Perhatian

1133 Words
Raja bersiap untuk berangkat bekerja, ia berjalan menyusuri sudut rumahnya untuk mencari dimana keberadaan Ratu. Namun di saat ia hendak berbelok menuju ruangan baju milik wanita itu, mata Raja tertuju pada sebuah kamar di sudut ruangan, kamar tamu, yang seringkali di tempati oleh Kaisar jika ia menginap di sana, pintunya terbuka, berarti ada seseorang yang tengah menginap di sana. Raja berjalan santai menuju ruangan itu namun di luar ekspektasinya, ia menemukan Ratu tengah tertidur dengan pulas, bersama seorang anak kecil laki-laki yang juga tengah meringkuk di sebelah wanita itu. pemandangan langka yang andai saja bisa, Raja akan masukan ke museum. Raja terdiam cukup lama di tempatnya, memandangi pantulan diri Ratu pada cermin, wanita itu masih memejamkan matanya, deru napasnya terlihat begitu tenang, wajah cantiknya nampak begitu damai, berbeda seratus delapan puluh derajat andai saja ia tengah dalam kesadaran yang penuh. “Why you staring at me like that? Kamu mata-matain aku?” Raja tersentak kaget begitu mendengar Ratu berbicara. Wanita itu kemudian kembali berbicara. “Why you so obsessed with me?” Tanya nya dengan begitu percaya diri. Matanya masih terpejam, tak sekalipun ia membuka matanya, bahkan bergerak pun tidak, ia masih pada posisi yang sama. “Kenapa tidur di sini? Sarah mana? Kenapa Fero gak tidur sama Sarah?” Balas Raja. Tidak, ia bukan cemburu terhadap anak kecil yang tengah terlelap di samping istrinya itu, hanya saja Ratu terlihat aneh apabila mau berbagi tempat dengan anak kecil, mengingat mereka dulu sempat bertengkar di tengah-tengah acara keluarga Raja, hanya karena salah seorang sepupu Raja menaruh bayi nya di kasur mereka hingga meninggalkan bau bayi yang membuat Ratu uring-uringan sendiri. “Di kamar, you know, I don’t like sharing.” Kali ini ia bangun, ia duduk di pinggiran kasur, menatap Raja dengan wajah polosnya. “Di sini ketiduran?” Tanya Raja memastikan, tidak mungkin juga seorang Ratu Elisha Hartawan punya hati nurani untuk menemani seorang anak kecil untuk tidur. Ratu menggeleng “Sengaja sih, mager aja naik lagi.” Balasnya. Ratu berdiri dari tempatnya, kemudian berjalan melewati Raja yang masih berdiri di ambang pintu, Ratu berjalan gontai menuju kamar, melewati ruang ganti bajunya yang sudah hampir tak pernah lagi ia benahi, di dalam sana terdapat banyak barang yang bisa ia jual setidaknya untuk menambah nominal tabungannya. “Apaansih gue gak semiskin itu juga kali.” Doktrinnya pada diri sendiri, tabungan yang semakin menipis dan fakta bahwa ia tak lagi bekerja, juga serta hak waris yang sudah tak di tangannya lagi seaka menampar Ratu. Ia tidak bisa terus-terusan seperti ini. “Queen.” Panggil Raja, pria itu sedikit berlari agar bisa menyamai langkah istrinya. “Hmm?” “Di pakai.” Ucap Raja, ia mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam, tentu atas namanya, lalu di berikan kepada Ratu. “Apaan?! I have my own money, gak usah mancing-mancing deh. Yang semalam aja kamu belum minta maaf, kamu gak boleh gitu tau, kita tinggal di satu atap yang sama, harusnya gak usah nunjukin diri kamu banget kalau kamu punya lebih banyak uang di banding aku sekarang.” Ucap Ratu sembari menggerutu kesal. Tentu saja ia tidak akan lupa apa yang membuatnya begitu kesal semalam penuh, apa lagi melihat Raja kali ini menyodorkan kartu kredit tepat di depan matanya. “Oke, maaf.” Ucap Raja pada akhirnya, tentu saja ia akan mengalah, kalau tidak mereka bisa saja terus berdebat bahkan sampai sore sekalipun. Mengingat istrinya itu adalah tipikal orang yang tidak mau mengalah. “Yaudah.” Ucap Ratu. Ia