Suasana di dalam mobil hanya terdengar suara anak kecil, siapa lagi jika bukan Kila? Yang dilakukan Syifa sepanjang perjalanan hanya diam membisu, jika Kila bertanya dia baru akan mengeluarkan suaranya. Tidak berani membuka mulutnya.
Dwiki merasa aneh, kenapa gadis di sebelahnya tidak mengeluarkan suaranya? Mengeluarkan hanya jika putrinya bertanya. Dan dia amat berterima kasih kepada putrinya yang selalu bertanya kepada wanita di sebelahnya.
Dan dia pun mau mengajak berbicara bingung, ingin memilih topik pembicaraan seperti apa. Dirinya tidak pandai dalam berbasa basi, dia lebih suka yang tidak bertele tele langsung ke pointnya saja.
"Pah, besok kita ke rumah Eyang yaa? Sama Onti Syifa juga tapi." pinta Kila yang membuyarkan lamunan Dwiki.
Untung anaknya mengajak dirinya berbicara, jika tidak dia akan hanyut dalam lamunannya dan berujung dengan kejadian yang tidak tidak.
Sebelum menjawab Dwiki melirik ke sebelahnya, "Tanya dong sama Onti Syifa lnya, mau apa ngga."
Sekarang giliran Kila yang bertanya kepada Syifa, "Onti, besok Onti ikut Kila sama Papah ke tempatnya Eyang yaa?" pinta Kila dengan raut muka andalannya.
Dia ingat perkataan Uncle Dion nya, Adik kandung dari Dwiki. Jika dirinya mengeluarkan tatapan seperti ini, dijamin orang yang sedang dia rayu akan menurut.
Syifa ragu ingin menjawab bagaimana, jika dia iyakan takut Eyangnya Kila mengira yang tidak tidak. Tapi jika dia menolak dia tidak tega dengan gadis Kila kecil ini.
"Onti..." melas Kila seraya dirinya beringsut maju ke pangkuan Syifa.
Sang empu kaget, untungnya dia dengan sigap menanggapi gadis tersebut. Jika tidak, maka gadis kecil ini akan jatuh. Dwiki hanya diam saja, dia tahu jika putrinya itu meminta sesuatu harus dikabulkan.
Selama ini, dirinya atau pun keluarganya tidak pernah, tidak menuruti kemauan putri kecilnya. Sangat keras kepala melebihi dirinya.
"Ontii." karena Syifa belum menjawab juga kemauannya, Kila merebahkan kepalanya di d**a Syifa. Syifa menolehkan kepala ke arah Dwiki meminta pendapat.
Dwiki merasa dirinya sedang di tatap, dia menolehkan kepalanya sebentar ke sebelahnya, "Yaudah gak papa. Tenang, Mamah saya ngga bakalan gigit kamu kok." canda Dwiki berniat supaya Syifa tidak menolak permintaan putrinya.
Entah kenapa, dia juga merasa perlu mengenalkan Syifa kepada Mamahnya. Syifa menghembuskan nafasnya sejenak, "Ya udah. Besok Onti mau deh." seketika wajah Syifa langsung di hujani ciuman oleh Kila.
"Makasih Onti. Sayang Onti Syifa." ujar Kila seraya memeluk tubuh Syifa. Syifa pun merespon dengan memeluk balik Kila. Diam diam Dwiki tersenyum melihat kedekatan antara putrinya dengan Syifa. Entah ini harapan semu atau selamanya, dia mau melihat pemandangan seperti disamping sepanjang harinya.
"Makasih ya Pak," ujar Syifa ketika mobil sudah berhenti tepat di depan rumahnya.
"Saya yang harusnya terima kasih sama kamu. Mau jemput anak saya."
"Sama sama Pak. Yaudah kalo gitu saya turun ya Pak. Kila, Onti pamit dulu ya." Kila yang tadinya asik dengan iPad di tangannya, langsung meloncat ke tengah di antara jok Dwiki dan Syifa.
"Oke Onti. Besok jangan lupa yaa, aku jemput sama Papah di kampus Onti." mata Dwiki terbelalak kaget, kapan dirinya berbicara akan menjemput Syifa bersama anaknya? Setelah Syifa sudah turun dari mobil, Kila berpindah posisi menjadi di samping Dwiki.
"Nak, kapan Papah ngomong kalo mau jemput Onti Kila?" tanya Dwiki kepada putrinya.
Bukannya menjawab, Kila malah menunjukan deretan giginya, "Papah ngga pernah ngomong. Tapi aku yang mau." kan baru saja di bilang, Dwiki tidak berani menyangkal atau pun membalas perkataan anak nya.
Itu seperti sebuah perintah, bukannya dia takut dengan anaknya. Bukan. Dia hanya mau menuruti perkataan anaknya yang masih masuk akal.
Terlalu memanjakan? Benar, dirinya memang memanjakan putrinya. Tapi dia punya alasan, wajar jika dia memanjakan. Sebab putrinya ini dari lahir belum pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang yang dia panggil Mamah. Maka dari itu, dia tidak mau membuat putrinya lebih menderita atau pun kecewa.
Biarkan orang mau bilang dirinya terlalu memanjakan putrinya, ini caranya sendiri dalam menjalani perannya sebagai single parent. Salah memang caranya, tapi apa boleh buat? Dia hanya seorang ayah yang juga berperan sebagai seorang ibu sekaligus.
Semenjak putrinya lahir kedunia, dan saat itu pula mendiang istrinya berpulang untuk selama-lamanya. Dia sempat tidak mau bertemu dengan putrinya, bahkan untuk mengazdaninya pun dia tidak melakukannya.
Dia sempat kecewa, sempat menyalahkan putri lnya yang bahkan tidak bersalah sedikit pun. 2 bulan lamanya, Kila tinggal bersama kedua orang tuanya. Sang Mamah tidak hentinya membujuk dirinya supaya mau melihat putrinya.
Akhirnya, Dwiki luluh dan mau melihat putrinya. Betapa menakjubkannya, ketika dia melihat wajah Kila sewaktu bayi, dia seperti melihat wajah sang istri. Benar benar persis tidak buang sedikit pun.
Seketika rasa cinta dan sayang langsung tumbuh di hatinya dan mau mengurus putrinya seorang diri tanpa bantuan pembantu sekalipun. Hanya bantuan dari Mamahnya yang membantu dirinya merawat Kila kecil.
****
"Assalamu'alaikum," salam Syifa ke dalam rumahnya yang terlihat sepi. Entah pada ke mana para penghuni rumah nya.
"Ini pada ke mana sih? Biasanya juga rame banget." tidak biasanya rumah nampak sepi.
Pasalnya, ketika dirinya sudah pulang ke rumah, pasti dia disambut oleh dua keponakan lucunya. Tapi sekarang, tidak nampak satu pun penghuni rumah.
Syifa berjalan terlebih dahulu ke kamarnya, meletakkan barang bawaannya di meja belajar. Baru habis itu dia mencari keberadaan penghuni rumahnya. Baru saja dia mau memijakan dirinya di pintu halaman belakang, sudah terdengar suara dua ponakannya dan Bapaknya. Ternyata para penghuni rumah sedang bersantai di taman belakang.
"Assalamu'alaikum. Aku salam ke dalem rumah ngga ada yang jawab." sindir Syifa ke Ibunya dan juga Kakak perempuannya.
"Eh, anak bontot Ibu udah pulang. Ngga kedengeran sayang," ujar Bu Indah, Ibu dari Syifa.
Tak urung, Syifa tetap menyalami punggung tangan Ibunya dan Kakak perempuannya yang memang sedang menginap sementara di rumahnya di karenakan sang suami sedang menjalankan tugas negara.
"Ngedumel aja kamu Dek, ngga ada yang mau sama kamu baru tau rasa nanti." ledek Lisa, Kakak kandung dari Syifa.
"Santui Kak. Jodoh mah udah di atur."
"Ante.." teriak dua keponakannya yang langsung menerjang tubuhnya. Untung dirinya bisa menjaga keseimbangan, jika tidak maka di pastikan diri nya akan terjatuh ke belakang.
"Aduh, semangat banget sih ponakan Ante. Lagi pada ngapain nih?" tanya Syifa seraya menyetarakan tingginya dengan kedua keponakannya.
"Lagi main ama Kakung." jawab Dino, keponakan Syifa yang paling banyak omong di antara keduanya. Dino dan Dina, begitu lah nama kedua keponakannya. Kembar tapi tidak identik, Kakaknya melahirkan langsung dua jenis kelamin.
Memang, di keluarganya ada keturunan anak kembar. Kakak dari Bapak lnya, kembar identik. Perempuan dua dua nya.
"Tumben Dek, jam segini baru pulang?" tanya Ibu Indah, Ibu Syifa.
"Iya Bu, tadi ada tugas kelompok. Ya udah, Syifa ke kamar dulu ya." Sesampai nya di dalam kamar, Syifa langsung merebahkan badannya di ranjang empuknya.
"Haa nyaman banget dah." gumamnya seraya memejamkan matanya sejenak, memulihkan kembali fikirannya yang entah mulai kapan, duda beranak satu itu perlahan masuk ke dalam fikirannya.
Fikirannya mulai terbayang kegiatannya tadi siang di dalam ruangan bos dari Kakak sepupunya. Segera dia menggelengkan kepalanya, mengenyahkan segala macam fikirannya tentang hal tersebut.
Dia tidak boleh jatuh dengan pesonanya, karena dalam kamus hidupnya tidak pernah membayangkan jika dirinya akan berjodoh dengan seorang duda beranak satu.
Ketika diri nya sedang memejamkan mata sejenak, ponsel di dalam totebagnya berdeting tanda pesan masuk.
Pak Dwiki
Gimana? Besok bisa kan?
Me
In syaaAllah ya Pak, Saya usahain.
Pak Dwiki
Semoga besok saya Dapet kabar baik (Read)
Syifa tidak membalas pesan yang Dwiki kirimkan untuk yang terakhir. Pasalnya dia belum tau, apakah dirinya besok bisa ikut ke rumah Eyangnya Kila atau tidak.
"Dek," Syifa terperanjat kaget, ketika namanya dipanggil di depan pintu.
"Eh Kak, masuk Kak." Lisa, Kakak perempuan Syifa masuk ke dalam kamar sang adik.
"Tumben kamar nya rapih," sindir Lisa seraya matanya memandang sekeliling kamar adiknya, tidak biasanya kamar sang adik bisa rapih.
"Apaan sih. Ngapain Kakak ke sini?" tanya Syifa, tidak biasanya sang Kakak masuk ke kamarnya.
Biasanya jika sang Kakak bermain ke kamarnya pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan.
"Emang ngga boleh apa Kakaknya sendiri main ke sini." dumel Lisa, dia tidak memperdulikan sindiran sang adik. Tak urung dirinya merebahkan badannya di kasur empuk milik adiknya.
Keduanya terdiam, hanyut dalam lamunan masing masing. Hingga suara Lisa mengintrupsi keduanya. "Dek,"
"Hm?"
"Kamu masih inget temennya Mas Iqbal?" tanya Lisa melirik sekilas ke adiknya yang sedang menatap atap langit kamarnya sendiri.
"Temen nya Bang Iqbal? Yang mana?" maklum saja, Syifa ini memang agak pelupa dengan orang. Tapi jika sudah melihat paras, dia akan ingat di mana pertama kali bertemu.
"Itu loh, yang waktu kamu ke rumah Kakak ada dia." Lisa berusaha mengingatkan sang adik dengan teman suaminya.
"Ish. Udah tau aku ini gampang lupa sama orang."
"Inget sama Dani?"
"Dani?" gumam Syifa pada dirinya sendiri, berusaha mengingat nama itu diingatannya.
"Oalah, Bang Dani Kak?" tanya Syifa setelah mengingat wujud orang yang dibilang Kakaknya.
"Nah itu. Dia nanyain kamu mulu."
"Loh, bukannya lagi tugas sama Bang Iqbal ya?" tanya Syifa, setahunya Dani yang di maksud Kakak nya ini sejawat dengan suami nya hanya beda di pangkatnya saja.
"Ya iya. Mereka lagi di tugasin di Wilayah yang sama. Nah, si Dani nanyain kamu lewat Mas Iqbal." jelas Lisa kepada Adiknya yang belum mengerti maksud dari pernyataan nya.
"Oh."
Lisa mengernyitkan dahinya, "Oh doang tanggepan kamu? Seriously?" tanya Lisa tidak percaya dengan tanggapan Syifa yang terlalu cuek dengan sikapnya.
"Ya terus? Aku harus gimana? Wah ada yang nanyain aku." ujar Syifa dengan gaya yang seakan akan dirinya kaget dengan pernyataan Kakaknya.
Dengan spontan, Lisa menoyor kepala adik nya, "Ini b**o kok ngga ilang ilang sih dari dulu." dumel Lisa.
"Ihh, ini tuh pala tau. Di fitrahin sama Ibu Bapak." omel Syifa merasa tidak terima kepalanya ditoyor oleh Kakak nya.
"Udah ah, capek gue ngomong ama lu." karena sudah kesal dengan ke tidak pekaan adik nya, Lisa berlalu keluar dari kamar Syifa. Jika dirinya sedang kesal dengan sang adik, maka panggilan lu-gue akan terlontar begitu saja.
"Dih orang gue kagak ngerti ya, di paksa buat ngerti. Gila kali ya." dumel Syifa setelah mendengar Kakaknya menutup pintu kamarnya dengan kencang.