Medicine

1090 Words
Ratu terbangun dari tidur dan mendapati dirinya nyaris bertelanjang bulat andai saja tidak ada selimut yang menutupi tubuhnya. Ia menatap pantulan dirinya pada cermin lebar yang ada di depannya, Ratu meringis melihat bagaimana dirinya yang nampak begitu acak-acakan dengan berbagai macam tanda kemerahan di leher dan juga dadanya, bagaimana mungkin ia bisa keluar rumah dengan kondisi seperti itu. ia melirik ke samping dan mendapati Raja sedang tidak berada di sana, Raja berada di toilet, Ratu tahu sebab baru saja suara gemericik air dari kamar mandi berhenti secara tiba-tiba, dan benar saja tidak lama setelah itu Raja keluar dari kamar mandi dengan sebuah balutan handuk tipis yang hanya menutupi setengah dari paha nya saja. Pria itu nampak jauh lebih segar di banding kemarin-kemarin. “Morning.” Ucapnya dengan santai, ia seperti tidak peduli dengan Ratu yang menatapnya dengan kaget. “Kok kamu mandi sih?!” Tanya Ratu. “Kenapa? Mau mandi bareng kah? Aku bisa mandi dua kali kalau kamu mau, yuk?” Ucapnya tanpa rasa bersalah. Tidal-tidak bukan karena Ratu mau mandi bersama, Ratu hanya kaget sebab semalam Raja masih sakit. “Gila. Kok kamu mandi? Bukannya kamu lagi sakit?” “Udah sembuh.” “Kok bisa?” “Kamu jago main soalnya, besok-besok kalau aku sakit, kita having s*x aja kali ya? Hahah!” Raja tertawa lepas terlebih ketika ia melihat ekspresi Ratu yang nampak kesal. Wanita itu mengambil handuk yang dilemparkan oleh Raja barusan, Ratu kemudian berjalan menuju kamar mandi, dengan balutan handuk tipis di badannya, sembari berjalan Ratu menguncir rambutnya, namun sayang hal itu membuatnya terlihat jauh lebih menggoda di mata Raja, terlebih ketika Raja melihat bekas kemerahan akibat perbuatannya semalam, dengan cepat Raja kembali menarik tangan Ratu, mendorong wanita itu hingga terjatuh di atas kasur. “Kamu ini kenapa sih?!” ucapnya marah. Ia berusaha bangkit dari tempat tidur, namun kedua tangannya sudah di kunci habis oleh Raja. Pria itu bahkan sudah mulai menindihnya, membuat Ratu tidak bisa bergerak sedikit pun. “aku lagi gak pengen! Ini kalau kamu maksa, aku bisa laporin kamu atas dasar pemerkosaan.” Ucapnya sembari berusaha kabur dari jeratan sang suami, namun mendengar Ratu berkata seperti itu justru semakin membuat Raja bersemangat untuk menaklukan Ratu. Raja tidak peduli ocehan-ocehan Ratu hingga ocehan itu berubah menjadi desahan yang membuat Raja merasa menang atas Ratu. **** Ratu melempar tas nya begitu ia masuk ke dalam kamar “Gua having s*x sama Raja, dua kali.” “Hah?! LO HAVING s*x SAMA RAJA? KOK BISA? LO SADAR?” Lagi-lagi Sarah di buat kebingungan oleh Ratu, sepulang dari apartement Raja, Ratu langsung menemui Sarah dan mendapati wanita itu sedang berada di sana menonton acara televisi kesukaannya. “Gak tau deh gue, udah lo diem deh gue mau tidur.” Ratu menjatuhkan badannya di sebelah Sarah, menutup dirinya dengan selimut. Akhir-akhir ini memang Ratu hampir setiap hari membicarakan Raja, tidak ke arah yang negatif, makanya Sarah menjadi curiga sendiri, apa Ratu sudah membuka hati kepada pria itu? mengingat hanya Raja yang selalu ada untuk Ratu bahkan ketika Ratu berada di titik terendahnya sekalipun. Sarah sedikit bersyukur, walau tak secara langsung intinya Ratu memang terlihat melunak kepada suaminya sendiri, sudah tak seperti dulu, lagi. Di saat Ratu sedang tenggelam dalam mimpinya, teleponnya sejak tadi berbunyi. Sarah sudah berulang kali membangunkan Ratu namun wanita itu begitu lelap dalam mimpinya, Sarah membaca nama seseorang yang terus menelepon Ratu, tidak di simpan, namun dengan lancang Sarah memeriksa ponsel sahabatnya itu, membaca riwayat pesan dari nomor tadi, lalu Sarah mendapat fakta bahwa sudah tujuh tahun dan Ratu masih berobat di psikiater. Sarah meringis pelan, berusaha memahami apa yang Ratu rasakan, bagaimana beratnya menjadi wanita itu dengan tanpa keluhan sama sekali. Sarah jadi menyadari berarti Ratu telah berbohong kepadanya beberapa tahun belakangan ini, wanita itu pernah mengatakan bahwa dirinya sudah tidak pernah lagi ke psikiater, Ratu benar-benar berkata bahwa ia sudah benar-benar sembuh. Tidak ada yang tahu persis bagaimana Ratu menyembunyikan traumanya atas sebuah janji entah itu janji pernikahan, atau janji-janji lain yang melibatkan orang lain. Selama ini Ratu hanya berkata bahwa ia tidak lagi percaya kepada siapapun itu, hanya saja selama ini Ratu hanya mengubah sikapnya, dari yang awalnya seorang gadis manis, berubah seratus delapan puluh derajat, dari yang berwarna, menjadi abu-abu dan tak lagi terbaca. Ya, Ratu selama ini membentengi dirinya, bahkan ke Sarah sekalipun. Sarah memaklumi apabila Ratu tidak mau banyak bercerita, namun di saat yang sama Sarah juga merasa gagal menjadi teman terlebih ketika tahu Ratu sempat berbohong kepadanya, Sarah jadi berpikir untuk apa Ratu menutupi semuanya kepada Sarah? Kenapa Ratu enggan memberitahu Sarah tentang semua yang ia rasakan? Sarah menatap wajah teduh milik sahabatnya, wajah angkuh itu pasti sedang menyembunyikan topeng kesedihannya, ia hanya enggan berbagi, ia terlalu keras kepada dirinya sendiri. ***** Setelah menurunkan Ratu di rumah, Raja langsung berangkat lagi menuju kantornya, sudah hampir sepekan ia meninggalkan pekerjaannya, dan sudah tidak ada waktu lagi untuk berleha-leha, menikmati hidup. Raja menyadari bahwa orang-orang seketika menatapnya begitu ia menginjakan kaki di kantor, ya tidak heran, memang biasanya mata mereka akan tertuju kepada Raja begitu Raja lewat, namun kali ini berbeda, mereka tidak hanya menatap Raja sekilas, namun mereka menatap Raja cukup lama. “Ada yang salah dengan penampilan saya hari ini?” Tanya Raja kepada Afika begitu mereka sudah berada di dalam lift menuju ruangan Raja. “Ya penampilan bapak sih tidak ada, Cuma…” “Cuma apa?” “Ada kiss mark di leher bapak.” Ucap Afika sembari menunjuk tanda kemerahan di leher pria itu. Raja mendesis pelan bagaimana mungkin Ratu tega membuat kissmark di area itu tanpa ia sadari? “Mau saya bantu tutup pakai concealer pak?” Tanya Afika. “Yasudah.” Balas Raja. Ia cukup malu kepada Afika, ya biar bagaimanapun juga Raja selama ini terkenal sebagai sosok yang berwibawa, mungkin tidak masalah jika ia berhubungan seks dengan seseorang, namun meninggalkan jejak seperti ini dan harus merepotkan Afika karena urusan pribadinya, bukan kebiasaan dari Raja. “Raina, si anak magang beberapa hari terakhir ini selalu datang nyari bapak. Saya tanya ada urusan apa, dia gak pernah jawab. Tapi dari hari kedua bapak sakit sampai kemarin dia datang terus nyari bapak. Kalau boleh tahu ada urusan apa ya pak? Kalau urusan pekerjaan biar saya yang handle.” Sebagai seorang sekretaris dengan jobdesk yang banyak, membuat Afika sibuk sendiri selama Raja sakit, ia harus menghandle banyak client selama Raja sakit, dengan kedatangan Raina yang bisa sampai tiga kali sehari membuat Afika kesal sendiri. “Tidak ada, itu urusan pribadi, kalau dia datang, suruh dia ketemu saya di jam pulang.” Balas Raja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD