Chapter 1: Balas Dendam
"Anastasia, lepaskan tanganmu. Ayo, Yuri! Kita pergi," kata Chan sambil menarik tangan Yuri dan menutup pintu lift, meninggalkan Anastasia seorang diri yang masih gemetar karena marah dan cemburu.
"Chan..." Yuri kehabisan kata-kata sambil menatap Chan dengan wajah sendu. Matanya berkaca-kaca memandang wajah Chan yang begitu tampan dan mempesona.
"Yuri, tenanglah. Aku akan melindungimu... Akan kubalaskan dendammu," kata Chan sambil memeluk Yuri erat-erat penuh cinta. Billionaire yang sedang dalam penyamaran itu memperlakukan Yuri dengan sangat lembut.
"Mereka akan membayar perbuatan mereka. Akan kucari mereka sampai ke ujung dunia, Yuri."
Chan berusaha menenangkan Yuri yang bersedih karena mengingat kematian Rosalia, kakak perempuan Yuri satu-satunya. Chan mengelus pipi Yuri dengan lembut hingga wajah Yuri merona dan tersipu malu.
Tangan Chan mengelus permukaan kulit tubuh Yuri dengan lembut, meninggalkan sensasi menggelitik yang begitu memabukkan. Wajah Chan yang begitu tampan menatap Yuri dengan tatapan yang begitu menggoda. Yuri dapat merasakan tubuh Chan yang atletis bersentuhan dengan tubuhnya telah membangkitkan gairah di dalam dirinya.
"Yuri, aku menginginkanmu," bisik Chan menggoda sambil mencium Yuri dengan penuh hasrat.
"Aaah.... Chan..." desah Yuri penuh kenikmatan. Dia menikmati setiap jengkal sentuhan Chan di tubuhnya.
Tubuh Yuri dan Chan saling merindukan, dan bergerak penuh gairah. Dengan gerakan seirama, tubuh mereka menyatu dengan penuh cinta.
***
Setahun sebelumnya.
Sudut Pandang Perspektif Yuriska Novita.
Hujan turun begitu deras bagaikan air diguyur dari langit. Petir menggelegar dan langit begitu hitam. Angin begitu kencang sehingga meniup air ke mana-mana. Percuma saja menggunakan payung untuk berlindung di cuaca seekstrim ini.
Jalanan yang semula mudah dilalui kini menjadi sangat licin. Tanah menjadi becek dan air kotor berwarna kecokelatan menggenang di mana-mana.
Seluruh pakaianku basah kuyup dan terciprat bercak tanah. Tapi aku tetap menggertakkan gigiku dan berdiri dengan tegar di bawah siraman hujan. Payungku sudah terbang entah ke mana dan pakaianku yang berwarna hitam sepenuhnya basah kuyup.
Aku menatap ke liang lahat tempat peti mati kakakku sedang diturunkan. Tidak ada siapa-siapa di sampingku selain petugas yang membantuku menguburkan jenazah. Aku menatap peti itu dengan tatapan dingin.
Beberapa hari lalu aku menemukan mayat kakakku di kamarnya sendiri dalam kondisi terbujur kaku. Hasil otopsi dokter forensic menyatakan bahwa kakakku mati karena bunuh diri. Dia meminum racun untuk mengakhiri hidupnya. Kami selama ini hidup berdua. Kakakku Rosalia Putri, yang cantik dan lemah lembut.
Dia bekerja sebagai staf di bagian finance dari perusahaan Gemilang Jaya Group. Sejak kematian kedua orang tuaku karena kecelakaan lalu lintas, dia berusaha membesarkanku seorang diri. Bahkan, dia tidak sempat untuk berpacaran demi membesarkanku.
Kakakku bukanlah orang yang ambisius, namun dia orang yang lurus. Rosalia tidak akan membiarkan ada kecurangan atau fraud terjadi persis di bawah hidungnya. Belakangan dia tampak gelisah, dan dia sempat mengatakan ada dugaan kecurangan yang sedang diselidikinya di salah satu anak perusahaan.
Kakakku bersumpah padaku bahwa dia akan menyelidiki dan menemukan siapa pelakunya. Dia tampak khawatir akan adanya tuduhan yang mengarah pada dirinya bahwa dia terlibat. Tidak, dia sama sekali tidak terlibat. Karena itulah, dia perlu menemukan siapa penjahat yang sesungguhnya.
Memang satu tahun terakhir, kakakku dipindahkan ke anak perusahaan sebagai Finance Manager. Dari bagian finance di kantor pusat, kakakku dipromosikan menjadi manajer di salah satu anak perusahaan. Prestasi yang menggembirakan sebenarnya.
Perusahaan ini bernama Gemilang Gelora. Pimpinan perusahaan di sini adalah anak dari rekan bisnis dari pemilik perusahaan, Hendi Wicaksana. Sementara manajemen korporasi dipimpin oleh Surya Gemilang.
Kakakku berbeda usia denganku 10 tahun. Usianya masih 31 tahun ketika dia meninggalkan dunia selama-lamanya. Dia adalah orang yang berpikiran positif dan tidak pernah ada tanda-tanda depresi. Hidupnya penuh kejujuran dan tidak pernah terpikir olehnya untuk hidup dengan cara curang.
Pasti ada sebab yang sangat kuat sehingga kakakku, Rosalia memutuskan untuk bunuh diri. Tidak. Dia pasti diancam untuk bunuh diri. Atau, dia pasti dibunuh orang. Aku tidak akan pernah bisa menerima kematiannya sebagai bunuh diri.
Tidak akan pernah! Selama aku belum membuktikan kebenaran dibalik kematiannya, aku menolak pernyataan bahwa dia bunuh diri.
Aku masih ingat kakakku mengeluh dan tampak stress akhir-akhir ini karena perkembangan hasil audit finance yang dilakukannya bersama-sama tim audit. Belum lagi secara mendadak, kakakku dipaksa mengundurkan diri secara paksa dan diancam untuk dilaporkan kepada polisi atas penemuan kasus fraud di areanya sebesar 700 milyar rupiah.
Aku masih ingat ketika malam itu sepulang kantor kakakku pulang dengan pucat pasi dan tangan gemetar. Dia memanggilku untuk makan bersama. Namun, dari tangannya yang gemetaran, Rosalia sama sekali tidak bisa menyendok dengan benar.
“Yuri, aku menemukan kasus penggelapan uang sebesar 700 milyar rupiah. Aku tidak tahu siapa pelakunya, tapi kalau diselidiki lebih jauh manajemen papan atas pasti terseret,” kata kakakku Rosalia.
“Astaga, Kak! Ini masalah besar!” seruku terkejut.
Rosalia mengangguk sambil mengelap keringatnya dengan tisu.
“Namun jika aku tidak melaporkan dan menutupinya, aku bisa dianggap terlibat. Apa yang harus kulakukan?” keluhnya sambil berusaha menenangkan diri dengan minum air.
“Apa yang ingin kakak lakukan?”
“Hati nuraniku menjerit Yuri. Aku tidak bisa menutup mata dan berpura-pura tidak pernah melihat hal ini,” kata Rosalia.
“Apa ada yang kakak percayai?” tanyaku padanya.
“Aku berencana mengumpulkan semua bukti dan melaporkannya pada Bapak Surya Gemilang,” kata kakakku memantapkan hatinya.
“Apa kakak punya akses ke sana?” tanyaku perlahan.
“Dulu aku pernah bekerjasama dengannya di kantor pusat. Mungkin, dia tidak mengenalku secara personal, tapi aku bisa berusaha untuk menghadap beliau.”
“Berhati-hatilah, Kak. Uang yang terlibat di sini tidak sedikit,” jawabku sedikit khawatir.
Beberapa minggu kemudian, aku mendapati kakakku diminta mengundurkan diri dengan paksa. Dia berusaha menolak namun pada akhirnya dia tetap dipecat dari pekerjaannya secara sepihak. Beberapa hari sesudahnya, kakakku meninggal karena bunuh diri.
Huh, siapa yang percaya?
Beberapa bulan setelah aku menguburkan kakakku, terjadi berita besar di media masa. Gemilang Jaya Grup telah diakusisi dan berpindah kepemilikan menjadi milik Grup Wicaksana.
Apakah ini suatu kebetulan? Terlalu aneh bila ini sebuah kebetulan. Jelas ada yang tidak beres.
Aku masih butuh waktu 1 tahun lagi untuk menyelesaikan skripsiku. Namun aku akan pastikan untuk masuk ke dalam grup perusahaan Gemilang Jaya untuk mencari tahu kebenarannya.
****
Satu Tahun kemudian.
Usiaku kini 22 tahun dan aku lulus kuliah. Untunglah sejauh ini nilaiku cumlaude sehingga aku mendapat beasiswa dari universitas. Sisanya, aku hidup mengandalkan kerja sambilan dan uang tabungan yang ditinggalkan oleh kakakku.
Aku mengikuti berita di majalah bisnis. Keluarga Gemilang sepertinya runtuh dalam setahun. Kerajaan bisnisnya diambil alih oleh keluarga Wicaksana. Surya Gemilang belum lama ini ditemukan meninggal karena terpeleset ke dalam sungai ketika memancing. Namun, kurasa hal yang terjadi sebenarnya bukanlah seperti itu.
Persetan dengan keluarga kaya itu! Mengapa mereka menumbalkan kakakku dalam permainan kotor mereka?
Aku tidak tahu apa aku bisa menemukan kebenaran mengenai kasus kakakku? Namun, setidaknya aku perlu terjun ke perusahaan itu untuk mencari tahu. Di sinilah aku sedang menunggu di ruang tamu untuk menjalani proses rekrumen terakhir dari PT Gemilang Gelora yaitu negosiasi gaji.
Sambil menunggu, di ruang tamu itu aku melihat seorang pria sebaya denganku. Wajahnya sangat tampan namun sekaligus dingin. Kulit wajahnya mulus tanpa jerawat dan tidak ada bulu halus di wajahnya. Tubuhnya tinggi dan atletis, kira-kira 185 cm. Tubuhnya tidak besar namun gagah berisi. Otot-otot dan lekuk tubuhnya tercetak jelas di kemejanya yang slim fit. Celana panjangnya yang ketat dan berwarna putih bersih membuatnya terlihat bening bercahaya. Penampilannya sungguh membuatnya terlihat jantan dan seksi.
Kacamatanya yang diselipkan di sakunya entah kenapa membuatnya terkesan pintar. Rambutnya ditata sedemikian rupa sehingga tampak bergaya seperti aktor asia ternama. Rahangnya yang kuat bersudut menunjukkan ketampanan wajahnya secara maskulin. Dengan duduk diam saja posenya sudah sangat elegan dan berkelas. Tampaknya dia tidak banyak bicara dan sibuk memainkan gadgetnya dengan bosan.
Tiba-tiba dia berdecak kesal. Aku melirik sekilas. Oh, baterenya hampir habis. Pria itu merogoh tasnya dan mendapati dirinya lupa membawa kabel charger maupun power bank.
Entah mengapa tahu-tahu aku menyodorkan power bank milikku untuk dipakainya.
“Pakai saja. Nanti kembalikan lagi setelah interview. Aku mungkin masih disini satu jam,” kataku spontan.
“Ah, terima kasih,” katanya sopan sambil menerima powerbank milikku dengan senang hati.
“Ah, namamu siapa? Boleh minta nomor w******p? Aku akan kabari bila sudah selesai,” katanya tersenyum. Wajahnya yang dingin kini terlihat begitu ramah.
Hatiku berdesir seketika.
“Yuriska Novita. Panggil saja Yuri. Ini nomorku,” kataku sambil menyodorkan nomor smartphoneku yang terlihat di layar sentuh.
“Oke, Yuri. Namaku Yudistira Chandra. Panggil saja Chan. Aku baru saja WA nomorku,” katanya.
“Kamu melamar ke sini juga? Bagian apa?” tanyaku.
“Bagian IT. Kamu?” tanya Chan.
“Internal Audit,” kataku.
Chan bersiul menatapku. “Gahar juga bagian yang kamu lamar,” katanya sambil menyeringai. Ketampanannya meningkat drastis setelah aku melihat senyumnya yang manis. Gigi taringnya terlihat sekilas di sela-sela senyumannya membuat wajahnya terlihat semakin seksi dan berbahaya.
“IT bagian apa? Deskripsi pekerjaannya seperti apa?” tanyaku.
“IT Security System Officer. Pekerjaannya mengamankan data dan sistem di jaringan perusahaan dari para hacker. Aku harus bisa mengidentifikasi aktivitas irregular yang mencurigakan dan menghalangi pembobolan jaringan internal. Semua prosedur keamanan wajib dipastikan terimplementasi dengan baik,” kata Chan.
“Wah, keren sekali pekerjaanmu!” kataku terkagum-kagum.
“Kamu sendiri Internal Audit yang menangani area apa? Deskripsi pekerjaanmu seperti apa?” tanya Chan padaku.
“Singkatnya secara berkala aku akan terlibat dalam melakukan Financial Statement Audits, Operational Audits, Information Systems Audits, juga Management & Special Request Audits secara bergantian. Menyelidiki fraud juga menjadi bagian dari tugasku,” jawabku.
“Wah, tugas yang sangat menantang! Mungkin kita bertemu saat Information Systems Audits,” sahut Chan nyengir lebar.
“Mungkin saja,” jawabku sekenanya.
“Sudah sampai tahap apa?” tanyaku.
“Mau nego gaji. Lumayan, prosesnya cepat juga. Kamu?” katanya sambil menyambungkan power bank milikku dengan smartphonenya.
“Sama. Tinggal nego gaji,” kataku.
“Good luck. Semoga kita berjodoh menjadi sesama karyawan,” sahut Chan cengar cengir.
“Oke,” jawabku santai.
Seseorang memanggilnya masuk duluan. Dia melambaikan tangan sambil tersenyum percaya diri. Aku membalasnya dengan senyum percaya diriku, tidak mau kalah.
Siapa yang sangka, bahwa pertemuan ini akan berlanjut di dalam cerita asmara yang menegangkan bersamanya.