melanjutkan langkahnya, kali ini ia berjalan menuju dapur, sudah pukul delapan pagi dan perutnya sudah mulai keroncongan, Ratu membuat egg and toast untuk dirinya sendiri, sementara itu Raja yang juga duduk di meja yang sama di depannya ia biarkan begitu saja, prinsip Ratu, selagi masi sehat, berarti ia tidak wajib untuk membuang tenaganya untuk orang lain . “Kamu cuma bikin buat diri kamu sendiri?” Tanya Raja, sebenarnya ia tidak heran melihat sikap acuh dari istrinya itu, bahkan sejak awal menikah bisa di bilang, Ratu hanya pernah memasak untuk Raja dalam hitungan jari. “Bikin aja sendiri.” Jawabnya. Raja menggeleng. “Kamu kan masih sehat. Gak usah di bikinin juga bisa kan? Lagian tuh ada banyak makanan di depan kamu, makan aja kali.” Ucapnya lagi. benar-benar perempuan tidak berperasaan. Tidak mau berlama-lama di sana, Raja kemudian beranjak dari tempatnya, namun sebelum itu ia melempar kartu tadi ke hadapan Ratu. “Today is our anniversary, and this card is a gift for you, jadi tidak usah merasa di rendahkan, card itu punya suami kamu jadi kamu bisa bebas pakai semau kamu.” Ucapnya sebelum benar-benar beranjak dari sana. Ratu kemudian diam selama beberapa saat, mendengar ucapan Raja barusan Ratu segera mengecek kalender di ponselnya, dan ternyata benar, hari itu adalah hari ulang tahun pernikahan mereka, Ratu tidak menyangka bahwa pernikahan tanpa adanya landasan cinta itu ternyata bisa bertahan lebih lama dari yang Ratu perkirakan. “Thanks.” Ucapnya pelan, nyaris tak terdengar. ***** Entah kenapa, perasaan Raja menghangat setiap kali ia mengingat kejadian pagi tadi. Melihat Ratu tidur bersama anak kecil, nampak sangat cocok, Raja jadi membayangkan andai saja mereka punya anak, kira-kira mungkin begitulah gambaran Ratu jika menjadi seorang ibu. Sederhana, namun mampu membuat Raja terus terbayang-bayang. Sebenarnya, jangankan menjadi seorang ibu, menjadi orang yang baik untuk dirinya sendiri saja Ratu belum bisa, pikirannya masih terlalu kekanak-kanakan, masih terlalu egois, bahkan terkesan tidak berperikemanusiaan, tapi anehnya Raja malah suka, Raja suka semua keanehan yang ada pada diri Ratu, setidaknya hingga ia bertemu dengan Raina, bukan sekarang sudah tidak cinta lagi, hanya saja kehadiran Raina seakan membuat cinta Raja terbagi, dari yang mencintai Ratu sepenuhnya, kini cinta itu harus di bagi kepada orang lain. Apa yang ada di diri Raina, semua pembawaan gadis itu, tidak di dapatkan di diri orang lain, tentu bahkan Ratu sekalipun. Bagaimana hangatnya ia memperlakukan Raja, bagaimana cerianya, Raja menyukai itu semua dari diri Raina. “Thanks Rain.” Ucap Raja begitu ia membuka kotak bekal yang di bawa oleh Raina khusus untuknya. Nasi goreng sederhana, kesukaan Raina yang belum pernah Raja coba. “Itu khusus aku buatin untuk mas Raja, enak itu mas. Di habisin ya?” Ucapnya dengan senyum mengembang di wajah. “Kamu bangun jam berapa, sampai sempat bikin sarapan kayak begini?” Tanya Raja. Ia kagum, setidaknya gadis itu menyempatkan waktu untuk membuatkannya sarapan di tengah-tengah kesibukannya. Ia jadi sedikit membandingkan antara Raina dan juga Ratu saat itu juga. “Aku bangun subuh dong mas, gapapa, aku seneng lihat mas makan banyak, apalagi makan makanan rumahan kayak gini. Besok-besok, mas kalau mau request, request aja gak apa-apa, aku seneng malah.” Ucap gadis itu dengan raut wajah yang terlihat begitu ceria, ia tak henti-hentinya tersenyum saat matanya saling bertatapan dengan milik Raja. “Rain… terimakasih banyak ya?” “Iya mas, sama-sama. Aku seneng kalau mas seneng.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD