Childfree and you

1059 Words
“Masak apa Rain, hari ini?” Raja nampak bersemangat melihat Raina tengah berkutat di dapur. Mereka jelas nampak terlihat seperti pasangan pengantin baru yang tengah berbunga-bunga. Raina dengan celemek di lehernya, Raja dengan ipad di tangannya. Lucu sekali. Raina menghidangkan masakannya di atas meja, layaknya seorang istri yang sedang melayani suaminya. Dengan telaten, Raina mengambilkan sepiring nasi untuk Raja. Sial, mereka secara sah tengah terang-terangan berselingkuh bukan? “Ayo mas, makan.” Ucap Raina. Raja menyimpan ipad nya, kemudian menyantap makanan yang di buat oleh Raina. “Enak.” Ucap Raja, disertai dengan senyum mengembang di wajahnya. Ia tidak berbohong, masakan Raina memang terasa lezat. Ia sendiri tidak menyangka bahwa gadis itu memiliki kemampuan memasak yang baik. “Beneran enak?” Tanya Raina memastikan, ia tentu saja senang di puji seperti itu oleh Raja, kepercayaan dirinya terasa meningkat walau hanya dengan pujian sederhana seperti itu. “Iya. Saya jarang makan makanan rumahan sih, jadi ini kayaknya makin enak.” Raja tidak berbohong, walaupun di rumahnya ada juru masak yang selalu membuat makanan apapun yang ia inginkan, namun Raja jarang atau bahkan hampir tak pernah sama sekali makan di sana. Bukan karena masakannya tidak enak, melainkan karena hal sederhana, Raja tidak suka makan sendirian, kecuali kepepet. “Oh, mbak Ratu gak pernah masak emang?” Tanya Raina. ia sedikit memancing dari pertanyaan itu, ia hanya ingin tahu seberapa perbandingannya dengan wanita yang masih berstatus sebagai istri dari pria yang ia cintai itu. “Pernah, dia masak kalau lagi mau aja.” Balas Raja. Raina sedikit kecewa mendengar hal itu, padahal andai saja Raja menjawab tidak pernah , pasti Raina akan merasa lebih unggul daripada Ratu. “Ooh gitu.” Balas Raina. Raja tidak tahu, harus menjawab seperti apa, ia memilih untuk menghabiskan makanan di hadapannya saat itu. “Mas malam ini nginap di sini kan?” tanya Raina. Raja mengangguk “Iya.” Raina tersenyum puas mendengar jawaban dari pria itu, mereka sudah lama tidak menghabiskan malam bersama, setidaknya Raina suka jika Raja berada di dalam dekapannya ketika tidur. Setelah makan, Raja beranjak dari sana, ia duduk di ruang tamu sekaligus ruang televisi. Ia menatap kosong televisi di hadapannya. Pikirannya kini tengah melayang-layang entah kemana, sesekali ia menatap keluar gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, sesekali pikirannya beralih memikirkan Ratu, entah kenapa akhir-akhir ini, setiap ia tengah bersama dengan Raina, pikiran Raja malah terfokus ke wanita itu, Ratu seakan-akan selalu memenuhi pikirannya. Padahal sudah setahun terakhir, Raja sudah hampir tak pernah lagi terbayang-bayang akan wanita itu, Raja sudah berhasil mengalihkan dirinya dari Ratu. Namun entah kenapa setelah mengenal Raina, dirinya seringkali kembali ke dirinya yang dulu, yang selalu memikirkan Ratu walau saat sedang bersama Raina. sesekali Raja melirik ponselnya yang sengaja ia letakan di atas meja, sengaja ia letakan di sana untuk berjaga-jaga agar jika Ratu menelepon ia bisa segera mengangkatnya, sejak lama juga nada dering panggilan dari ratu ia set berbeda dengan yang lain, ya tujuannya sederhana agar ia bisa cepat tahu apakah panggilan itu urgent atau tidak. Sementara itu, Raina baru saja membereskan sisa makan malam mereka, lalu barulah ia bergabung dengan Raja untuk menonton acara tv bersama. Sesederhana itu bahagia Raina, ia tidak perlu barang-barang mewah ia hanya perlu waktu berdua dengan Raja sekedar duduk bersama dengan Raja, menonton acara televisi hingga larut malam. Terkesan seperti keluarga bahagia bukan? “Mas.” Panggil Raina. “Mas Raja.” Panggil Raina, lagi. sekali dua kali pria itu di panggil namun tak menyahut, hingga akhirnya Raina, menyikut sedikit perut Raja, barulah yang di panggil akhirnya menengok. “Kenapa? Maaf, saya lagi fokus sama televisi.” Jawab Raja, berbohong. “Mas sama Mbak Ratu udah lama nikah, tapi kok gak punya anak?” Raina memang cukup lancang menanyakan hal se-privasi itu, namun Raina berpikir bahwa menanyakan hal itu tidak ada salahnya toh biar bagaimanapun juga ia merasa hubungannya dengan Raja, sudah lebih jauh dari yang orang lain pikirkan sehingga seharusnya wajar-wajar saja. “Ratu tipikal orang yang mengantuk paham childfree” Balas Raja, singkat. Iya, selain terlihat seperti manusia egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri, Ratu juga selalu mengedepankan logikanya sendiri. Dahulu, sewaktu hubungan keluarganya masih sempurna, Ratu pernah bercita-cita ingin menjadi ibu yang baik seperti apa yang ibunya lakukan, ia juga ingin mempunyai suami yang seperti papa nya jika melihat sikap dan sifat papanya dulu, namun semua itu merubah pandangan Ratu terhadap pernikahan ketika ia di jodohkan dengan Raja, serta trauma pernikahan orang tuanya yang membuatnya menjadi seperti sekarang ini, mungkin dulu Ratu berpikir bahwa traumanya bisa perlahan hilang kalau Ratu menikah dengan Rio, namun semua itu hanya omong kosong belaka, apalagi Rio terbukti mengkhianati Ratu secara terang-terangan. “Terus kamu juga setuju? Enggak kan?! Egois banget gak sih dia mas kalau kayak gitu, ya nikah kan tujuannya buat menyempurnakan agama , seenggaknya dia harus nurut lah sama suaminya, ya seenggaknya dia mau gak mau dia harus bersedia jadi ibu. Aduh aku gak bisa banget nolak kalau kayak gitu mas, apalagi kalau ada anak di rumah kan lucu-lucu gitu ya? Rumah jadi ramai, jadi lebih hidup. Aku kalau nikah sama kamu, aku mau punya anak yang-” “Iya saya setuju sama Ratu. Konsep childfree kan tidak jahat, justru kalau seseorang lebih mendalami konsepnya, saya bersyukur, setidaknya sebelum berbuat, berarti sudah di pikir matang-matang. saya bersyukur dia punya pemikiran seperti itu, dia menolak untuk punya anak karena dia merasa dia belum siap jadi ibu, saya juga demikian Rain, begitu Ratu tidak siap menjadi ibu, saya hargai, dia yang hamil, dia yang akan merasakan sakit-sakitnya jadi ibu. Kalau saya ini apa sih? modal bikin dan ngebiayain hidupnya ya Ratu juga bisa, keputusan terberat memang ada di tangan perempuan dan menurut saya keputusan untuk punya anak atau tidak itu bukan persoalan egois atau tidaknya, punya anak itu bukan tanggungan perseorangan Rain, melainkan, itu tanggungan dua manusia yang sepakat untuk membuat dan melahirkan anak, tanggung jawabnya besar sekali bahkan hingga seumur hidup, mungkin kalau secara finansial kami berdua sudah siap secara matang, tapi kalau tentang mental dan lain-lain kami berdua saja masih tidak bisa mengontrol diri kami masing-masing.” Ucap Raja, yang lagi-lagi sukses membuat Raina merasa kecewa. “Berarti mas, gak mau punya anak?” Tanya nya. “Bukan gak mau, saya mau, hanya saja saya belum siap.” Balas Raja. “Bahkan sama aku?” Tanya Raina, lagi. “Saya saja masih ragu Rain, bisa bareng kamu atau tidak.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD