Pihak HRD benar-benar merasa tidak tenang. Ia bahkan saling menatap muka satu sama lainnya berharap tidak kena amarah sang direktur utama itu.
Setelah pihak HRD memberikan surat lamaran Keyla, Pak Hendra pun langsung menerima dan segera mengeceknya. Setelah dicek, ternyata isi surat lamaran dari Keyla telah memenuhi syarat untuk bisa masuk ke dalam perusahaan itu. Apalagi Keyla seorang sarjana ekonomi, dan hal ini sangat dibutuhkan oleh Pak Hendra untuk mengelola keuangan di perusahaannya.
Ia berniat untuk memposisikan Keyla di bagaian bendahara. Mengingat kejadian tadi, Pak Hendra sudah mulai tidak percaya dengan bendahara yang saat ini masih bekerja di perusahaannya itu. Karena semenjak Shanty menjabat sebagai bendahara di perusahaan itu, jumlah data pendapatannya tidak pernah stabil.
"Kamu tadi menangis kenapa? Apa karena karyawanku kurang sopan? Atau bagaimana?" tanya Pak Hendra kepada Keyla sembari mengecek-ngecek surat lamarannya.
Mendengar hal itu, beberapa pihak HRD yang ada di ruangan pun terkejut atas ucapannya pak Hendra. Akan tetapi, Keyla tidak mau hal itu di perpanjang, sehingga ia langsung berkata dengan sopan kalau ia menangis bukan karena pihak HRD, melainkan karena sangat sedih belum mendapatkan pekerjaan.
"Oh tidak pak, saya menangis bukan karena itu. Saya menangis karena ... seharian ini saya melamar di tiga perusahaan, tapi ternyata tidak satupun yang mau menerima saya, sementara saya sangat membutuhkan uang untuk biaya rumah sakit dan pengobatan ayah saya. Mungkin ini terlihat norak, tapi saya benar-benar sedang kecewa saat ini pak. Makanya saya curahkan dengan menangis biar plong," kata Keyla. Ia pun mulai menundukkan kepalanya lagi dan sembari terisak-isak kembali, namun masih bisa berbicara dengan jelas.
"Oh, gitu ya, kalau sekarang kamu diterima, kamu bakalan kecewa lagi tidak?" kata Pak Hendra dengan serius.
Seketika Keyla terkejut mendengar ucapan dari Pak Hendra, ia benar-benar tercengang dan kaku untuk berkata-kata lagi. Keyla merasa senang sekali sampai-sampai ia rasanya dag dig dug tidak karuan.
"Maksud bapak, saya diterima di perusahaan ini?" tanya Keyla tercengang.
"Tepatnya seperti itu." Pak Hendra berharap ini lah kesempatan Keyla untuk membuktikan jika keuangan perusahaannya memang sedang bermasalah.
Betapa senangnya Keyla, ternyata akhirnya ia diterima juga di Perusahaan itu. Bahkan diterima langsung oleh pemilik perusahaannya.
"Alhamdulillah, akhirnya aku bisa bekerja juga," kata Keyla dengan mata yang berbinar-binar. "Terimakasih banyak ya pak, terima kasih banyak."
Keyla terus-terusan mengucapkan rasa terima kasihnya kepada pak Hendra. Raut wajahnya begitu sumringah seakan terpancar rasa kebahagiaannya karena sudah mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Baiklah, mulai besok kamu bisa mulai bekerja di perusahaan ini. Nanti ada asisten saya yang akan mengajari kamu dan memberitahu apa yang seharusnya kamu lakukan di perusahaan ini. Tapi ingat, kamu harus jujur dan rajin jika kamu memang benar-benar ingin bekerja di perusahaan saya. Apa kamu siap dengan segala konsekwensinya, Keyla?" kata pak Hendra tersenyum manis.
"Baik Pak, tentu saja saya pasti akan selalu siap," ucap Keyla sumringah.
Dengan rasa hormat, Keyla pun pamit kepada pak Hendra dan seluruh pihak HRD yang berada di ruangan tersebut. Ia berjanji akan bekerja dengan sebaik mungkin demi kepercayaan pak Hendra dan juga demi menyelamatkan perekonomian keluarganya.
***
Ketika sampai di rumah sakit, Keyla langsung menemui ayahnya yang masih terbaring lemah dengan memakai selang infus di tangannya. Ia langsung duduk di dekat ayahnya dengan berurai air mata. Hal ini membuat kakak iparnya Keyla yang bernama Zanna Restiana keheranan. Sebab, ia tidak pernah melihat Keyla menangis seperti itu dihadapannya. Perempuan yang berusia 32 tahun itu adalah Istri dari Deni Ruslan, kakak kandungnya Keyla.
Keyla sering memanggil kakak iparnya itu dengan panggilan Kak Ana. Bahkan kasih sayang yang diberikan oleh kak Ana sangat tulus. Mereka juga saling bantu-membantu dalam urusan pekerjaan yang ada di rumah.
"Kamu kenapa, Key? Apa ada sesuatu yang membuat kamu begini?" tanya Ana kepada adik iparnya itu.
"Iya, Kak. Saat ini perasaanku sedang tidak menentu. Rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya pada dunia, kalau aku sedang bahagia karena sudah mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan besar," kata Keyla sembari mengusap air matanya. Gadis itu terlihat sangat antusias ketika memberi kabar kepada Ana atas apa yang sudah ia dapatkan saat ini.
"Benarkah?" kata Ana sumringah. "Perusahaan yang mana?"
"Iya Kak, dan mulai besok aku langsung bisa bekerja di perusahaan Furniture Cirebon Center. Kakak pasti tahu kan perusahaan yang terkenal itu, nah mulai besok aku akan jadi karyawannya," kata Keyla dengan mata yang berbinar-binar.
"Wah, selamat ya, kakak ikut senang. Mudah-mudahan ini jalan satu-satunya untuk bangkit dari perekonomian kita dan membantu melunasi biaya perawatannya ayah," kata Ana tersenyum manis.
"Iya, Kak. Aku janji, aku akan memperbaiki perekonomian kita agar tidak terlalu menderita," kata Keyla dengan penuh semangat.
"Bukan kamu saja, kakak juga akan bantu keluarga semampu yang kakak bisa. Selama kita berusaha, pasti kita akan mendapatkannya. Dan jangan lupa untuk banyak bersyukur," kata Ana tersenyum lebar.
"Siap, Kak. Kalau soal bersyukur, itu sih nomor satu," ucap Keyla terkekeh-kekeh.
Dan tidak lama kemudian, kakak kandungnya Keyla datang bersama putra kesayangannya. Mereka berdua terlihat bahagia, apalagi dibarengi dengan beberapa kantong yang berisi makanan dan minuman.
"Ya ampun, anak mama darimana saja? Jam segini baru pulang?" tanya Ana kepada anak semata wayangnya.
"Habis keliling toko dulu, Ma," jawab Diandra Alvaro. Anak kecil itu terlihat girang sekali. Ia bahkan memamerkan mainan barunya dihadapan mamanya. Otomatis, hal ini langsung diledek oleh Keyla, karena sudah menjadi kebiasaan mereka selalu membuat humor walau dalam keadaan apapun.
"Kak, kamu dapat uang darimana sampai-sampai belanjanya sebanyak ini? Di bengkel lagi ramai kah?" tanya Keyla.
"Tidak kok, waktu kakak jemput Andra sekolah, ada mobil yang sedang mogok, jadi kakak bantuin lah. Pas udah selesai, eh pemilik mobil itu ngasih uang banyak banget. Awalnya kakak gak mau, tapi dia maksa dan malah ngasih uangnya ke tangan Andra, jadi mau tidak mau ya kakak harus terima," ujar Deni dengan santainya.
"Itu sebabnya kalian belanja sebanyak ini?" tanya Ana menyunggingkan bibirnya.
"Iya, malah uangnya masih tersisa nih," kata Deni lagi sembari mengeluarkan beberapa uang yang ada di dalam sakunya.
"Alhamdulillah, mudah-mudahan pemilik mobil itu panjang umur dan banyak rezekinya," kata Ana tersenyum manis.
Ketika sedang asyik-asyiknya mengobrol, tiba-tiba saja pak Burhan tampak sadarkan diri. Otomatis hal ini membuat mereka tampak kaget dan tidak percaya kalau pak Burhan sudah siuman.
"Ayah!" teriak mereka terkejut. Mereka langsung menghampiri pak Burhan dengan senang.
Bersambung