21. Postingan Mahesa

2038 Words
"Mahesa, Mahesa!" Selina berhenti mengejar Mahesa saat cowok itu akhirnya menolehkan kepalanya. Di sana tak hanya ada Mahesa sendiri, melainkan dengan keempat temannya juga. Teman-teman Mahesa terkekeh geli melihat Selina yang sampai berlarian seperti itu. "Enak banget ya jadi orang ganteng, ke mana pun perginya ada aja cewek yang ngejar. Coba aja kalau gue, boro-boro dikejar, deketin cewek aja ditolak mulu." Rizal membeo karena merasa iri dengan Mahesa meski sebenarnya hanya sebagai candaan. Azka yang ada di sebelah cowok itu lantas langsung meraih bahu Rizal untuk dirangkulnya dari samping. Azka juga mengusap-usap kepala Rizal persis seperti ibu yang sedang menunjukkan kasih sayangnya terhadap anaknya. "Jali ganteng, udah ya sekarang bukan sesinya buat curcol. Gue tau nasib lo buruk, cuma mending dipendam sendiri dulu, oke?" balas Azka. "Nanti kalau udah sepi lanjut lagi, lo mau ngomong sampai gigi lo kering juga bakal gue dengerin kok." "Baik Ayah," balas Rizal ikut nyeleneh dan ajaibnya Azka mengangguk sambil tersenyum ramah. "Duh pintarnya anak Ayah." "Lo berdua bisa waras dikit nggak?" Laskar bertanya dengan ketus. "Seenggaknya jaga dong nama baik cowok di depan cewek. Lo berdua enggak, malah buat malu," omel Laskar. Azka malah meledek. "Iihhh kamu iri ya mas?" katanya. "Stress lo berdua!" umpaat Laskar. "Bacott! Bisa diem nggak?" Mahesa yang sudah kesal pun menyentak dengan kasar. Kalau Mahesa sudah angkat bicara, tak hanya Azka dan Rizal, Laskar pun ikut kicep. Masih dengan tatapan tajamnya, Mahesa melihat satu persatu keempat temannya itu. "Cabut duluan sana lo! Ngerusuh aja bisanya!" Sungguh ajaib, Laskar, Kaylendra, Azka, dan Rizal langsung nurut tanpa ada sedikit pun bentuk penolakan atau protesan. Bahkan hanya untuk sekedar bergumam saja mereka tidak berani. "Duluan ye bos," pamit Rizal lirih takut-takut kena damprat lagi. "Udah Jali, bos sama ibu negara lagi ingin membangun chemistry. Lo jangan ganggu. Yok kantin aja yok," ujar Azka. Keempat cowok itu kemudian berjalan pergi meninggalkan koridor. Hanya menyisakan Mahesa dan Selina yang berdiri hadap-hadapan serta murid lain yang berlalu lalang. Setelah keempat teman Mahesa pergi, barulah Selina melepaskan tawanya. "Temen lo lucu ya? Pasti asik kalau punya temen kayak mereka," celetuk Selina masih terus menatap kepergian empat teman Mahesa. Selina kembali tertawa saat melihat ulah Rizal yang menggoda cewek-cewek di koridor. "Lucu apanya, berisik yang ada," Mahesa membalas dengan malas. "Ngapain manggil?" tanya Mahesa kemudian. Selina yang ditatap Mahesa seperti jelas salah tingkah, sama seperti kebanyakan cewek lainnya. Selina berdiri tidak tenang sambil bergumam. "Emm ... niatnya mau ngajak makan bareng, kan kemarin lo udah kasih makanan buat gue jadi hari ini ceritanya gantian," kata Selina menjelaskan. Melihat Mahesa yang diam saja membuat Selina sedikit tertawa cengengesan agar tidak canggung. "Gimana? Mau enggak?" tanya Selina. "Boleh, tapi gue yang traktir." Seketika kedua bola mata Selina membulat. "Janganlah! Kan kemarin udah. Sekarang gantian dong. Niat awalnya kan gitu," protes Selina membuat Mahesa tertawa. Lihat saja betapa lucunya wajah Selina saat sedang kesal? "Yaudah lo yang bayarin minum gue yang bayarin makan gimana?" Mahesa memberi saran. "Tapi ...." "Kalau nggak mau, nggak jadi. Biar gue makan bareng temen-temen gue aja ya?" "Eh jangan!" Selina dengan cepat mencegah Mahesa. "Iya deh iya, mau," putusnya kemudian dengan sangat amat terpaksa. "Gitu dong, ayo ibu negara," Mahesa sengaja menggoda membuat Selina kembali marah-marah kesal, tapi lucu. Mahesa dan Selina lalu berjalan beriringan menuju kantin. Selama menyusuri koridor juga banyak mata yang melihat mereka sambil bertanya-tanya. Para murid cewek apalagi, mereka sangat ingin ada di posisi Selina. Setelah Anggi yang bisa jadi bagian dari Titan karena pacaran dengan Laskar, sekarang Selina pula yang dekat dengan ketuanya. Titan itu kumpulan yang paling terkenal jadi tak sedikit yang ingin numpang famous dan cari nama di kumpulan tersebut. Mereka pikir jika nama Selina yang tidak terlalu terdengar saja bisa seviral ini setelah dekat Mahesa, bagaimana dengan mereka yang lainnya, bukan? Keduanya telah sampai di kantin. Mahesa memperlakukan Selina dengan sangat baik. Mahesa juga menarikan kursi untuk Selina. Rasanya Selina ingin teriak tapi tidak lucu juga. Jadinya Selina hanya senyum-senyum dengan harapan semoga pipinya tidak memerah. Sampai detik ini Selina berpikir, mana Mahesa yang seram, kejam, brutal, dan s***s itu? Yang Selina temui malah Mahesa yang manis. Keduanya lalu duduk berhadapan hadapan. "Mau pesan apa? Biar gue yang beli," kata Mahesa. "Yakin lo beli sendiri? Nggak mau gue bantuin gitu?" tanya Selina. Mahesa menggeleng. "Nggak perlu, gue bisa sendiri." Cowok itu lalu melirik panjangnya antrian di tiap stand penjual makanan. "Nanti lo cape berdiri nungguin. Kalau gue yang beli, gue bisa langsung dapat antrian paling depan," lanjutnya. Selina sedikit tersenyum. "Pasti karena pada takut ya sama lo? Mangkanya pas tau ada lo mau beli, semua langsung nyingkir dan beri lo jalan. Iya kan?" "Yoi! Sesekali memanfaatkan kedudukan. Biar Selina nggak kelaparan." "Ish! Nyebelin!" umpat Selina. Mahesa lalu tertawa sambil kembali berdiri. "Jadi mau pesan apa?" tanyanya. Selina berpikir sebentar, dia juga bingung sih mau pesan apa. "Samain aja deh sama lo, gue bingung," ucapnya jujur. "Oke, gue samain ya? Kalau minum?" Selina seketika teringat dan langsung tepuk jidat. Buru-buru Selina mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dari kantong kemejanya. Diberikannya uang itu kepada Mahesa. "Kalau minum gue pesen jus jambu aja," kata Selina. "Kalau lo terserah mau pesen apa, pesen aja." Mahesa tidak menolak uang Selina. Mahesa menerimanya. "Siap, pesanan segera datang. Tunggu ya?" Selina mengangguk dan tertawa pelan. "Iyaaa udah sana," usirnya. Saat Mahesa mulai melangkah pergi, sedetik pun Selina tidak mengalihkan pandangannya dari cowok itu. Selina akui jika Mahesa itu nakal, berandalan, tapi di balik itu, sifat Mahesa lebih baik dari laki-laki lainnya. Mahesa memperlakukan seorang perempuan dengan sangat sopan. Tidak seperti kebanyakan lelaki yang Selina kenal. Mereka lebih mencari kesempatan. Selina juga ingin membuktikan perkataan Anggi, jika Mahesa itu sama seperti Laskar. Mereka akan bertindak jika hanya merasa terancam. Sudah mirip predator. Namun, jika suasana hati serta sekitar tenang, maka Mahesa juga akan ikut tenang. Selina sendiri mendengar cerita dari Anggi yang sudah lumayan lama dekat dengan Mahesa, serta tentang cerita pribadi Anggi saat dengan Laskar. Semua Anggi ceritakan tentang bagaimana mereka memperlakukan perempuan layaknya ratu. Benar saja, karena kedudukannya. Tidak perlu menunggu lama, Mahesa sudah kembali dengan nampan yang berisikan makanan mereka. Mahesa berlaga layaknya waiter kafe. Menyajikan makanan dengan gaya seperti pelayan kepada Selina. Bagaimana Selina tidak tertawa melihatnya begitu juga dengan Mahesa yang ikut tertawa karena Selina tertawa. "Cocok banget lo jadi pelayan," ujar Selina bercanda. Mahesa membalasnya dengan tawa. Entah sudah berapa banyak tawa yang kali ini keluar dari cowok sedingin Mahesa. "Makan yang kenyang Lin, kasihan gue lihat badan lo yang kecil itu," kata Mahesa jujur. Selina berdecak tapi tidak membalas dengan ucapan. Selina mulai makan dengan lahap. Mahesa memesankan gadis itu nasi soto legendaris sekolah. Rasa yang katanya tidak pernah berubah dari tahun ke tahun yang membuat murid-murid Garuda jadi menyukai soto tersebut. Rasanya segar tidak membuat cepat bosan meski memakannya setiap hari. Melihat Selina makan dengan lahap seperti itu sampai tidak ingat dunia. Mahesa iseng mengeluarkan ponselnya. Tidak tau kenapa tangan Mahesa rasanya gatel ingin sekali menjepret wajah Selina. Langsung saja Mahesa menempatkan kameranya. Cekrek! Sekali jepretan Mahesa akhirnya punya foto Selina. Sepertinya Mahesa ketagihan. Seperti tidak puas jika hanya satu foto. Mahesa kembali menjepret beberapa foto lainnya. Ada yang saat Selina minum, mengajaknya ngobrol, dan masih banyak lagi. Sepertinya kesukaan Mahesa bertambah satu lagi. Memfoto Selina diam-diam. "Uhhh kenyang banget," Selina menegakkan badannya. Perut gadis itu terasa sangat begah. "Eh, kok makanan lo masih utuh, Sa?" tanya Selina saat melihat mangkuk Mahesa yang penuh bahkan sepertinya belum tersentuh. "Gue nggak lapar," katanya dengan begitu enteng. "Ih kok gitu sih? Kemarin aja gue nggak laper lo maksa gue makan. Sekarang? Lo malah nggak makan. Kalau lo sakit gimana?" "Sakit apa? Gue nggak makan sehari aja nggak bakal kenapa-kenapa, Lin. Udah jangan lebay. Mending itu jus lo habisin deh," kata Mahesa menunjuk minuman Selina dengan dagunya. "Emang lo beneran nggak laper apa?" "Enggak Lin, asal lo tau aja makan gue tuh dikit. Biasanya satu satu porsi nasi bungkus warung aja gue makan berdua sama Laskar." "Iya kah?" Selina tidak percaya. Bagaimana bisa Mahesa makan sedikit itu. Dia kan cowok dan yang dari Selina tau, cowok itu makannya banyak. "Tanya Laskar aja kalau nggak percaya gue kalau makan seberapa." "Lo diet ya?" tebak Selina. Mahesa tentu saja tertawa. "Ngada-ngada. Enggaklah, ngapain diet segala? Nggak sehat. Udah ditakdirkan punya badan segini ngapain harus diet. Syukuri aja, lebih fokus ke pola makan." Melihat dari cara Mahesa bicara, Selina semakin yakin jika cowok itu pintar sebenarnya. Selina akan membuktikan hal itu. "Emm ... soal Mama lo gimana? Lo udah dapat kerjaan? Atau mau gue temenin cari lagi?" tanya Selina. "Sudah ada kok, gue jadi pelayan di salah satu restoran. Saudaranya Laskar yang punya," jawab Mahesa. Refleksi Selina tertawa. "Pantesan, berarti tadi mendalami peran dong ya ceritanya?" "Yaaa ... bisa jadi." "Lucu amat temen cowok gue." Mahesa menatap Selina mengintimidasi. "Jadi cuma dianggap temen doang nih gue?" "Ish apaan sih, Sa!" "Lah kenapa? Gue kan cuma tanya? Salah emang?" "Ihh tau ah!" Selina menjauhkan wajahnya. "Dih kok merah mukanya? Kenapa sih? Udaranya panas ya?" Mahesa malah semakin menggoda. Selina kini benar-benar merutuki kata-kata yang dia ucapkan. "Lin, kelas yuk sebentar lagi bel," ujar Mahesa menyadarkan Selina. Secara spontan juga Selina melihat jam tangannya. "Iya bentaran lagi, bel. Yaudah ayo ke kelas." Mahesa berdiri dari duduknya. Cowok itu menunggu Selina sampai siap. Setelahnya mereka berdua kembali berjalan beriringan sampai di depan kelas Selina. Para pasang mata yang melihatnya pun semakin merasa keheranan dengan couple itu. Di depan kelas. Sebelum Selina masuk, Mahesa masih sempat-sempatnya untuk mengacak rambut Selina karena gemas yang membuat kaum hawa yang melihatnya memekik iri. "Sa, ish jangan gini malu tau!" "Nggak pa-pa, kenapa harus malu coba?" "Tau ah!" Mahesa tertawa pelan. "Yaudah sana gih masuk kelas. Nanti pulang sekolah bareng gue mau nggak?" "Eh nggak usah!" tolak Selina cepat. "Kenapa? Kan enak hemat ongkos juga, daripada naik angkot panas kan? Mending motoran bareng gue seger," kata Mahesa. Ada benarnya juga sih. Hanya saja Selina tidak enak terus merepotkan. "Jangan deh, gue bisa pulang sendiri kok." "Yakin? Cewek-cewek lain aja rebutan loh buat bisa bareng gue. Masa lo yang sudah punya kesempatan di depan mata malah nolak sih?" "Apaan sih dasar peres. Usah gue bisa pulang sendiri. Oh ya, mana kembaliannya jus tadi?" Seketika tawa Mahesa pecah. Jujur dia lupa, Mahesa juga terkejut karena Selina dengan terang-terangan menagih. Secara biasanya cewek kan malu-malu. Sepertinya itu semua tidak berlaku untuk Selina. Segera Mahesa mengeluarkan uang pecahan tiga pilih ribu kepada Selina. "Jusnya tadi sepuluh ribuan," kata Mahesa. Selina mengangguk sambil mengambil alih uangnya. "Iya tau kok, orang gue dari kelas satu udah sering beli." "Cuma mengingatkan, barang kali lupa kan? Secara gue jarang banget lihat lo di kantin akhir-akhir ini." "Iya males aja. Biasanya nitip sama Anggi Gisel kok." Mahesa mengangguk paham. "Kirain." "Eh yaudah sana malah keenakan ngobrol." Mahesa tertawa. "Iya, habisnya seru ngobrol sama lo, asik, nyambung juga. Jadi gue seneng kalau lama-lama sama lo." "Halah, bisa aja. Udah ya gue masuk kelas sulu. Bye!" Mahesa membalas lambaian tangan Selina tidak lupa dengan senyumnya. "Bye." Setelah melihat Selina benar-benar masuk dan duduk pada kursinya, Mahesa segera pergi. Mahesa bingung, kenapa tidak dari dulu saja Mahesa bertemu dengan Selina. Hanya dengan Selina, Mahesa merasa nyaman. Gadis itu bisa mengimbangi Mahesa. Lama rasanya Mahesa tidak banyak tertawa. Hanya Selina yang berhasil membuat tawa di wajah Mahesa yang sempat hilang jadi kembali hadir. Saat telah sampai di dalam kelasnya sendiri. Mahesa langsung duduk tanpa memperdulikan teman-temannya. Setelah itu yang Mahesa lakukan adalah membuka ponsel. Cowok itu melihat kembali foto-foto Selina. Posisinya yang ada di pojok, ditambah lagi dengan bersandar tembok berhasil membuat keempat temanya bertanya ada apa dengan Mahesa. Jarang sekali mereka lihat Mahesa senyum-senyum sendiri dengan ponsel. Hingga kebingungan mereka akhirnya terjawab. Saat sebuah postingan secara bersamaan muncul di feed akun sosial media mereka masing-masing. Seketika karena postingan itu. SMA Garuda gempar. Bagaimana mau tidak gempar, di sana Mahesa untuk pertama kalinya setelah seribu purnama menghilang, akhirnya memposting suatu yang berhasil membuat gonjang-ganjing. Apa itu? Foto candid Selina. Mau tau dengan caption apa? Bunga mawar merah. Seketika, tidak butuh waktu lama. ** Mahesa langsung diserbu komenan netizen. Ada yang mendukung dan tidak sedikit juga yang malah mengumpat tidak terima segala macam. Hanya dalam waktu sepuluh menit. Sudah ada seribu komentar yang masuk. Nah, bayangkan saja. Ngelag-ngelag dah tuh hp Mahesa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD