Pecah

1042 Words
               “Kamu kan yang melapor ke mama?” Baru saja Rika pergi, Raja sudah menarik Ratu untuk berbicara berdua dengannya. Di kepala Raja sekarang Ratu lah yang membuat Rika datang dan  membuat Raina semakin buruk di mata orang tuanya tersebut, padahal Raja membawa Raina ke rumahnya karena tidak mau Raina di ganggu di apartement tempatnya tinggal kemarin.                “Bisa gak sih gak usah nyari ribut mulu? Emang aku sekurang kerjaan apa sampai harus ngelapor ke mama?!” Balas Ratu dengan nada yang tak kalah keras.                “Aku tahu seberapa kamu gak suka nya sama Raina, aku tahu jelas itu, tapi bisa gak sih kamu ngerti sedikit aja! Sedikit aja setidaknya sampai aku nemu tempat yang aman buat Raina dan Bayi nya!” Bentak Raja.                “Loh?! Untuk apa aku ngertiin kalian?! Untuk apa? Siapa Raina yang harus aku ngertiin? Apa juga untungnya buat aku? Kamu bilang kamu mau nyari tempat yang aman untuk Raina, loh? Kamu kira di sini aman untuk dia? Enggak! Sejak kapan rumah ini jadi aman? C’mon Ja! My home is a safe place for me, not for the others. Kalau Raina mau tenang, kalau Raina mau bahagia, sekarang juga suruh dia angkat kaki dari sini!” Emosi Ratu semakin terpancing seiring dengan Raja yang juga semakin menyebalkan di matanya.                “Aku kira setelah semua yang terjadi dengan kamu akhir-akhir ini kamu bakal berubah! Setidaknya kamu berubah menjadi pribadi yang sadar diri, setidaknya sifat jahat kamu bisa berubah, Ternyata kamu masih sama, egosimu belum berubah sama sekali. Kamu masih jadi orang yang tidak punya hati nurani sama sekali, kamu pikir apa yang bikin satu per satu orang di dekat kamu ninggalin kamu? Karena sifat kamu, karena diri kamu yang tidak pernah menyenangkan di mata orang-orang! You are an annoying person I’ve meet. Gak ada orang yang se sial dan semenyebalkan diri kamu.” Ratu tersentak begitu mendengar kalimat Raja barusan, ia tidak pernah menyangka bahwa Raja akan mengucapkan hal semenyakitkan itu kepada dirinya. Ratu menelan salivanya kuat-kuat, kemudian berjalan menjauh dari Raja. Tidak pernah ia mendengar hal semenyakitkan itu sebelumnya. Ratu tidak menangis walau hatinya sakit, Ratu juga tidak menahannya, Ratu hanya terus memikirkan setiap kata yang Raja ucapkan barusan.                Setelah Ratu pergi dari hadapannya, Raja tiba-tiba di serang dengan rasa bersalah yang berkali-kali lipat dari sebelumnya, ia menyesali setiap kata yang baru saja ia ucapkan, ia menyesal telah mengatakan hal itu kepada Ratu, ia terlalu terbawa emosi sampai tidak bisa menahan setiap ucapan yang keluar dari mulutnya. Sementara itu, Raina yang lagi-lagi tahu tentang pertengkaran mereka tentu saja merasa senang, semakin sering Raja dan Ratu bertengkar maka semakin yakin pula Raina tentang perceraian mereka berdua.                “Mas…” Raina menghampiri Raja begitu Ratu pergi namun Raja tak merespon sama sekali, ia hanya masih menatap lurus ke depan dengan sejuta rasa bersalahnya kepada istrinya itu.                “Aku capek denger mas sama mbak bertengkar terus. Lucu banget suami istri masa bertengkar begitu? Mas sama mbak mending cerai aja deh, lebih baik buat diri masing-masing, gak berantem melulu seperti ini. Lagian kan mas juga gak cinta sama mbak Ratu, mbak Ratu juga gak cinta sama mas Raja, ngapain masih mempertahankan pernikahan Cuma karena status? Menikah itu untuk bahagia mas, bukan untuk bertengkar terus seperti mas dan mbak Ratu.” Ucapan Raina bukannya membuat Raja tenang malah membuat pikiran Raja semakin kacau, tanpa mengucapkan apa-apa, Raja langsung meninggalkan Raina, ia tidak bisa berbasa-basi sedikit dengan wanita itu di saat pikirannya sedang kacau-kacau nya. Melihat Raja meninggalkannya tanpa sepatah kata apapun, membuat Raina kesal sendiri, ia tidak pernah merasa benci kepada orang lain seperti ia membenci Ratu saat ini. *****                “Kenapa neng? Diem aja lo dari tadi.” Sarah yang baru tiba di rumah Ratu begitu Ratu pulang bekerja membuat Ratu seketika menggeleng, ia tidak tahu kenapa dirinya seperti itu semenjak kejadian semalam.                “Apaan? Lagi capek aja.” Balas Ratu, berbohong tentunya. Mana mungkin seorang Ratu Elisha Hartawan si penggila kerja bisa kelelahan di saat dirinya saja adalah seorang maniak kerja, andai saja tidak di paksa pulang oleh Kevin mungkin ia bisa saja berada di kantor semalaman penuh bahkan kalau bisa ia tidak akan pulang-pulang.                “Ya lagian ngantor kok sampai jam 2 malam, ngalahin kupu-kupu malam aja lo.”                “Daripada di rumah doang, gabut gue mending di kantor.” Jawabnya. Ratu menarik selimut kemudian merebahkan badannya di samping Sarah. Badannya tidak lelah hanya saja entah kenapa ia merasa ingin memejamkan mata lama-lama.                “Lo abis berantem lagi ya sama Raja?” Tebak Sarah.                “Sejak kapan sih gua pernah damai sama dia?”                “I mean, dia nyakitin lu? Kenapa lo kayak aneh banget?” Ratu menarik napas dalam-dalam sebelum beranjak dari tempatnya, ia tidak suka percakapan yang menyangkut tentang Raja, ia benci mendengar nama pria itu. Buru-buru Ratu beranjak dari tempatnya, berjalan menuju lantai bawah untuk menenangkan dirinya sendiri, akhir-akhir ini ia begitu kacau, tubuhnya memang tidak lelah tetapi jiwa nya yang merasakan hal itu.                Ratu berjalan menyusuri sudut demi sudut rumahnya, melihat apakah masih ada tanda-tanda kehidupan di sana. Namun ternyata keadaan rumah sudah sangat sepi, tidak ada lagi orang yang mondar mandir menjalankan tugasnya. Dengan penuh rasa malas, Ratu berjalan menuju lemari penyimpanan cemilannya guna untuk mengambil beberapa cemilan yang akan ia makan sembari menonton drama korea kesukaannya, namun Ratu cukup terkejut seluruh cemilan miliknya lenyap begitu saja di gantikan dengan banyak cemilan yang tidak satupun ada yang Ratu suka, ayolah orang gila mana yang membuang banyak makanan milik tuan rumahnya? Buru—buru Ratu memencet telepon yang akan menghubungkannya dengan para pekerja di rumah itu, dan segera seseorang datang menghampirinya.                “Malam nyonya.” Ucapnya dengan penuh rasa sopan.                “Siapa yang buang semua cemilan yang baru aku beli? Ini se lemari loh bisa-bisanya gak satupun ada cemilan aku? Udah gila apa? Siapa yang buang cemilannya?!” Ucap Ratu dengan geram.                “Maaf nyonya, dari yang saya lihat cemilan nyonya tidak di buang, hanya saja Raina dan tuan Raja tadi membeli banyak cemilan terus Lilis di minta untuk bersihin lemari ini di gantikan sama cemilan punya Raina, cemilan nyonya masih ada di ruang penyimpanan makanan, mau saya ambilkan nyonya?” Ucap wanita paruh baya itu takut-takut, bahkan tanpa bersuara pun Ratu sudah menyeramkan di mata mereka.                “Gak usah, kamu tidur aja.” Balas Ratu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD