranjang. Matanya mengedar ke setiap sudut kamar. Di sini, semuanya tentang Calista. "Ini tidak akan lama, Hanna. Kamu harus kuat." Hanna menguatkan dirinya sendiri. Lalu terdengar suara mobil Bisma yang memasuki pekarangan rumah dan tak lama kemudian mesinnya mati. Hanna segera naik ke ranjang dan menarik selimutnya dan pura-pura sudah tidur. * * Bisma pulang ke rumah setelah sedikit mendapat paksaan dari Nadine agar pulang. Ia sebenarnya masih betah menemani Calista dan sangat malas untuk pulang lalu melihat Hanna. Sungguh Bisma sangat muak melihatnya. Bisma memasuki kamarnya yang sudah redup. Matanya memicing melihat Hanna tertidur memunggungi pintu. Bisma segera menghampirinya dan menarik rambutnya agar bangkit dari ranjang. Hanna memekik tertahan dan sangat kaget atas perlakuan Bisma ini. "Arh, Bisma, i-ini sak-kit." Hanna merintih sembari memegangi tangan Bisma yang menjambak rambutnya semakin kuat. Bisma menarik Hanna dengan satu sentakan kasar dan menghempaskannya ke lantai hingga Hanna tersungkur. "Siapa yang mengizinkanmu menyentuh ranjangku?" murka Bisma dngan wajah yang sudah merah padam. "Dasar bodoh! Jangan membuatku semakin jijik padamu!" Hanna tentu saja kaget. Kemarin saat di rumahnya, ia dan Bisma tidur satu ranjang walau saling memunggungi. Hanna tak mengerti jalan pikiran suaminya. Apa pun yang Hanna lakukan adalah kesalahan di mata Bisma. "M-maaf," ucap Hanna terbata. "Aku ha-harus tidur di mana?" tanya Hanna tanpa berani menatap Bisma. "Di lantai. Tanpa alas." Bisma menekan ucapannya tanpa peduli perasaan gadis dihadapannya itu. Hanna terkejut. Ia tidak pernah berpikir jika Bisma bisa setega ini padanya. Kemarin ia tidur di luar dengan udara malam yang sangat menusuk lalu paginya mendapat siraman air yang tak kalah dingin kemudian sekarang ia disuruh tidur di lantai keramik tanpa karpet atau alas apa pun. Tapi yang dilakukan Hanna hanya mengangguk patuh. Ia tak bisa melawan walau ia ingin. Bisma mendengus jijik saat menatapnya lalu berlalu ke kamar mandi. Hanna menyandarkan punggungnya ke kaki sofa di belakangnya. Bahkan Bisma tak membiarkannya tidur di sofa saja atau di kamar tamu. Benar-benar kejam. Hanna mengusap lengannya yang menggunakan piyama berlengan pendek. Ia tak berani melawan Bisma karena Ibunya. Hanna selalu terngiang pesan Ibunya agar tak menolak satupun perintah suaminya kelak. Suara pintu kamar mandi yang dibuka membuat Hanna langsung meringkuk di lantai. Tak ingin kembali memancing amarah Bisma. Bisma berjalan ke lemari pakaiannya dan melirik Hanna sekilas. Ia menyeringai sinis melihat Hanna yang terlihat sekali kedinginan. Dengan sengaja, Bisma menurunkan suhu kamar. Membuat benda-benda di kamar itu menjadi lebih dingin. Apalagi benda dengan bahan kaca atau keramik. Hanna semakin memeluk tubuhnya. "Mati saja kau, jalang," gumam Bisma sinis lalu merebahkan tubuhnya ke ranjang yang empuk dan menyembunyikan tubuhnya dibalik selimut tebal yang hangat. Hanna segera duduk saat melihat Bisma sudah terlelap memunggunginya. Lebih baik ia tidur dengan posisi duduk bersandar di bawah sofa daripada tubuhnya beku oleh lantai yang semakin dingin. "Hanya sebentar Hanna, sebentar." Gadis itu kembali membangun kekuatan untuk dirinya sendiri. * * * Pagi ini Hanna bangun lebih awal. Ia bangun pukul 2 pagi lalu berkutat di dapur. Lebih baik ia mengerjakan pekerjaan rumah daripada harus lebih lama lagi merasakan dinginnya lantai kamar. Hanna menyentuh lehernya sendiri, ia sedikit demam. Helaan napas beratnya terdengar. Hanna mengambil kotak obat disalah satu laci dapur. Memilih jenis obat disana hingga ia mengambil paracetamol. Hanna duduk di kursi dapur kemudian meminum obatnya. Sembari menunggu ayam yang ia panggang matang, Hanna meraih laptopnya yang sengaja Ia bawa dari kamar tadi. Gadis itu menarikan jemarinya di atas keyboard. Membuka email dari beberapa temannya di Australia. Hingga sebuah nama muncul menyita perhatian Hanna. Hanna segera membuka email dari temannya itu. 