"Maaf bu, mungkin pendengaran saya bermasalah hehe... tapi tadi ibu bilang mau minta tolong pada saya, untuk jadi menantu ibu?" Hati-hati aku berkata.
"Tak ada yang salah dengan pendengaranmu. Saya memang memintamu untuk jadi mantu di keluarga saya. Fyi, kita pernah bertemu sebelumnya, tidak secara langsung sih, di sebuah klinik swasta. Dr Rina? Ingat? Ada eyang yang pakai kursi roda?" Bu Rahma mencoba mengigatkanku.
"Aah ya... saya ingat itu bu, pantas saja tadi sepertinya saya merasa pernah melihat ibu. Tapi maaf bu, bukannya saya tak mau, tapi ibu kok bisa tiba-tiba minta saya untuk jadi mantu? Ibu kan belum tahu saya."
"Saya tertarik sama kamu dari semenjak awal kamu bisa membuat mama saya kembali tertawa. Dan, saya tahu hampir semua tentang kamu. Keluargamu, kuliahmu, beasiswa, kampung halamanmu. Mmm apa lagi ya? Aah ya, cita-citamu! Saya tahu kamu punya satu mimpi yang saya yakin tak banyak anak muda jaman sekarang punya mimpi mulia seperti kamu."
Aku, kata temanku aku tuh gadis cantik berhidung mancung tentu saja bengong, saat mendengar ibu itu menjelaskan tentang diriku. Yaa, aku memang punya satu cita-cita, yang hanya aku, keluarga dan dr Rina yang tahu. Aah pasti ibu di depanku tahu dari dr Rina. Tapi kok nyeremin yak, dia bisa tahu semuanya tentang aku?
"Apa yang saya tawarkan tentu saja tidak gratis kok. Akan ada imbalan buatmu. Salah satunya, saya bisa membantu mewujudkan mimpimu. Saya bisa menjamin, tak butuh waktu lama bagi saya untuk mewujudkan itu. Bagaimana?"
"Sebentar sebentar bu... saya masih gagal fokus nih. Saya belum mudeng banget dengan permintaan ibu. Lagipula saya kan belum kenal dengan putra ibu. Bisa jadi, putra ibu juga tidak mau dengan saya kan? Siapa tahu putra ibu juga sudah punya calon sendiri. Apalah saya bu? Saya hanya gadis kampung yang berjuang di Jakarta." Jawabku hati-hati. Ibu Rahma tersenyum mendengar penolakanku, gadis di depannya ini, pastilah..., aku masih kaget dengan permintaannya yang tiba-tiba itu.
"Lagipula jika saya setuju, ibu harus melamar saya ke kampung. Dan pasti akan banyak pertanyaan dari keluarga saya, bu. Maaf bu, bukan saya menolak, tapi... mungkin bantuannya bisa dalam bentuk lain?" Kataku sambil meringis. Nih ibu ada-ada aja sih, gak ada hujan gak ada badai, ujug-ujug minta aku jadi mantunya.
"Tenang saja... saya tahu semua butuh proses. Begini saya ada rencana, dan semoga kamu bisa terima rencana saya ini." Ibu Rahma menjeda, mungkin berharap aku yang duduk manis di depannya akan antusias, tapi nyatanya malah wajah penuh gelisah yang tercetak.
"Tenang nak... tak perlu tegang seperti itu. Kalaupun rencana ini tak berhasil, ya tidak apa-apa. Tentang mimpimu itu tetap akan saya bantu, sebisa saya."
Raut wajahku tampak melunak mendengar ini. Bu Rahma bahkan menyentuh punggung tanganku. Mencoba menyakinkan aku.
"Saya coba terangkan dulu ya..." Aku mendengar dengan penuh kehati-hatian penjelasan ibu kaya nan cantik ini.
"Kamu hanya perlu mengambil hati eyang, karena Zayn - anak lelaki saya, yang akan saya jodohkan denganmu - sangat menyayangi eyang. Semua permintaan eyang, biasanya Zayn menyanggupi. Makanya dia jadi cucu kesayangannya eyang."
"Tapi bu..." Aku mencoba menolak lagi.
"Sebentar... biar saya selesai cerita dulu ya, setelah itu silakan kamu berpikir. Tiga hari lagi kamu bisa beritahu saya hasilnya."
Dan Bu Rahma kembali menerangkan kali ini lebih detil. Aku menarik nafas panjang, seusai Bu Rahma bercerita.
"Bagaimana?"
"Ibu bilang bahwa putra ibu sudah punya pacar, kenapa bukan pacarnya saja yang ibu minta untuk jadi mantu?" Tanyaku terkesan kurang ajar memang, tapi aku kan juga ingin tahu kenapa bukan pacar si Zayn ini yang dia pilih jadi mantu. Aaah namanya juga Zayn, seperti hafidz idolaku itu.
"Justru karena itu, jangan sampai dia menikahi pacarnya. Dia bukan perempuan baik-baik." Kulihat wajah ibu di depanku mengeras, sepertinya dia tidak suka dengan pacar anaknya ini.
"Bu, bukannya saya menolak, tapi..." Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku sudah dipotong saja oleh ibu peri nan cantik ini.
"Kalian tidak akan langsung menikah kok. Tetap saja butuh penjajakan, perkenalan juga. Nanti kamu selesai lulus kuliah kerja di perusahaan saya saja. Gak usah mempermasalahkan latar belakang pendidikanmu yang tidak nyambung, kan saya yang berkuasa di situ. Jadi sekalian kamu bisa sering bareng dengan Zayn. Dia juga ngantor di tempat yang sama."
Eeeh eeeh kok ujug-ujug udah ngantor di tempat yang sama... duh holang kayah tuh ajaib-ajaib yaa pemikirannya.
"Beri saya waktu seminggu ya bu, untuk mempertimbangkan baik buruknya, bagi saya terutama." Akhirnya aku menyerah.
"Nak, saya tahu kamu berasal dari keluarga yang berkecukupan, tapi saya bisa meyakinkan bahwa tak ada yang dirugikan di sini."
Tak ada yang dirugikan? Bagaimana dengan kehidupanku setelah menikah nanti? Cita-citaku masih panjang, sepanjang jalan tol Trans Jawa yang kalau lewat situ harus siap duit banyak. Seperti cita-citaku ini. Iya, bapak dan ibu memang mampu, apalagi Eyang, tapi tetap saja aku harus mandiri.
Bagaimana dengan cintaku?