'Kau sebenarnya ke mana? Hampir sebulan tidak masuk kuliah. Apartemenmu juga kosong. Kau tahu, kuda cina itu terus menanyakan keberadaanmu padaku, Hanna. Aku bisa gila jika dikejarnya setiap hari.' Hanna terkekeh membaca email dari Ailee. Apalagi saat Ailee menyebut sahabatnya asal Cina itu kuda Cina. Hanna mengetikkan balasan untuk Ailee. 'Maaf maaf. Aku di Indonesia jadi nomorku yang dulu tidak aktif. Katakan pada Rafe aku akan menghubunginya. Jangan khawatir, aku masih menyimpan nomornya. Dan kau, aku merindukanmu, Ai. Secepatnya aku akan kembali ke sana. Secepatnya.' Hanna mendesah berat saat pesan itu sudah terkirim. Secepatnya. semoga. Hanna kemudian berselancar ke berbagai situs internet. Mencoba mengejar ketertinggalannya selama hampir satu bulan ini. Membaca banyak sekali web web yang menyangkut bidangnya. Manajemen Bisnis. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Setelah memberesi dapur, Hanna kembali ke kamar. Dilihatnya Bisma yang masih sangat pulas dialam mimpi. "Calista." Hati Hanna mencelos ketika bibir tipis suaminya mengigaukan nama wanita lain. "Tetap di sisiku." Hanna memejamkan matanya sejenak. Kepalanya sedikit pusing karena ini. Ponselnya yang berkedip di nakas segera ia raih. from Bagas: Bagaimana kabarmu Hanna tersenyum. Setidaknya adiknya ini masih peduli padanya. Bahkan sangat perhatian terhadapnya. Hanna mengetikkan balasan untuk Bagas sembari tersenyum. Menulikan telinganya terhadap igauan Bisma yang sangat kehilangan Calista. to Bagas: Lari pagi sepertinya menarik. from Bagas: Keluarlah. Hanna membaca satu kata itu berulang. Keluar ? Bagas ada di depan? Hanna segera berlari kecil keluar dari kamar. Berlari lebih cepat setelah memastikan menutup pintu dengan hati-hati. Ia akan sangat senang jika Bagas benar-benar ada di luar. "Bagas!" pekik Hanna saat baru saja membuka pintu utama. Bagas tersenyum di atas motornya. "Aku tak mendengar suara motormu tadi." "Jangan sok hapal dengan suara motorku," ejek Bagas lalu memakai helmnya. "Kita akan ke mana?" tanya Hanna penasaran dan semangat. "Siapa yang akan mengajakmu pergi " ketus Bagas membuat Hanna memanyunkan bibirnya. "Kalau begitu aku yang akan ikut," rengek Hanna sambil memegang jaket belakang Bagas. "Ingat usiamu, Ann," dengus Bagas mencoba melepaskan tangan Hanna. "Tidak mau!" "Hei! Kalau tidak kau lepaskan bagaimana aku bisa membuka jaketku untuk kau kenakan!?" Hanna segera melepaskan jaket Bagas. "Aku akan ambil jaketku. Ini masih sangat dingin." Bagas tetap membuka jaketnya. "Aku takkan mati hanya karena menyewakan jaketku padamu." Bagas memberikan jaketnya pada Hanna. "Aku harus membayar?" Hanna memakai jaket Bagas dan segera ikut naik ke motor adiknya itu. "Tentu saja. Kau pikir masih ada yang gratis sekarang?" "Well, kau berubah menjadi sosok yang teramat perhitungan padaku, huh?!" Bagas terkekeh dan segera melajukan motornya. Selamat pgo dan selamat sahur untuk yang sedang berpuasa
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD